Chapter 2

The Only Thing I Wanted

Disclaimer : Onepiece bukan milikku tapi Oda sensei

Warning : Gaje, OOC, Typo(s) dll

Last Warning : Don't like Don't read (DLDR)

Selamat membaca

.

.

.

"Aku masih tidak percaya ibuku adalah Ratu bajak laut. " Gumam seorang anak yang berdiri di atas kolam. Ia memperhatikan bayangan wajahnya yang terpantul di air. Ia mengamatinya dengan seksama kemiripan yang dimilikinya dengan ibu kandungnya. Ia berfikir mungkin rambut hitam legamnya dan kulit putih porselennya diturunkan dari ibunya, tetapi selain itu ia tak menemukan kemiripan lainnya. Bentuk mata, hidung dan rahangnya terlihat berbeda. Wajahnya terlihat lebih ceria dibandingkan ibunya yang terkesan tegas dan tajam.

"Lucky Hammock, " anak itu menyebut namanya sendiri.

"Boa Hancock, " Ia menyebut nama ibu kandungnya.

"Hammock dan Hancock, huh? Simpel sekali kenapa aku tak menyadarinya? " Anak yang bernama Lucky Hammock tersenyum lebar. Tentu saja ia tak menyadari, ia tak pernah sekalipun berpikir bahwa ratu yang tak pernah menua walau umurnya mencapai 41 itu mempunyai anak. Tetapi hatinya jejingkrakan saat ia tau siapa ibunya, ia sering sekali membayangkan sosok ibu yang dimilikinya. terkadang ia iri melihat teman-teman sebayanya berjalan bergandengan dengan ibunya masing-masing, yah walau banyak juga yang dirinya yang tak mempunyai ibu. Tetapi mengetahui dirinya mempunyai ibu seorang ratu dan penguasa pulau yang ditinggalinya adalah sesuatu yang tak pernah ia bisa bayangkan.

Ia senang dan sekaligus kecewa karena ibunya sendiri tak pernah datang menemuinya, tetapi berdasarkan informasi yang dia dapatkan bahwa dirinya adalah anak rahasia yang tak boleh diketahui orang banyak.

Beberapa Ikan koi di kolam bermunculan ke permukaan merusak pantulan bayangan dirinya.

'Apa karena aku anak rahasia?'

'anak dari raja dan ratu bajak laut, apa itu terlalu hebat sehingga harus dirahasiakan? '

'aku tidak mengerti, raja dan ratu bajak laut terdengar serasi. ' Lanjutnya di batin.

"Monkey D Luffy sang raja bajak laut,dia ayahku. Aku tidak pernah dengar kata itu. Arti dari ayah itu apa ya?" Lucky berpikir keras memutar otaknya mencari jawaban.

"Aku ini adalah anaknya, itu artinya aku dan dia mempunyai hubungan ayah dan anak. Apa itu sama artinya sama dengan ibu dan anak? " Ia terdiam mencari jawaban atau petunjuk dalam kepalanya namun tak mendapatkannya.

"Aku harus mencari petunjuk " Cetusnya bersemangat, ia bergegas mencari informasi yang dia inginkan namun saat ia melangkahkan kakinya ia menginjak sesuatu yang licin dan juga bersisik.

SHHHHH

Seekor ular bercorak hijau dan merah terinjak mengenaskan di kaki Lucky, ukuran ular itu sekitar 2 meter lebarnya sekitar 8 sentimeter. Walau tergolong cukup besar ular itu terlihat jinak.

"ups! Moja! Kau sudah sembuh!? " Lucky membawa ular itu dalam pelukannya, ia terlihat sangat bahagia bertemu dengan ular kesayangannya. Ular peliharaan yang selalu menemukannya dimana saja ia berada, ular yang setia pada majikannya walau sering membuatnya celaka.

"Apa aku menginjak lukamu, Moja? Kau baik-baik saja kan? " Tanya Lucky melepas pelukannya mengecek perban-perban pada kulit ular peliharaannya. Ular itu baru saja di obati oleh dokter ular Amazon Lily, ia cidera akibat ulah sang majikan.

Moja mendesis seperti menjawab pertanyaan Lucky.

"Syukurlah. " Ujarnya memeluk ularnya lagi. Ia membawa moja ke lengannya, seolah mengerti moja melilitkan tubuhnya di lengan kecil Lucky. Kini tangan Lucky terlihat tebal dengan lilitan tubuh ular itu.

"Kalau kau sudah sembuh betul kita berlatih berburu bersama lagi, oke? " Moja mendesis setuju. Walau sudah sering terluka akibat kecerobohan Lucky, Moja tak pernah bosan meladeni ajakan majikannya yang penyayang ini.

"ngomong-ngomong aku akan pergi ke perkampungan mencari tau tentang arti ayah, aku tidak pernah mendengar kata itu disebut-sebut. Apa kau tau sesuatu tentang ayah, Moja? " Moja memiringkan kepalanya tak mengetahui maksud majikannya.

"yosh! Ayo kita cari tau! " Lucky bergegas pergi ke pemukiman dengan semangat membara.

Sesampainya di pemukiman Lucky melintasi rumah teman dekatnya, Misha adalah namanya, anak perempuan yang tegas dan ketat tetapi baik hati, ia sedang duduk di teras rumahnya mengasah batu untuk dijadikan kepala panah, sesekali ia mengelap keringat di dahinya.

"Misha! Oi! " Lucky memanggil teman sebayanya dan mendekatinya. Lucky meloncati pagar rumah dan menghampiri Misha lalu ikut duduk di teras.

"Eh, Lucky! Baru selesai latihan dengan Margaret-san ya? Kau terlihat semangat sekali. " Ujar Misha mengalihkan perhatiannya ke sahabatnya. Ia melihat ular yang familiar di tangan Lucky.

"Wah Moja juga sudah sembuh ya, syukurlah. " Lanjutnya memberi beberapa tepukan ke kepala Moja, ular itu berdesis senang mendapat sentuhan lembut Misha.

"Um… Yah begitulah " Jawab Lucky, matanya menghadap kesamping dan tangannya menggaruk pipinya yang tidak gatal, gesture tipikal yang digunakan saat Lucky berbohong.

Misha langsung menyadarinya dan menghela nafas. "Dasar kau ini, selalu bikin ulah. Kasihan Margaret-san selalu dibuat repot karena ulahmu. " Lucky yang kena tegur temannya hanya tertawa tanpa rasa bersalah. Misha adalah anak yang mengagumi Margaret, sehingga ia sedikit kesal jika temannya membuat idolanya repot.

"Jadi kau mau apa ke sini? "Tanya Misha sedikit dongkol.

"Apa kau tau apa itu 'ayah' ? " Tanya Lucky berbisik.

"Ayah? " Misha memiringkan kepalanya bingung lalu meletakan telunjuknya di dagunya, mencari kosakata dalam otaknya dan menggali-gali pengetahuan yang disimpannya disana.

"Ibuku pernah berkata kalau aku mempunyai ayah di luar pulau, ia mengatakan bahwa ayahku sangat tampan. Aku sendiri belum melihat sendiri ayahku seperti apa atau apa yang dimaksud tampan. Lalu aku bertanya pada ibuku, ia mengatakan ayah itu laki-laki. " Jelas Misha panjang lebar. Ia sendiri penasaran dengan wujud ayahnya.

"Laki-laki? " Tanya Lucky lagi.

"Iya, kata ibuku laki-laki itu berbeda dengan kita perempuan, tetapi ia tak menjelaskan perbedaannya padaku. Sisanya masih misteri " Ujar Misha.

"Hmmm… begitu ya. Itu saja sudah cukup, terimakasih informasinya Misha. Kalau gitu aku pergi dulu! " Balas Lucky bersiap menghengkangkan kakinya dari rumah temannya.

"Tunggu, Lucky! " Temannya memanggil, Lucky berhenti di luar pagarnya namun kakinya masih sibuk bergerak lari ditempat menanti suara temannya mengatakan sesuatu.

"Mau sampai kapan kau bertelanjang dada!? Seharusnya kau sudah mulai mengenakan baju!" Misha berteriak memarahi Lucky, namun Lucky malah melenggang pergi. "Yaaa, kapan-kapan! " Jawab Lucky asal sembari melanjutkan melangkahkan kakinya pergi.

"Aku tidak betah pakai benda itu, rasanya tidak nyaman. " Jelas Lucky pada Moja. Lucky berlari tanpa arahan yang jelas, ia terus melangkahkan kakinya sesuai dengan kehendak hatinya tanpa tau kemana tujuannya. Terkadang ia tak sengaja menginjak kucing yang sedang tertidur saat melewati gang-gang kecil, menyebabkan pertikaian manusia vs kucing di sela perjalanannya dan tak lupa meninggalkan beberapa bekas cakaran pada tubuh Lucky seusainya.

Lucky terus mengedarkan pandangannya ke depan mencari manusia yang sekiranya mengetahui arti dari 'laki-laki' kata kunci untuk membuka misteri 'ayah' yang membelenggu pikirannya.

"Ah bibi tukang catat! " Panggil Lucky seenaknya, ia sering melihat bibi itu mengobservasi sesuatu yang ia lihat lalu dicatatnya ke dalam buku bahkan kucing pup-pun ia observasi. Lucky mempunyai firasat bahwa bibi itu mengetahui tentang 'laki-laki'.

"Eh, kau anak kurus. Ada apa bocah? " Tanya bibi bertubuh gemuk itu mengalihkan perhatiannya dari barisan semut yang sedang ia observasi ke bocah 10 tahun yang memanggilnya.

"Bi, apa kau tau sesuatu tentang laki-laki? " Tanya Lucky tanpa berbasa basi.

"Laki-laki ya. Sebentar aku buka catatanku. L….L…L " Bibi itu bergumam 'L' dan terus membalikan halaman pada buku catatannya.

"Ah ketemu!….Laki-laki adalah makhluk brengsek dan tidak berperikemanusiaan… eh, tunggu catatan ini sudah di coret jadi ini tidak berlaku lagi. Hmm tunggu sebentar " Bibi itu membalikan lagi halaman bukunya.

"Ah… Laki-laki misterius bernama Luffy, tubuhnya kurus dan kelihatan lemah namun ia bisa bergerak dengan sangat lincah seperti monyet, anehnya lagi ia bisa memanjangkan seluruh tubuhnya seperti karet, lalu ia mempunyai jamur permanen di selangkangannya, ia menamai benda itu 'Kintama' "

"Kau tau Luffy? Dan apa itu 'Kintama'? " Tanya Lucky dengan nada super duper penasaran. Dari penjelasan bibi itu sepertinya Luffy-ayahnya adalah seseorang yang menarik. Lucky tersenyum lebar membayangkan bagaimana wujud sang ayah walaupun dikatakan seperti monyet sekalipun.

"iya, aku tau Luffy-san,tetapi ceritanya panjang aku tak mencatat semuanya dalam buku ini. Lalu Kintama artinya bola emas, benda itu adalah harta berharga para lelaki sehingga kita tak bisa seenaknya mengambilnya. " Jawabnya membuat Lucky cemberut kecewa padahal ia ingin mendengar lebih lagi tentang ayahnya. Tapi tak apalah toh nantinya ia akan datang ke pulau ini sehingga Lucky bisa melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

"Umm, jadi bedanya laki-laki dengan perempuan itu ada atau tidaknya 'Kintama' di bagian selangkangannya ya bi? " Tanya Lucky mengkonfirmasi kesimpulannya.

"Benar. " Jawab bibi catat membenarkan.

"Baiklah. Terimakasih atas infonya bi. " Lucky membungkukkan tubuhnya berterimakasih dan pergi menghilang dengan kecepatan kilat.

"Tunggu! Apa Kau tidak ingin tau lebih …. Eh… Cepat sekali hilangnya. " Ujar Bibi tukang catat itu terheran dengan kecepatan menghilang yang dimiliki bocah yang baru saja berbicara padanya.

(o.0)

"Cepat sekali waktu berlalu, sekarang sudah mulai gelap saja. " Ujar Lucky pada Moja memandangi langit senja tampak matahari mulai menyembunyikan setengah tubuhnya di ujung lautan. Bocah itu berjalan santai di pinggir jalan dekat pantai.

"Aku tidak masalah dengan waktu yang cepat berlalu, aku malah ingin lebih cepat dan cepat lagi sampai ayahku yang bernama Luffy datang kemari. Hihihi, aku tidak sabar bertemu dengannya. " Celotehnya dengan riang dan dilanjutkan dengan siul gembira mengiringi perjalan pulangnya.

"Luckkyyyy-! Disana kau rupanya! " dari kejauhan terdengar suara yang tak asing ditelinga bocah itu. Ya, itu adalah suara orang yang sedang mencari-cari dirinya. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah guru bocah itu, Margaret. Margaret bukanlah orang yang tidak bertanggung jawab yang membiarkan muridnya berkeliaran di saat jam berlatih bela dirinya berlangsung.

"Ups! Kita kabur Moja, hahahaha. " Lucky kabur dari gurunya dengan kecepatan kilat, namun sang guru tak akan membiarkannya begitu saja, Margaret memasang kuda-kuda berlarinya dan ia pun berlari kencang menyaingi kecepatan Lucky berlari. Wajahnya terlihat ganas dan liar dari matanya keluar pancaran sinar berwarna merah, mungkin karena wanita itu sudah menahan amarahnya itu pada murid bandelnya dan siap meledakan amarahnya saat ia tertangkap nanti.

"Uwaaa! Seraam! " Lucky berlari lebih cepat lagi menuruni tangga menuju perkampungan dimana rumahnya berada. Matahari mulai tenggelam dan cahaya mulai menipis, para penduduk satu persatu keluar rumah dan menyalakan lampu obor di depan rumahnya masing-masing.

Settttt… settttt….

Lucky menghentikan berlarinya mendadak menciptakan debu-debu berserakan di sekitar kakinya, ia telah tiba di rumahnya, tempat ia tinggal. Iapun masuk kedalam rumah membawa sebuah obor mengikuti para penduduk menyalakan lampu obor dirumahnya ketika malam akan tiba.

Tak lama kemudian Margaret menyusul di depan rumah muridnya, Lucky. Ia memasang tampang geramnya.

"Ah, Sensei baru saja aku ingin menemuimu dan mengatakan padamu bahwa hari sudah gelap, latihannya lanjut besok saja ya! hehe " Ujar Lucky santai dengan cengiran lebar di wajahnya, ia membawa sebuah lampu obor yang akan diletakannya di tiang penyangga rumah.

Margaret bermuka suram, entah sudah berapa kali ia dibuat geram seperti ini.

"Luckkkyyy!"Teriak Margaret kesal meluapkan kefrustasiannya mengisi suasana sekitar. Tetangga Lucky tersenyum-senyum melihat pertikaian antara murid dan guru yang sudah sering dilihatnya.

^.^9

"Haaaa…. "

Hancock mengangkat sebelah alisnya mendengar nenek Nyon menghela nafas seolah hidupnya sedang dalam masalah. "Kenapa kau Nyon? " Tanya Hancock masih bermanja-manja pada ularnya.

"Anakmu itu susah sekali di atur dan semaunya sendiri," Jawab Nyon berkacak pinggang.

" Margaret menyampaikan padaku hari ini Lucky tidak mengikuti latihan lagi. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, pepetah itu memang benar adanya. " Ujar Nyon kembali menghela nafas.

"Heheh, kalau tidak begitu dia bukan anakku dan dia…. " Hancock menahan bicaranya, di benaknya terpampang wajah tampan pria yang di cintainya, Luffy. Kedua tangannya membungkam pipinya yang memerah. "Sebentar lagi dia akan datang kesini untuk menemuiku. " Imajinasinya berlanjut membentuk scene baru dengan Luffy menaiki kuda putih dengan seragam pangerannya, matanya penuh dengan kemilau menatap hangat tepat ke kedua mata Hancock. Ia memanggil nama putri ular itu dengan nada yang sangat gagah membuat Hancock semakin merah menjadi-jadi.

"Hancock, apa kau mengerti hal yang sudah kukatakan padamu. Kau tidak seharusnya malu-malu seperti itu! Kau seharusnya malu atas kelakuanmu dulu. Jika nak Luffy mengetahui tentang anak itu entah apa yang akan dia lakukan. Anak itu adalah hasil dari hubungan sepihakmu, apa kau belum mengerti juga Hancock!? " Bentak Nyon mematikan imajinasi Hancock yang indah.

"Aku mengerti! Aku mengerti! Kau sudah berkali-kali mengatakannya padaku sampai aku bosan mendengarnya. " Sentak Hancock, alisnya bertekuk tajam marah, bibir merahnya cemberut dan pipi yang merah karena marah menggembung sehingga wanita itu terlihat agak manis karenanya.

"Kakak bertengkar terus dengan Nyon-san. " Komentar Sandersonia pada saudarinya Marigold.

"Biarkan saja. Lihat, mereka terlihat seperti ibu dan anak yang sedang bertengkar. " Balas Marigold duduk dengan tenang disamping Sandersonia memandangi pertengkaran ratu vs mantan ratu. Dia tersenyum, Nyon memang seperti itu selalu mengkhawatirkan dan menasehati Boa bersaudara jika mereka melakukan kesalahan, baginya Nyon sudah seperti ibunya sendiri.

~(^A^)~

Sekarang di kapal Sunny-Go

Malam gelap dan sunyi, laut tanpa ombak, kerlipan cahaya bulan yang dipantulkan oleh air laut membuat suasana malam di Amazon Lily begitu tenang dan damai namun suasana tersebut sangat kontras dengan suasana di sebuah kapal yang sedang berlabuh di pulau itu begitu ramai dan hidup.

"Hyaaaa~!" Seorang pria berambut pirang menari-nari riang gembira di atas kapal yang dikerumuni oleh banyak wanita.

"Aku di pulau wanita~ Kyahahaha~ "Ujarnya menggelinjang senang beberapa tetes darah keluar dari hidungnya dan matanya berbentuk hati, sang pria sedang dalam full ero-mode.

"Tambah satu gelas lagi! " Perintah pria berambut hijau menyodorkan gelas sake berbahan kayunya ke wanita yang membawakan sake.

"Oi! Jangan sentuh pedang ku! " Ucap pria itu dengan kasar ketika seseorang memegang pedangnya.

"Shitty Marimo! Beraninya kau membentak prajurit bak dewi dari pulau ini! " Bela pria pirang beralis spiral pada kawan pecinta sakenya.

"Ada masalah, Alis kriting? " Balas pria berambut hijau lumut itu menantang.

"Sepertinya memang aku harus memberi pelajaran padamu, Marimo. " Ujarnya tenang sambil membuang asap rokok menaikan kaki kanannya yang merupakan senjata pamungkasnya.

"Oo… Silahkan saja, tetapi sebelum itu biar aku menghajarmu terlebih dahulu. " Balas pria hijau mengambil pedang-pedangnya bersiap untuk bertarung dengan rekannya dan juga musuh bebuyutannya.

Slash

Trang

Duak

Slash

Suara pertarunganpun mengisi suasana di kapal Sunny-Go yang sudah dipenuhi manusia.

Disi lain kapal yang keadaannya lebih tenang. Seorang…. Um mungkin seonggok tengkorak sedang menikmati dirinya di kerumuni kaum hawa disekitarnya. Mereka sungguh penasaran dengan sosok tengkorak hidup yang bisa berbicara itu.

"Yohohoho~ Maukah kalian memperlihatkan celana dalam kalian padaku? " Tanyanya dengan sopan tentunya menanyakan hal yang tidak sopan.

BLETAK!

"Berhentilah menanyakan celana dalam pada setiap wanita muda, Brook! " Bentak wanita berambut oranye dengan wajah sangarnya.

"Yohohoho~ Nami-san cemburu karena tidak muda lagi. Baiklah agar tidak cemburu lagi, maukah kau memperlihatkan celana dalammu padaku, Nami-san? "

BLETAK

BLETAK

BLETAK

Pertanyaan itupun dibalas dengan triple jitakan keras dari wanita berambut oranye yang bernama Nami.

"Aku lupa tidak seharusnya aku mengingatkan umur pada seorang wanita yang lanjut usia. yohoho " Ujarnya dengan suara gemetaran tubuhnya terkulai di lantai dan kepalanya terdapat 4 tingkat benjolan merah akibat serangan Nami.

BLETAK

"Sekali lagi kau mengatakan umur akan kubunuh kau! " Ancam Nami kasar mengangkat tubuh Brook sang tengkorak melalui kerah bajunya. Aura hitam yang membunuh menguar seakan ancaman itu nyata.

"J-jangan aku tidak mau mati, Nami-san. " Ujar Brook ketakutan.

"Ah…. Aku kan sudah mati. Yohohohoho~ " Brook kembali bersenda gurau walau kepala tengkoraknya sudah dipenuhi benjolan.

"Apa kau pikir dengan mengatakan aku manis, aku akan senang? Dasar bodoh~!" Ujar seekor rusa mini dengan tarian malu-malu tsunderenya. Ia mendapat banyak pujian dari penduduk Amazon lily karena keimutannya. Tak jarang dari mereka menyubit pipi rusa itu.

"SUPEEER….! " Seorang pria berambut biru menekan hidung besinya selama 3 detik dan kepala yang tadinya pitak kini menyembul rambut biru bergaya kribo.

"KRIBO! Bagaimana keren kan!? " Lanjutnya berkacak pinggang bangga terhadap gaya rambut yang dipakainya.

Prok

Prok

Prok

Para penduduk Amazon Lily bertepuk tangan atas pertunjukan yang dilihatnya, mereka semua terlihat antusias, tidak pernah sekalipun mereka melihat seseorang mengganti gaya rambut dalam 3 detik saja.

Dan disisi lain seorang pria berhidung panjang sibuk menceritakan cerita hebat karangannya dan menjadikan dirinya tokoh utama dalam cerita tersebut, para pendengar hanya berdecak kagum. Dan seorang wanita berambut hitam sibuk mewawancari penduduk sekitar tentang sejarah Amazon Lily.

Kru bajak laut Topi jerami sangat menikmati waktu mereka di pulau Amazon Lily bersama penduduk yang semuanya berjenis kelamin perempuan, dan tanpa mereka sadari seorang anak mengendap-ngendap masuk menyusup ke dalam kapal.

(~`_`)~

"Hancock! Terimakasih atas jamuannya, mereka semua sekarang tau cara berpesta! Nyahaha~ " Ujar Luffy gembira di penghujung pertemuannya dengan ratu bajak laut yang kini memasang wajah sedihnya. Memang Luffy merencakan untuk menginap satu malam saja di pulau Lily, kini pria itu sedang berada di pelabuhan Amazon Lily berkumpul kembali bersama kru bajak lautnya di kapal Sunny Go.

"Luffy, apa kau yakin tidak membawa apapun dari kami? Makanan atau pakaian. " Tanya Hancock khawatir.

"Tidak perlu, sekarang aku membawa nakama dan kapalku jadi kau tidak usah khawatir. Aku baik-baik saja! " Tegas Luffy sedikit tersentuh dengan kekhawatiran wanita di hadapannya. Hancock tersenyum pilu karena ini akan menjadi percakapan terakhir dari pertemuan mereka.

"Hancock, " Panggil Luffy, tangan kanannya memegang erat bahu putih Hancock, membuat wanita itu terperanjat, kehangatan tangan Luffy menjalar ke kulitnya sehingga ia gelagapan karena gugup.

"Jika terjadi sesuatu atau kau sedang dalam masalah, jangan ragu-ragu untuk memanggilku, aku pasti akan datang membantumu . Mengerti? "Seru Luffy dengan wajah serius, ia menatap tegas ke arah wanita yang kini disentuhnya. Sekarang dialah yang khawatir pada Ratu bajak laut tersebut, karena sekarang gelar jabatannya sebagai shichibukai sedang terancam. Memungkinkan Angkatan Laut untuk menyerang Amazon Lily suatu saat nanti.

"Um. " Angguk Hancock senang, hatinya berbunga mengetahui bahwa Luffy, sang Raja Bajak Laut tengah mengkhawatirkan dirinya. Dan penduduknya tentu saja.

"Baiklah, aku pergi dulu. Jaga dirimu, Hancock. "Luffy berbalik badan lalu mengenakan topi jerami, Hancock sedikit terhenyak melihat punggung Luffy yang kini terlihat gagah dan tubuhnya yang lebih besar darinya. Entah mengapa perasaan nyaman dan aman menyelimuti relung hatinya mengetahui sosok gagah dan kuat itu berada di pihaknya.

"Kau juga Luffy, Jaga dirimu. " Sahut Hancock melambaikan tangannya menandakan perpisahan.

Kru Bajak laut topi jerami pun melambaikan tangan berpisah dengan penduduk Amazon Lily setelah bersenang-senang semalam penuh. Mereka sungguh mengapresiasi kehangatan sambutan penduduk disana.

Sementara para pendudukpun sedikit merasa kehilangan karena kini mereka tak bisa lagi melihat keunikan dari kru bajak laut topi jerami tersebut. Mereka benar-benar terhibur dengan kehadiran mereka. Sungguh disayangkan mereka harus meninggalkan pulau perempuan itu.

(^.^)/

3 hari sudah bajak laut Topi Jerami berlayar di laut lepas semenjak mereka meninggalkan pulau Amazon Lily, sekarang mereka menuju pulau dimana Portgas D Ace dimakamkan. Luffy ingin mengunjungi makam kakaknya menyampaikan suka duka menjadi Raja Bajak Laut, mengatakan padanya bahwa kini ia telah mewujudkan impiannya.

Malam terasa begitu panjang bagi salah satu seorang kru bajak laut topi jerami, ia bertugas untuk menjaga keamanan saat malam tiba. Pria berambut hijau itu menguap lebar akibat rasa kantuk yang terus melanda. Ia pun bergegas ke dapur membuat secangkir kopi panas untuk menghilangkan suntuknya.

Saat ia sampai di dapur ia mengambil sebuah cangkir di rak gelas, lalu ia menyalakan mesin coffee maker,di dalamnya sudah terdapat kopi yang telah dibuatkan oleh sang koki mugiwara yang di peruntukan untuk penjaga malam setiap harinya. Pria berambut hijau itu mengetuk-ngetukan jarinya menunggu kopinya panas. Sementara itu ia mendengar suara kunyahan dari arah kulkas.

Pria itu menaikan alis sebelahnya, terlihat sedikit rambut hitam menyembul dari kulkas disampingnya. Terdengar dari suara kunyahan rakus itu, kaptennya itu benar-benar seperti orang kelaparan padahal baru beberapa jam lalu ia makan malam.

"Luffy, sekarang siapa lagi yang memberitahumu password kulkas, huh? " Tanya pria bermata satu itu mengingat betapa ketatnya koki itu menjaga agar kulkas aman dari serangan anggota yang rakus, yah seperti kaptennya ini. Namun selang beberapa detik setelah pria hijau itu menegur suara kunyahan itu kini berhenti tergantikan oleh suara tegukan kasar.

Pria hijau itu menunggu sebuah jawaban namun tak kunjung datang, ia pun menghampiri kulkas itu. Tampak sebuah punggung yang telanjang milik sang pelaku pencurian makanan dari kulkas. Rambut hitamnya tampak liar dan berantakan seperti sang kapten biasanya, namun tubuhnya kurus dan kecil "Luffy, kau terlihat aneh, kenapa kau tidak memakai baju? " Tanyanya lagi.

Sosok yang tepat berada di kulkas itu berdiri membalikan tubuhnya, "Ahaha paman Zoro, kan? " Tanya sosok itu takut-takut.

"Aku hanya meminta sedikit makanan saja kok. Eheheh " Lanjut sosok itu dengan cengiran gugupnya sambil menggaruk pipi kanannya yang tidak gatal.

"Hoo…. Kau bukan Luffy toh, pantas dipanggil tidak menyahut. " Balas Zoro memandang tenang ke arah sosok yang mempunyai tubuh jauh lebih kecil darinya. Ternyata sosok itu bukanlah kaptennya melainkan hanya seorang bocah kecil.

Kakinya kembali melangkah ke meja dapur dimana kopinya sedang di panaskan telah jadi, ia menuangkan kopi dalam cangkir menyebabkan kepulan-kepulan asap keluar dari coffee makernya.

Bocah itu baru akan melangkahkan kakinya pergi dari situ namun tiba-tiba sebuah pedang tajam tepat di depan matanya. Kilauan pedang itu terlihat jelas di matanya memberi sinyal bahaya ke otaknya, tubuhnya langsung kaku menyadari betapa tajam pedang itu.

"Kau siapa, Bocah? " Tanya Zoro lagi, sambil menghirup kopinya santai seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Anak itu dengan hati-hati menyeret pandangannya ke pria yang mengacungkan pedangnya dari samping. Aura mengancam dan membunuh menguar dari tubuh pria itu walaupun ia tampak santai meminum kopi di cangkirnya.

"A-aku hanya seorang bocah yang sedang menyusup bersama temanku. " Jawabnya jujur, ia membatin agar dugaannya benar bahwa pria di depannya bukanlah orang jahat yang tega membunuh anak kecil.

"Hm… kau anak yang jujur juga ya. Jadi dimana temanmu yang lain, huh? " Tanya Zoro mengintrogasi, tatapannya tajam mengarah ke bocah itu.

"Um… dia ada di belakangmu. Hihi. " Sedetik setelah cengiran bocah itu, seekor ular menggigit lengan Zoro yang sedang memegang cangkir, Zoro tersentak kaget oleh serangan dadakan yang ia dapatkan mengakibatkan kopi panasnya tumpah tepat di kaki telanjangnya.

'PUANAAAASSSS!' Batinnya berteriak kesakitan namun wajah yang di perlihatkan datar tidak mau terlihat lemah sedikitpun akibat serangan bocah sialan di depannya.

"Moja! Cepat lari dari situ! " Perintah bocah itu segera menghindari pedang yang mengarah di wajahnya tadi. Tanpa menunggu lama, ular itu melepaskan gigitannya setelah memastikan bahwa majikannya telah lepas dari cengkraman musuh.

Zoro menaruh cangkir yang kini telah kosong dengan tenang namun terlihat urat-urat memenuhi jidatnya menandakan amarah tiada tara yang terpendam.

'Uh Oh! Dia murka! " Batin anak itu.

Dalam sepersekian detik ular yang tadinya mau melarikan diri tertebas oleh tebasan kasat mata, bahkan bocah itu tak tau kapan pria di depannya mengangkat pedangnya. Kini ular itu tak sadarkan diri tergeletak di lantai.

"MOJA! " Teriak bocah itu mengkhawatirkan ular tak berdaya di depan matanya.

Ia menatap penuh amarah ke pria yang lebih besar di hadapannya. Tak ada sedikitpun rasa gentar dan takut, yang ada dipikirannya saat ini adalah menyelamatkan Moja. "Beraninya kau melukai Moja! Yang boleh melukai Moja hanya aku seorang !" Teriaknya marah. Tak pernah sekalipun ia pernah melihat Moja terluka oleh orang lain selain dirinya sendiri, ia tak terima jika Moja mati begitu saja.

"Oh, sekarang siapa yang pantas marah disini? Kau atau aku? " Ujar Zoro tenang sama sekali tak terpengaruh oleh gertakan sang bocah. Ia menghisap darah yang keluar di lengannya akibat gigitan ular tadi lalu membuangnya di westafel.

"Apa ini ular beracun? " Tanya Zoro pelan.

"Iya! Bisanya sangat beracun dan sekarang sedang menjalar ke seluruh tubuhmu yang artinya sebentar lagi kau akan mati, kau pantas mendapatkannya! " Balas bocah itu kasar.

"Kalau begitu, aku akan membunuh ular ini dan kau sebelum itu terjadi. " Ujar Zoro menyeringai menodong pedangnya ke arah bocah dan ular yang tak sadarkan diri di dekatnya.

"Tapi pertama-tama aku akan membunuh ular sialan ini terlebih dulu. " Lanjutnya dengan nada dingin.

Zoro mengangkat pedangnya bersiap untuk menebas ular di dekatnya. Sementara bocah itu menggeretak giginya marah.

"Tak akan kubiarkan kau! " Ia berteriak setengah hidup berlari cepat menuju ular kesayangannya.

TRANG

TRAK

TRAK

Suara benturan besi terdengar, bocah itu berhasil menyelamatkan ular itu dengan tangan kosongnya yang kini mengeras bagaikan logam menahan gerakan pedang dan menciptakan api-api kecil di titik pertemuan antara tangan besinya dan pedang musuh.

"bocah pengguna Haki? Menarik juga. " Ujar Zoro menyeringai menambah tenaga pada pedangnya. Anak sekecil itu menggunakan Haki Busoshoku untuk melindungi dirinya dari pedang tajam.

Bocah itu menggertakan giginya tak kuasa menahan tekanan yang di berikan pria besar dihadapannya, lantas ia memiringkan tangan besinya ke kiri menyebab pedang itu turun jatuh menusuk lantai. Tak mau membuang kesempatan ia membawa ularnya dan berlari sejauh mungkin dari samurai yang mengancam hidupnya.

Zoro menarik pedangnya yang tertancap di lantai dengan mudah. "Hei bocah penyusup karena ulahmu ini aku akan kena marah oleh tukang kapal kami " Ujarnya enteng mereferensikan pada lantai yang kini bolong, tergores dalam akibat tusukan pedangnya.

"Aku tidak peduli! Seharusnya kau lebih mengkhawatirkan nyawamu sekarang dibandingkan tukang kapalmu, brengsek! " Balas sang bocah itu kasar, nafasnya tak teratur karena adrenalinnya benar-benar terpacu, tak pernah sekalipun ia melawan musuh sekuat pria di depannya.

"Kau benar juga. Baiklah, kau sendiri yang memintanya bocah, aku akan membunuhmu sekarang juga. "

"Zoro ada apa ribut-ribut? " tiba-tiba di balik pintu muncul seorang wanita berambut oranye, suaranya serak menandakan bahwa wanita itu baru bangun dari tidurnya dan ia juga dalam kondisi setengah sadar. Matanya tertuju ke arah bocah yang memojok di tembok seperti seekor tikus yang terperangkap dalam jebakan dengan Zoro mengacungkan pedangnya ke arah bocah itu.

"Kau sedang apa Zoro? Dan siapa anak itu? Anakmu kah? " Tanyanya asal.

"Bukanlah, bodoh. Dia ini penyusup, aku akan membunuhnya sekarang, jadi jangan ganggu aku, Nami. " Balas Zoro kesal.

"Baiklah, lanjutkan-lanjutkan. " Ujar wanita itu meng-iya-kan permintaan Zoro. Ia kembali menguap dan mengucek-ngucek matanya.

Zoro menghela nafas dan menggumam "Mengganggu saja. " Lalu kembali mengangkat pedangnya bersiap menebas bocah di depannya.

"TUNGGU. "tiba-tiba wanita bernama Nami itu berada tepat diwajah Zoro, menghalanginya untuk menebas anak itu dengan pedangnya.

"Apalagi sekarang? " Tanya Zoro kesal.

"Apa yang kau lakukan dengan pedang itu, " Nami menunjuk-nunjuk pedang yang di pegang Zoro.

"Dan Anak ini? " Lanjutnya menunjuk bocah di belakangnya.

"Aku akan membunuhnya. " Jawab Zoro enteng.

"Kenapa harus membunuhnya? Dia kan hanya menyusup saja. "

"Lihat ini. " Zoro menunjukan lengan bekas gigitan ular.

"Sebentar lagi aku akan mati akibat bisa ular milik bocah itu. Sebelum itu terjadi aku akan membunuh bocah itu. Nyawa harus dibayar dengan nyawa. Jangan menghalangiku, Nami " Ucap Zoro tegas menyingkirkan tubuh Nami dari hadapannya.

Tentu saja Nami tak kan membiarkan rekannya begitu saja membunuh anak kecil di depan matanya, ia mengangkat lengannya dan menarik kerah Zoro menyebabkan pria itu jalan di tempat. Zoro menoleh kebelakang kasar menatap kesal ke arah rekan wanitanya.

"Sudah kubilang jangan halangi aku. " Tegas pria itu. Nami tampak berpikir lalu menginspeksi Zoro dengan seksama dari ujung kepala sampai ujung kaki. Zoro menaikan alis sebelahnya tak tau apa yang sedang dilakukan wanita dihadapannya.

"Zoro apa kau merasa pusing atau mual? " Tanya Nami.

"Tidak. "

"Apa pandanganmu berkunang-kunang? "

"Tidak. "

"Apa kau berkeringat dingin? "

"Tidak. "

"Dan yang terakhir apa kau merasa sakit jika ku sentuh bagian ini. " Tanya Nami menusuk-nusukan jarinya ke bekas gigitan ular di lengan Zoro, taka da tanda memar atau bengkak akibat racun ular berbisa.

"Tidak. " Jawab Zoro singkat.

"Itu artinya? " Tanya Nami meminta rekan bodohnya itu untuk berpikir.

Zoro terdiam masih dalam proses berpikir. Otaknya yang lemot membutuhkan beberapa waktu untuk bekerja dengan benar. Jadi jangan heran kalau pria ini susah membedakan arah sehingga menyebabkan dirinya sering kesasar.

"Kau tidak akan mati, kau sama sekali tidak dalam kondisi kritis dengan kata lain ular itu tidak berbisa " Ujar Nami berkacak pinggang.

"Anak ini membohongimu Zoro. " Lanjut Nami menunjukan jarinya pada anak yang sudah tidak ada di tempatnya.

"Lho? Kemana anak itu? " Tanya Nami cengok.

"Kabur. " Jawab Zoro singkat.

"Kenapa kau diam saja dia kabur?!"

"Kau menghalangiku. "

"Argh! Dasar bodoh! " Ucap Nami penuh dengan kefrustasian.

"Ayo kita tangkap dia. " Lanjut Nami bergegas mencari anak yang hilang itu.

Namun sebelum mereka mencari bocah itu, kru-kru lain mulai berdatangan ke dapur dimana suara gaduh berasal. Seorang pria berambut pirang muncul dari daun pintu lalu disusul oleh rusa mini dan pria berambut.

"Oi oi Marimo kau membuat kegaduhan dan membuatku terbangun seperti ini. " Ujar pria berambut pirang itu dingin menyinyir rekan hijaunya. "Uwah Nami-Chwaan~ kenapa kau ada di dapur? Apa kau lapar? Kau ingin kubuatkan sesuatu? " Tanya pria itu ramah tamah berbeda 180 derajat dari cara ia memperlakukan rekan atau musuh bebuyutannya bernama Zoro.

"Zoro, ada apa? kenapa gaduh sekali? " Tanya seekor mini dengan suara lucu dan juga serak akibat bangun tidur. Ia mengucek-ngucek matanya bertanda bahwa dirinya masih mengantuk. Di sampingnya pria berhidung panjang hanya mengangguk-ngangguk setuju dengan ucapan rusa mini itu.

"Aa, maaf mengganggu tidur nyenyak kalian. Tadi ada tikus penyusup masuk kapal ini. " Lapor Zoro datar menyilangkan tangannya di dada.

"Sekarang dimana dia? " Tanya Pria pirang bernama Sanji.

"Entah, yang jelas dia pasti ada di dalam kapal ini. Kita bisa menangkapnya kapan saja. " Jelas Zoro santai.

"Maksud kalian tikus ini. " Seorang pria berbadan besar yang hanya mengenakan celana dalam hitam muncul dari balik pintu.

"Lepaskan! Lepaskan aku! " Seru seorang bocah di tangan pria besar itu memberontak ingin dilepaskan.

"Oh, tertangkap juga kau tikus " Ujar Zoro mendekati anak itu.

"Ikat dia " Lanjutnya memerintah.

.

.

.

"Lepaskan! Lepaskan aku! Aku bilang lepaskan aku! " Teriak bocah itu meronta-ronta di dalam ikatannya. Ularnya juga di rekatkan dalam ikatannya.

"Siapa kau bocah? " Tanya Zoro tak sabaran. Namun sang bocah malah diam merapatkan mulutnya sambil membuang muka seolah tak sudi berbicara dengan pria hijau itu.

"Kenapa kau tidak mau jawab, hah? " Tanya Zoro dengan nada mengancam. Ia mengangkat wajah anak itu dengan sarung pedangnya.

"Maaf saja… "

"Aku tidak bicara dengan lumut. " Jawab bocah itu membuang pandangannya dari Zoro.

Zoro menggertak giginya kesal. "Apa kau bilang bocah tengik?"

"Gyahahahahaha " Di belakang terdengar suara tawa terbahak dari rekan beralis kritingnya.

"Maaf saja… aku tidak berbicara dengan lumut. " Ujarnya serius menirukan gaya bicara bocah yang tertawan itu. Meledek rekannya yang berambut hijau.

"Gyahahahha, Ucapan yang bagus sekali nak! " Lanjutnya mengacungkan jempol sambil memegang perutnya yang sakit akibat tertawa berlebihan.

Celetukan Sanji membuat Zoro semakin kesal. "Kau mau ribut alis kriting? " Tantang Zoro mengajak ribut.

"Hnnngh…. " Suara lenguhan terdengar dari balik pintu perhatian kru mugiwara pun teralihkan oleh suara itu. Sosok itu berjalan lunglai.

"Kalian… Sedang apa di dapur " Tanyanya setengah sadar, matanya masih menutup menandakan dia masih sangat mengantuk.

"Jangan-jangan kalian… " Matanya yang tadi sayu kini terbuka lebar. " Makan-makan di belakangku, ya kan? " Tanyanya dengan curiga. Tetapi setelah di teliti tak ada satupun makanan di meja melainkan seorang bocah kecil menggeliat meronta-ronta di sana.

"He? Lucky Hammock kah? " Tanyanya setelah beberapa detik memandang wajah yang familiar tersebut.

To be Continued

Ugyaaaa 5k words~~! Baru pertama kali ochi bikin chapter sepanjang ini. Moga ni fic bisa ampe kelar n tamat. Untuk kalian semua yang sudah membaca dan mereview di chapter sebelumnya Ochi ucapkan terimakasih. Arigatou!

Dan tentu aja Ochi minta review kalian di chapter ini. Apa pendapat kalian tentang chapter ini? Membosankan kah? Menarikah? Atau gaje kah? Semoga feel kru SHP-nya berasa xD

Mohon feedbacknya

Arigatou~!