Nagato's POV

Aku lelah.

Sudah seharian aku berjalan menyusuri padang pasir yang kering kerontang ini selama berhari-hari. Aku lapar, aku haus.

Namun tidak ada yang dapat kumakan ataupun kuminum di sini.

Aku segera mengalihkan pandanganku dari pasir yang menjadi tempatku berpijak untuk menyusuri seluruh areandi sekitarku ini untuk mencari air.

Nihil, hanya ada kaktus-kaktus aneh―yang lebih anehnya lagi tidak mengandung air saat kuhancurkan―beserta sesuatu seperti semak-semak yang mati, kering dan tanpa daun.

Tak ada hal lain yang dapat kulakukan selain menghela nafas dan terus berjalan. Berjalan tanpa mengetahui arah, tanpa mempunyai tujuan. Seakan-akan aku sedang berusaha menggapai hal yang begitu mustahil.

Aku sendiri juga tidak tahu bagaimana aku terjebak di sini. Semua ini berawal ketika aku lepas dari jurus edo tensei Kabuto. Kupikir aku akan kembali ke Surga, melihat dan mendukung Naruto berjuang untuk meneruskan harapanku dari atas langit.

Tetapi, kenyataan berkata lain.

Aku justru terhisap ke sebuah lubang hitam yang besar dan terlihat mengerikan. Menarikku ke dalam, dan mengeluarkanku ke dalam dunia aneh yang serba kotak-kotak ini. Bahkan tubuhku pun juga berbentuk kotak-kotak semua. Mengerikan sekali.

"Di mana ini?" gumamku pada diriku sendiri untuk yang entah keberapa kalinya. Aku sudah terlalu lelah untuk mencari seseorang untuk di ajak berbicara.

Aku terus berjalan tanpa mempedulikan arah dan tujuanku berjalan. Mungkin saja jika aku mati kelaparan aku bisa kembali ke Surga.

Namun, hal itu terlihat mustahil. Mengingat aku dapat bertahan selama berhari-hari tanpa makanan ataupun minuman di dunia aneh ini―walaupun dalam kondisi mengenaskan.

Aku segera menghentikan langkahku untuk menyusuri padang pasir yang bagaikan Neraka ini dan kembali mengedarkan pandanganku untuk menelusuri area di sekitarku. Hasilnya juga nihil.

"Halo?" kucoba cara lain dengan menyuarakan keberadaanku. Persetan dengan apa yang akan terjadi, yang penting aku dapat sesuatu yang lebih menghibur daripada berjalan dan terus berjalan.

"Halooooooo?" kali ini, suaraku agak kukeraskan sedikit dengan harapan akan ada sesuatu yang muncul. Entah itu monster ataupun pasukan Zetsu putih. Tetapi hasilnya kembali nihil.

"HAAAALOOOOOO?" kupikir aksiku ini nekat juga. Tapi apa daya yang bisa kulakukan, hanya hal ini yang dapat membantuku sekarang. Dan hal ini juga berakhir sama dengan yang tadi, tak membuahkan hasil.

Aku menghela nafas dengan pasrah. Seandainya chakraku tidak habis karena kelaparan, pasti aku sudah terbang dari tadi, mencari jawaban atas suatu pertanyaan : Apa yang terjadi padaku?

Baru saja aku hendak kembali melangkahkan kaki, aku segera mendengar sebuah suara.

"Halo? A-apakah ada orang di sana?" sepertinya aksi terakhirku tidak sia-sia. Aku menyunggingkan sebuah senyum lebar yang tidak pernah kutunjukan sebelumnya.

"Hei! Aku di sini!" tanggapku antusias terhadap suara barusan sambil memutar tubuhku ke belakang dan melambai-lambaikan tanganku yang sudah berubah menjadi kotak juga.

Dan benar saja, aku segera melihat siluet seorang manusia―yang berbentuk kotak juga―dari kejauhan yang semakin mendekat. Tanpa sadar, aku mulai menggerakan kakiku untuk berlari mendekati orang itu. Tenaga yang sudah lama hilang entah bagaimana kembali lagi. Aku begitu bersemangat untuk menemui orang itu.

Tenagaku kian bertambah begitu aku dapat melihat tubuhnya secara jelas. Dia memakai baju biru muda lengan pendek dan celana biru tua. Kepalanya, tubuhnya, kakinya, tangannya, semuanya kotak seperti diriku juga. Sebuah senyum terukir di wajahnya begitu melihat aku berlari mendekatinya sambil melambaikan tangan.

"Hoi!" panggilku sambil melambaikan tangan kananku pada orang itu. Senyumnya semakin lebar begitu aku semakin mendekat.

Tetapi, tiba-tiba senyumnya itu musnah, berganti dengan raut wajah seperti orang kaget. Ia segera menunjuk diriku sambil berteriak, "AWAS! ADA CREEPER!"

"Cree-apa?" tanyaku sambil berhenti berlari dan melihat ke belakang. Dan betapa kagetnya aku melihat sebuah mahluk hijau berbentuk aneh sedang bergerak mendekat padaku. Mahluk macam apa ini?

"AWAAAAS!" teriak orang itu sambil berlari dan memegang sebuah pedang―yang aku sendiri tidak tahu dari mana munculnya.

Memangnya ada apa dengan mahluk ini? Dia hanya mendekat padaku, mengitariku, dan sekarang mendesis seperti…

"PERGI DARI SANAAAA!"

KABOOOOOM!

Topeng Lolli Kura dengan bangga mempersembahkan

"The Rise of The Fallen"

Naruto © Masashi Kishimoto

Minecraft © Mojang

The Rise of The Fallen © Topeng Lolli Kura

Warning : AU, Maybe a little bit OOC, Miss Typo(s)

FANFIC INI SAYA BUAT TANPA MENCARI KEUNTUNGAN MATERIIL SEDIKITPUN. IDE DARI FANFIC INI MURNI DARI PEMIKIRAN SAYA, KESAMAAN IDE ATAUPUN JALUR CERITA HANYA MERUPAKAN KEBETULAN SEMATA.

Surat Warisan(?) : Permisi, saya baru di fandom ini. Mohon koreksinya jika saya mempunyai kesalahan dalam pembuatan fanfic ini. Saya juga sedang berusahamembuat karakter di fanfic ini se-IC mungkin. Jadi mohon kritiknya.

Happy Reading!

.

.

Aku mengerjapkan mataku begitu sebersit cahaya masuk melalui celah kelopak mataku. Mataku serasa tertusuk akibat sinar itu. Perlahan, aku berusaha membuka mataku untuk menemukan di mana aku berbaring.

Begitu aku berhasil membuka mataku seluruhnya, aku segera mengedarkan pandanganku di sekeliling ruangan itu. Ukuran ruangannya tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar. Tembok ruangan itu terbuat dari kayu dan di tempeli beberapa obor, ada beberapa jendela yang tidak terlalu tinggi hingga aku dapat menengok ke luar sana. Tempat tidur yang kutiduri ini juga cukup empuk dan hangat.

Aku kembali mengobservasi ruangan tempatku berada saat ini. Aku melihat sebuah pintu di bagian pojok ruangan. Selain itu aku juga mendapati sebuah peti kayu yang besar di samping pintu itu. Di samping peti kayu itu terdapat sebuah peti hitam dengan beberapa garis berwarna hijau di sana.

Tunggu, bukankah itu petiku? Bukankah itu peti yang berada tepat di depanku saat aku jatuh?

Bagaimana aku bisa lupa dengan peti itu, peti yang pertama kali muncul di hadapanku saat aku jatuh dari lubang hitam yang muncul di angkasa saat itu. Saat aku ingin menyentuhnya, peti itu malah berubah menjadi kecil dan berputar-putar di atas tanah, beberapa saat peti itu langsung masuk ke dalam tubuhku.

Lalu, bagaimana petiku itu bisa di keluarkan oleh orang itu dari dalam tubuhku? Apakah dia membedah tubuhku? Apa yang telah di lakukan orang itu terhadap tubuhku?

Aku harus cari tahu apa yang sedang terjadi. Aku segera turun dari tempat tidur dan hendak memegang kenop pintu begitu sebuah rasa penasaran hinggap di benakku.

Apa isi peti itu? Aku belum melihat isinya sejak pertama aku datang ke dunia ini. Mungkin lebih baik aku membuka peti itu segera.

Kulangkahkan kakiku untuk mendekati peti itu. Kali ini, peti itu tidak berubah menjadi kecil lagi ketika tanganku menyentuhnya. Segera saja kubuka peti itu dengan tidak sabaran, berharap menemukan sesuatu aneh yang lainnya.

Namun, aku tidak mendapatkan apapun. Aku justru malah mendapatkan sebuah panel yang aneh. Berwarna abu-abu, mempunyai banyak kotak kosong, lalu ada tulisan yang berbunyi 'inventory' dan 'Ender Chest'.

Astaga, apalagi ini?

Tak sengaja, mataku menangkap sebuah ikon yang aneh. Kufokuskan pandanganku ke ikon itu. Bentuknya seperti mataku, bundar dan bermotif lingkaran. Walaupun bukan lingkaran sempurna.

Aku segera meraba mataku. Masih ada. Apa jangan-jangan orang itu mengambil mataku dan mengganti mataku dengan mata yang lainnya? Aku harus mengetesnya.

Kuulurkan lenganku ke lantai kayu itu dan menatapnya lekat-lekat, "Banshotenin!"

Di luar dugaanku, sebuah blok kayu lepas dari tanah dan melayang di udara. Kekuatan rinneganku masih ada.

Lalu apa yang ada di dalam panel aneh ini?

"Permisi…"

"Ah!" kaget dengan suara barusan, konsentrasiku langsung musnah, membuat blok kayu itu jatuh ke tanah secara tidak beraturan.

"Hei, kau sudah bangun?" tanya orang itu sambil tersenyum tak berdosa padaku. Dia tidak tahu jantungku baru saja ingin meloncat keluar dari dadaku dan mengajakku bermain lompat tali di perempatan jalan.

"Su-sudah," jawabku gagap. Segera kututup petiku dengan tergesa-gesa. Malangnya, tindakanku itu menimbulkan suara yang cukup keras untuk membuatnya tahu bahwa aku telah melakukan sesuatu.

"Ah, kau sudah membuka petimu, ya?" tanyanya sambil mengeluarkan sebuah tempat tidur versi mini yang bisa di genggam di tangannya secara tiba-tiba. Tempat tidur mini yang terlihat tipis, apa yang akan di perbuatnya kali ini?

"Ehm, iya, tapi aku agak bingung dengan semua ini," jawabku agak canggung. Aku sudah berprasangka buruk dia telah membedah tubuhku dan mencongkel mataku, walaupun sekarang dia sedang tersenyum ramah kepadaku. Sebersit rasa bersalah muncul di benakku karena berpikir yang tidak-tidak.

"Oh," ucapnya singkat. Ia segera mengalihkan pandangannya dariku dan berpaling pada sebuah tempat kosong di sebelah tempat tidurku dan mengayunkan lengannya yang memegang tempat tidur versi mini itu. Lalu bagaikan sulap, tempat tidur versi mini itu langsung hilang dari tangannya. Sebagai gantinya, sebuah tempat tidur lain muncul di sebelah tempat tidurku. Aku menganga kaget.

"Tidak usah kaget begitu," sarannya padaku. Ia segera tertawa pelan melihat expresiku sambil melewati blok yang telah kuambil dari lantainya itu.

Dan seketika itu juga, tawanya musnah bagaikan Desa Konoha yang telah kululuh lantakan. Masa lalu.

"Tunggu…" gumamnya pelan lalu segera berbalik dengan kaget bak habis melihat hantu. Mungkin aku telah berbuat salah.

"Ada yang salah?" tanyaku bingung. Ini lucu, aku kaget karena kemampuannya, dan dia juga kaget karena kemampuanku.

"Ti-tidak, tapi, blok itu, seharusnya dia…" sebelum dia menyelesaikan kata-katanya, aku sudah melayangkan blok itu dan mengembalikannya ke tempatnya. Kali ini, dia yang menganga.

"Maaf karena merusak lantaimu…" aku segera menunduk minta maaf kepadanya. Mungkin kali ini keadaan jantungnya sama dengan keadaan jantungku tadi saat dia masuk.

"Tidak, tidak apa-apa!" jawabnya sambil mengangkat kepalaku, "Aku, aku hanya kaget! Ngomong-ngomong, um… siapa namamu?" tanyanya sambil menggaruk kepala belakangnya. Sepertinya dia gugup.

"Namaku Nagato." jawabku sambil mengulurkan tangan dan tersenyum, "Lalu, siapa namamu?"

"Steve," Steve juga menjabat tanganku dengan ramah.

"Ngomong-ngomong, kita ada di mana?" tanyaku pada akhirnya sambil menatap ke luar jendela. Banyak domba dan sapi yang di biarkan berkeliaran secara bebas.

"Kita ada di rumahku, kenapa?" ia malah berbalik bertanya dengan bingung. Aku segera menepuk jidatku sendiri.

"Maksudku, dunia apa ini?" ucapku memperjelas pertanyaanku. Jangan bilang dia akan mengatakan bahwa aku berada di bumi. Bisa meledak kepalaku nanti.

"Oh, itu…" dia berkata dengan santai, seolah-olah sudah terbiasa dengan dunia aneh ini, "Kita ada di Minecraft." jawabnya singkat sambil menaruh sebuah blok kayu di samping petiku dan menaruh sebuah kue di atas blok itu.

"Minecraft?" beoku bingung. Aku merasa seperti bayi yang baru belajar merangkak.

"Ya, kita ada di Minecraft," ulangnya lagi dengan singkat, "Kemarilah, makan kue ini." Ajak Steve sambil mengisyaratkanku untuk datang mendekatinya.

"Umm…" gumamku bingung begitu aku melihat kue itu. Bahkan kuenya juga berbentuk seperti blok. Blok, blok di mana-mana.

"Ambillah sepotong," perintahnya padaku. Aku sendiri makin bingung dengan semua ini. Ini kue, atau batu bata? Setahuku kue itu bentuknya bundar atau ditumpuk seperti piramida, bukan berbentuk setengah blok seperti ini.

"Kurasa kau baru di dunia ini, ya?" tanya Steve padaku. Aku mengangguk dengan canggung sambil menggaruk kepala belakangku.

"Baiklah, kurasa kau membutuhkan sedikit penjelasan," ucap Steve padaku. Lalu, ia menaruh dua blok kayu di samping tempat tidurnya dan duduk di salah satu blok itu.

"Duduklah," ajak Steve sambil menunjuk blok kayu yang satunya. Aku yang masih saja menuntut jawaban atas semua keanehan di dunia ini segera menurutinya dan duduk di atas salah satu blok kayu itu.

"Baiklah, mari kujelaskan dari awal," kata Steve sambil melongok ke luar jendela, "Di dalam dunia ini, semua komponen, mulai dari atom, molekul, bahkan hingga mahluk hidup, berbentuk blok." jelasnya seusai memalingkan pandangannya dari luar jendela untuk memandang mata rinneganku.

"Semuanya?" tanggapku tak percaya. Aku tak bisa membayangkan atom berbentuk kotak-kotak seperti itu.

"Ya, semuanya," jawab Steve, "Dan mahluk hidup di sini mempunyai tiga sifat. Yang pertama passive, yang kedua neutral, dan yang ketiga hostile."

"Mahluk hidup bersifat passive adalah mahluk hidup yang tidak akan melawan jika kita menyerangnya, melainkan mereka akan lari."

"Contohnya?" tanyaku meminta penjelasan yang lebih.

"Contohnya adalah seperti domba dan sapi yang kau lihat. Jika kita menyerangnya dari jarak dekat, mereka akan lari. Sebaliknya, jika kita menyerangnya dari jarak jauh, mereka tidak akan lari."

"Bisa kita praktekan?" pintaku pada Steve. Aku ingin lihat apa yang akan terjadi jika mereka mati.

"Err… Aku rasa tidak," jawab Steve sambil melongok ke luar jendela, matahari mulai terbenam, "Kita tidak bisa keluar di malam hari."

"Kenapa?" aku merasa seperti seorang murid yang sangat haus akan pengetahuan. Tapi persetan dengan semua itu, aku harus tahu apa yang terjadi padaku.

"Mahluk hidup bersifat hostile, atau kita panggil saja hostile mob, muncul di malam hari." jawab Steve sambil berdiri menghampiri peti kayunya yang besar lalu membukanya. Panel yang sama saataku membuka petiku muncul juga. Bedanya, di peti milik Steve banyak ikon-ikon yang mengisi kotak-kotak kosong di sana, tidak seperti milikku. Tulisan 'Ender Chest' di petiku juga tergantikan oleh tulisan 'Large Chest' di panel itu.

"Panel apa itu?" aku kembali menuntut penjelasan pada Steve.

"Panel ini namanya GUI," jawab Steve singkat. Aku melihat tangannya menyentuh beberapa ikon yang bertuliskan 'Crafting Table', 'Stick', dan 'Cobblestone' dan ikon itu segeraberpindah dari kumpulan kotak-kotak yang banyak menuju ke deretan kotak yang berada di bawah tulisan 'inventory'.

"GUI?" istilah macam apa itu.

"Graphical User Interface, itu kepanjangannya." jelas Steve sambil menutup peti kayunya dan menghampiriku sambil memegang sebuah ikon dari salah satu benda yang di ambil dari petinya tadi, "Baiklah, aku akan menjelaskan tentang hostile mob dengan praktek."

"Katamu kita tidak boleh keluar saat malam hari," kataku mengingatkan. Dasar tidak konsisten.

"Hehehe…" cengirnya tidak berdosa sambil menggaruk kepala belakangnya. Aku jadi mengingat Naruto karena cengiran itu.

"Ah, lupakanlah himbauan itu." kata Steve sambil melempar beberapa ikon yang ia ambil tadi padaku, walaupun tidak kena. Dan hasilnya, ikon-ikon itu berputar di atas tanah.

"Benda-benda itu namanya item," jelas Steve padaku, "Ambillah!"

Aku mengulurkan tanganku untuk mengambil benda-benda yang berputar di atas tanah itu, namun sama seperti saat aku pertama berada di sini, benda-benda itu masuk ke dalam tubuhku.

"Bagus, sekarang keluarkan!" perintah Steve padaku. Aku melongo. Di keluarkan? Maksudnya di muntahkan?

Ini mengingatkanku pada bagaimana dia mengeluarkan petiku dari dalam tubuhku. Tunggu. Dia belum menjelaskan apa yang terjadi padaku hingga aku bisa tertidur di ruangan ini. Dia juga belum menjelaskan bagaimana rasa laparku bisa hilang begitu saja. Aku harus meminta penjelasannya.

"Hei, bagaimana caramu mengeluarkan peti hitam itu dari dalam tubuhku? Lalu, apa yang kau masukkan ke dalam tubuhku hingga aku tidak lapar lagi?" tanyaku bertubi-tubi. Kepalaku terasa pusing karena berpikir dan terus bertanya.

"Akan kujelaskan nanti, tenang saja!" jawabnya santai bak orang tak berdosa. Dia tidak tahu bahwa dia sudah membuatku begitu penasaran, "Sekarang, coba pikirkan bentuk dari salah satu item yang kuberikan padamu tadi."

Aku makin bingung, tapi kulakukan saja. Kupejamkan mataku dan kubayangkan bentuk salah satu item yang Steve berikan padaku tadi. Aku mencoba membayangkan item yang bernama stick tadi.

Tiba-tiba, kurasakan tanganku menggenggam sesuatu. Sesuatu yang panjang. Mungkinkah ini tisu toilet yang digulung-gulung hingga menjadi panjang?

Tapi, kenyataan berkata lain. Ketika aku membuka mata, aku langsung kaget ketika aku sudah memegang sebuah tongkat kayu yang lumayan panjang. Benda ini persis seperti apa yang Steve berikan padaku tadi.

"Hebat!" kata Steve memujiku sambil bertepuk tangan. Aku sendiri agak malu di puji seperti itu.

"Tapi, kadang berkonsentrasi seperti itu agak sulit, karena itu aku punya cara yang lebih baik!" kata Steve sambil menghampiriku dan menepuk pundakku. Pada saat itu juga, sebuah aliran listrik mengalir dari pundakku dan menyebar ke seluruh tubuhku. Aku kaget.

Namun, sesudah Steve melepaskan tangannya dari pundakku, aliran listrik itu langsung berhenti. Kepalaku agak pusing, pandanganku agak kabur. Lalu seusai semua itu, apa yang kulihat langsung berubah drastis.

Kumpulan hati berwarna merah apa itu? La-lalu, kotak-kotak apa yang ada di bagian bawah ini? Meteran apa yang berwarna hijau-hijau itu? Kenapa ada potongan daging? APA INI MAKSUDNYA?

"Tenang, tenang!" Steve langsung memegang bahuku ketika aku mulai meraba-raba udara bak orang buta, "Yang kau lihat itu namanya HUD."

HUD? Astaga, singkatan aneh apalagi itu? Tadi GUI, sekarang HUD, kenapa tidak ABC saja sekalian?!

"Heads-Up Display," kata Steve menjelaskan kepanjangannya, "Hati berwarna merah yang kau lihat itu, itu adalah nyawamu."

"Nyawaku?!" jeritku histeris sambil meloncat kaget bak orang kesurupan. Nyawaku adalah hati berwarna merah ini? Astaga, kegilaan apalagi yang akan datang nanti?

"Iya," jawab Steve singkat. Sepertinya ia sudah tahu bahwa aku akan merespon seperti ini, "Lalu kumpulan potongan daging itu, itu adalah hunger barmu."

"Hunger bar?" beoku seperti orang bodoh.

"Ya, hunger bar berfungsi untuk menunjukan kapan kau harus makan. Jika hunger barmu menjadi hitam, maka kau akan mati. Beruntung aku telah memberimu makan sebelumnya sehingga kau tidak mati kelaparan, " jelas Steve panjang lebar, "Lalu, meteran berwarna hijau dengan angka satu di atasnya itu adalah experience bar, benda itu berfungsi untuk menunjukan kau sudah di level berapa."

"Level? Apa gunanya?" aku semakin bingung dengan hal ini. Siapapun, tolong, kumohon.

"Entahlah," jawab Steve sambil mengangkat bahunya. Aku segera melongo. Bagus, aku terjebak di dunia yang aneh bersama dengan seorang 'pemandu wisata' yang bahkan tidak mengetahui keseluruhan hal di dunia ini secara jelas dan rinci.

"Lalu, kotak-kotak yang berada di bawah experience bar itu namanya hotbar, hotbar menampilkan item-item yang sudah kau pilih dari penyimpananmu yang bernama inventory agar lebih mudah di pakai." jelas Steve mengakhiri sesi 'panduan menjelajah'nya.

"Lalu, sekarang aku harus apa?" tanyaku sambil mengangkat sebelah alisku. Tidak ada nyamuk di sini.

"Keluarkan crafting tablemu," jawab Steve singkat. Aku segera melirik sebuah blok berwarna coklat di hotbarku dan berpikir untuk memegangnya, dan dalam sekejap, aku sudah menggenggam item itu di tanganku.

"Bagus, sekarang letakkan crafting tablemu di suatu tempat," lanjut Steve.

Aku segera melirik tempat kosong di antara dua blok kayu tempat aku dan Steve duduk tadi. Aku membalikkan tubuhku untuk menatap tempat kosong itu. Aku mencoba meniru Steve, kuayunkan lenganku ke depan untuk menaruh crafting tableku. Dan di luar dugaanku, aku berhasil. Benda itu kini ada di antara dua blok kayu itu.

"Peganglah crafting table itu." kata Steve kembali memberi instruksi kepadaku yang sedang bingung.

Tanpa basa-basi, aku segera menyentuh bagian pinggir dari crafting table itu. Tiba-tiba, muncul sebuah GUI lain yang menampilkan apa yang aku punyai sekarang di bawah tulisan 'inventory',di bawah kotak-kotak kosong itu, ada sederet kotak yang kuduga adalah hotbarku. Di atas tulisan 'inventory' ada sebuah kotak kosong berukuran tiga kali tiga yang berada di bawah tulisan 'crafting'. Di samping kotak berukuran tiga kali tiga itu ada tanda panah yang menunjuk sebuah kotak kosong yang terlihat lebih besar dari yang lainnya.

"Sekarang, pindahkan satu stick di bagian bawah tengah kotak berukuran tiga kali tiga itu, dan dua cobblestone di bagian tengah dan tengah atas."

Kulakuan sesuai instruksi Steve. Item-item itu kuletakkan sesuai tempatnya, dan aku melihat bentuk sebuah pedang berwarna abu-abu di bagian kotak yang paling besar.

"Sentuh ikon pedang itu," sesuai instruksi Steve, aku menyentuh ikon itu yang membuat cobblestone dan stickku menjadi agak lebih gelap, dan ikon itu berganti menjadi item sungguhan yang sekarang sedang kuggenggam di tanganku.

"Bagus, kau berhasil membuat sebuah Stone Sword!" ucap Steve memberi selamat padaku.

"Lalu, bagaimana kau mengeluarkan peti hitam itu dari tubuhku?" tanyaku makin penasaran. Entah kenapa aku terbayang seorang dokter bedah.

"Nanti saja!" Steve memunculkan sebuah pedang batu yang sama lalu membuka pintu kamar itu, "Sekarang, ayo turun dan biarkan aku mengajarimu beberapa hal tentang hostile mob!" teriaknya bersemangat lalu segera menuruni anak tangga yang menghubungkan ke lantai bawah.

Aku menghela nafas tentang betapa bersemangatnya anak itu. Memangnya ada apa dengan hostile mob?

Ah, persetan. Yang penting aku mengikutinya sajalah.

~o0o~

"Rasakan ini!" teriak Steve sambil menghunuskan pedangnya tepat pada dada 'sebuah' zombie. Aku memakai 'sebuah' karena tidak tahu satuan apa yang cocok.

Steve juga telah mengajariku beberapa hal tentang hostile mob. Mereka adalah mahluk hidup yang selalu mengincar kami berdua. Aku sendiri tidak tahu dari mana mereka berasal. Dan banyak dari mereka yang sangat berbahaya.

Salah satunya adalah Creeper, hostile mob yang pertama kali meledakkan diriku di padang pasir tadi. Untung saja Steve sempat menarikku menjauh, walaupun aku masih terkena ledakannya, tapi nyawaku masih terselamatkan.

Lalu, ada juga yang namanya neutral mob, yaitu mob yang tidak akan menyerang jika tidak di ganggu. Contohnya adalah Enderman, melihat matanya akan membuatnya marah dan menyerang. Kata Steve dia juga dapat berteleportasi dan mengambil blok-blok tertentu.

Aku juga baru tahu bahwa membunuh mob dapat memberiku item. Contohnya beberapa spider yang baru saja kubunuh. Aku telah mendapatkan tiga string dan dua spider eye. Aku ingat bahwa Steve mengatakan spider tidak akan menyerang di tempat yang terang, dan akan menyerang di tempat yang gelap.

"Oh, berhasil!" aku dapat mendengar Steve berteriak kegirangan. Aku menatapnya memegang sebuah wortel.

"Nagato! Aku berhasil mendapatkan wortel! Kita dapat menanamnya! Yuhuuu!" Steve berteriak kegirangan sambil melompat-lompat. Aku ikut tersenyum melihat tingkahnya. Aku kembali teringat Naruto dengan sifat kekanakannya selama aku mengawasinya dari atas langit.

Namun, senyumku langsung musnah begitu aku melihat 'sebuah' Creeper akan menyerangnya dari belakang.

Instingku langsung bergerak.

Aku segera melangkahkan kakiku. Aku menjatuhkan pedangku dan berlari semakin mendekat. Kurentangkan tanganku ke kanan dan kiri sambil berlari.

"BANSHOTENIN!"

Seketika itu juga, dua buah blok kayu dari dua buah pohon melayang mendekatiku dari arah kanan dan kiri. Aku segera melompati Steve dari depan hingga jubah Akatsuki yang kupakai berkibar, sementara aku tetap menjaga konsentrasiku agar dua blok kayu itu tidak jatuh. Creeper itu menatapku dengan pandangan yang terlihat mati.

"Rasakan ini!" teriakku sambil menghantamkan satu blok kayu dari kiri, menyebabkan Creeper itu terhantam jauh ke kanan dan menubruk sebuah tembok batu hingga beberapa blok batu lepas dari tempatnya.

"Belum selesai!" ucapku sambil mengangkat semua blok batu itu ke udara dan menghantamkannya secara serempak untuk menghajar Creeper itu hingga ia mati terjepit.

"Haaah…" desahku lega sambil mengelap keringat dari dahiku. Dua buah blok kayu yang kubawa tadi terjatuh di atas tanah. Sementara blok-blok batu itu kembali ke tempatnya karena kugunakan untuk menjepit Creeper itu hingga mati.

Sementara Steve memandangiku dengan mulut menganga lebar. Wortel di genggamannya jatuh di atas tanah begitu saja. Bukan jatuh sebagai versi mini yang berputar-putar di atas tanah, namun jatuh bagaikan wortel biasa. Pedangnya juga telah lepas dari genggamannya.

"Uhm…" gumamku canggung sambil menggaruk kepala belakangku yang tidak gatal, "Aku akan mengambil itemnya…" ucapku sambil berdiri dan menghampiri tempat aku menjepit Creeper itu tadi dan mengambil dua buah item yang entah bagaimana bisa ada di atas tanah, padahal aku menjepit Creeper itu di bagian dalam tembok batu itu.

"Uh, kurasa cukup untuk malam ini…" ungkap Steve sambil mengambil pedang batunya dengan tangan kanan dan wortel dengan tangan kiri, "Lagipula, aku sudah mendapatkan tujuanku," lanjutnya sambil memandangi wortel itu.

Aku memandangi tembok batu itu dan berbalik menatap Steve, "Ya, kurasa lebih baik kita kembali."

End of Nagato's POV

~o0o~

Konan's POV

Aku berjalan menyusuri padang rumput yang luas ini di tengah teriknya sinar matahari. Berusaha mencari setidaknya seseorang. Ya, seseorang. Jangan sapi ataupun ayam, aku sudah terlalu banyak bertemu mereka, bahkan memakan daging mentah mereka demi bertahan hidup. Ya, mentah.

Aku berharap menemukan sesuatu selain peti hitam yang tiba-tiba saja masuk ke dalam tubuhku begitu kusentuh. Mungkin pedang ataupun panah. Aku terlalu lelah untuk menggunakan jutsuku terus-menerus setiap malam demi menghajar beberapa mahluk aneh yang berusaha membunuhku.

Tapi, kurasa aku terlalu berharap sehingga akhirnya harapanku di kabulkan.

Di depan sana, aku melihat suatu benda yang tergeletak di atas tanah. Benda itu bukan seperti bunga ataupun rumput yang biasanya kutemui. Benda itu pipih dan abu-abu.

"Apa itu?" gumamku pada diriku sendiri. Tanpa basa-basi, aku segera berlari mendekati objek itu. Persetan sekalipun itu bukan pedang ataupun panah, batupun aku terima. Yang penting aku dapat sesuatu.

Namun, sepertinya aku sangat beruntung. Aku berhasil menemukan sebuah pedang berwarna abu-abu! Dan terlihat masih bisa di pakai untuk waktu yang setidaknya cukup lama.

Betapa bahagianya aku menemukan sesuatu yang berguna. Kusimpan pedang itu di balik jubah Akatsukiku dan mengedarkan pandanganku untuk mengamati area di sekitarku. Mungkin ada hal lain yang dapat kutemukan.

Tetapi, aku justru menemukan dua buah pohon yang terlihat kehilangan salah satu blok kayunya di bagian batang.

Dan pohon itu tidak roboh.

Oh, tidak. Gravitasi tidak berfungsi pada blok di sini.

Tapi, di mana blok-blok kayu itu? Dan bagaimana blok kayu itu bisa hilang? Tidak mungkin ini adalah ulah mahluk hijau aneh yang meledak itu.

Kuedarkan kembali pandanganku sambil berjalan ke depan. Dan betapa terkejutnya aku melihat dua buah blok kayu yang tergeletak tak beraturan di atas tanah. Aku rasa dua buah blok ini adalah milik dua pohon itu.

Tapi, bagaimana ceritanya dua blok kayu ini bisa sampai ke sini? Tidak mungkin ini adalah ulah mahluk hitam tinggi dengan mata ungu yang suka memindah-mindahkan blok itu.

Keanehan ini semakin menjadi ketika aku merasakan sesuatu di belakangku. Kukeluarkan pedang abu-abuku dari balik jubahku untuk berjaga-jaga.

Dengan perlahan, aku melirik ke belakang dan langsung berbalik sambil mengayunkan pedangku lalu melompat ke belakang. Ternyata mahluk hijau aneh yang bisa meledak itu. Sayang sekali dia menghindari tebasan pedangku, kalau tidak, kepalanya sudah terpenggal saat ini.

"Ssssshhhhh," desis mahluk itu. Aku makin berjaga-jaga ketika dia melangkah mendekat. Kulirik dua blok kayu di sampingku lalu menyeringai.

"Makan ini!" teriakku sambil menendang satu blok kayu yang mengenai wajahnya secara telak. Akupun segera berlari dengan kencang untuk menjauh dari sana.

Walaupun begitu, aku masih bingung. Siapa yang dapat melakukan semua itu terhadap blok kayu itu? Dan siapa yang meninggalkan pedang ini di sini?

Tunggu. Jika ada yang meninggalkan pedang ini, berarti ada seseorang yang dapat membuat pedang. Berarti ada manusia lain di sini!

Senyumku mengembang, langkahku memelan. Sebersit harapan muncul di benakku untuk tetap hidup. Harapan itu adalah untuk menemukan orang yang telah meninggalkan pedang ini dan yang telah memindahkan blok kayu itu.

Aku akan menemukannya!

TBC

GUI : Graphical User Interface adalah nama generik untuk semua interface komputer yang menggunakan grafis, jendela (window), icon, dan alat penunjuk (pointing device) menggantikan interface dengan karakter murni. (Sumber : saly blogspot)

HUD : Heads-Up Display. Penjelasannya ada di wikipedianya minecraft. *dia males nulis /eh*

Fanfic masih ada yang ngutang malah buat baru lagi, maafkan saya yang lalai ini. Maafkan saya. Habis, ide buat fanfic satunya masih buntu. Maaf ya pembaca yang menunggu fanfic saya yang satunya, saya udah PHP-in kalian. *ditimpuk batu bata* T_T

Lalu, istilah-istilah lain sudah saya jelaskan di atas. Jika kurang bisa PM saya atau cari di mbah gugel.

Saya baru di fandom ini dan baru pertama kali membuat fanfic crossover. Mohon kritiknya!

Jangan lupa tinggalkan kritik ;)

Adios, Amigo!