A Year of Memories
Rated M, boyxboy
Romance, angst, comedy.
Special For HunHan Indonesia Giveaway
.
.
.
Sehun memainkan makanannya sambil tersenyum-senyum seperti seorang idiot. Ia sama sekali tak menyadari tatapan dari kakak dan ayahnya yang terheran-heran dengan tingkahnya yang sama sekali tak biasa itu. Ini bahkan pertama kalinya bagi mereka melihat sehun tersenyum seperti itu. Bagaimana tidak? Ada banyak kupu-kupu yang menggelitiki perutnya saat ini, terutama bayangan luhan ketika mencium pipinya tadi terus terbayang-bayang di benaknya.
"Kau tersenyum"suara tegas tuan oh terdengar, memecah lamunan sehun.
Sehun tersentak dan menatap ayahnya sedikit takut "ahh itu hanya... hmmpp"sehun tak bisa menahan tawanya karena perutnya terasa tergelitik, dan ruangan itu dipenuhi suara sehun yang sibuk tertawa kecil.
Jumyeon menatap sehun heran "ada apa? Kau sudah gila atau bagaimana?"
"Tidak apa-apa hyung"jawab sehun sembari memasukkan segumpal nasi kedalam mulutnya. Hyung? Ini pertama kalinya jumyeon mendengar sehun memanggilnya hyung.
Tuan oh berdehem "setidaknya seperti ini kau tidak terlihat seperti monster."
Sehun terdiam mendengar kata-kata monster yang terlontar dari mulut ayahnya. Dengan begitu, artinya ayah sehun mengakui secara tidak langsung bahwa dirinya menganggap anaknya sendiri itu monster. Sehun tersenyum kecut, suasana hatinya yang tadi berbunga kini kembali mendung. Ia tak berniat lagi memakan makanannya. Semuanya tiba-tiba terasa pahit.
Sehun bangkit dari duduknya, lalu membungkukkan badannya sekilas dan berlalu meninggalkan meja makan yang besar namun terlihat kosong itu. Tidak ada aura kekeluargaan sama sekali disana.
Sehun terdiam menatap langit-langit kamarnya, mengangkat jemarinya mencoba menggapai langit-langit itu. Bahkan kamarnya yang seharusnya menjadi tempat paling nyamannya, sama sekali tak terasa nyaman. Ada sesuatu yang membuatnya kesal jika berada di rumah, ia takut sewaktu-waktu ia kehilangan kendali, dan keinginan membunuhnya keluar tanpa henti.
Selama ini sehun selalu menahan dirinya untuk membunuh. Karena dia ingin menjadi manusia. Dia ingin hidup sebagai manusia dan di pandang sebagai manusia. Ia juga iri melihat anak-anak remaja yang berkencan, berteman dan tertawa bersama. Tapi apapun yang di lakukan sehun, ia tidak bisa merasakan apapun.
Kecuali
Setelah bertemu dengannya.
Hembusan nafas sehun terdengar teratur, suara dentingan jam menjadi irama yang membosankan dan sama sekali tak enak di dengar. Rasanya seperti sedang menghitung mundur sesuatu. Sesuatu yang mengganggu hati.
Sehun menutup matanya perlahan dan terlelap.
.
.
.
"Ahhh sehunniehh!" Sehun memasukkan bagian dirinya kedalam luhan, luhan menjerit kesakitan sekaligus merasakan nikmat yang luar biasa.
Luhan mencakar punggung sehun, menggambarkan bagaimana nikmatnya ketika kejantanan sehun memasuki dirinya. Sehun mulai menggerakkan dirinya mundur dan maju seiring dengan desahan yang terus terlontar dari mulut luhan.
"Ahhh ahhh sehunnnhh"erangan yang memanggil-manggil nama sehun itu bergema dari ruangan gelap yang di temani cahaya bulan yang remang-remang itu.
Suara ranjang ikut berderit beriringan dengan gerakan sehun yang membuat luhan meremas sprei dan menyebutkan nama sehun dengan erotis. "Ahhhh anghhhh sehun lebih cepathhh"
Sehun menyeringai, ia menatap luhan penuh kelaparan dan mulai meciumi, bahkan menggigiti dada rusa kecil itu. Membuat si empunya dada mengerang nikmat dan meminta lebih.
"Sehunnnnhhh!"luhan memeluk sehun dengan erat bersamaan dengan keluarnya cairan putih dari persatuan mereka.
"Hhhh hhhh" nafas keduanya terdengar menderu mengisi ruangan yang menjadi hening. Sehun tersenyum menatap luhan yang terlihat lelah dan wajahnya yang penuh peluh itu.
"Sehun~"panggil luhan lirih, air mata keluar dari ekor matanya.
"Luhan? Lu? Ada apa? Mengapa?"
"Luhan?"
"Luhan!"
Sehun sontak terbangun dari tidur dan terduduk di atas tempat tidur. Nafasnya menderu dan peluh membasahi wajahnya. Ia melirik jam yang berdiri menganggur di atas nakas samping tempat tidurnya yang menunjukkan pukul 3 pagi.
Sehun merasakan sesuatu yang basah di balik selimutnya. Ia kemudian menyingkap selimutnya dan menemukan celananya basah oleh cairan putih.
"Aishh sialan"desisnya kesal. Ia bangkit dari tidurnya menuju kamar mandi lalu melepas celananya.
Jam tidur oh sehun harus tersita karena jam 3 pagi itu sehun harus mencuci celana dalamnya.
.
.
.
Sehun terdiam di depan gedung sekolah dengan backpack yang masih menempel di punggungnya dan kedua tangannya yang setia berada di dalam kantong celananya. Matanya terarah pada gedung tempat tinggal luhan. Apakah ia sudah bangun? Atau jangan-jangan dia sudah di kelas? Jantung sehun berpacu dua kali lipat dari biasanya. Karena mimpi semalam, pikirannya menjadi kacau dan ketika teringat pipinya akan merona seperti tomat.
Ia tidak tau apakah ia mampu menghadapi luhan hari ini. Yang ia tahu, jantungnya bersikap tak tenang sejak mimpinya semalam. "Sehunnieeeeeeee!"suara yang tak asing itu terdengar menembus telinga sehun, sontak jantung sehun semakin berdetak kencang menggema ke seluruh tubuhnya dan membuat darahnya mengalir dengan cepat.
Sehun menoleh, dan tersenyum canggung sembari melambaikan tangannya. Dari ujung sana terlihat seekor rusa manis yang tersenyum manis berlari ke arahnya sambil melambaikan tangannya pada sehun.
"Sehunnieee!"teriaknya lagi menciptakan kehebohan di tengah taman sekolah pagi itu.
Bruk. Luhan terjatuh karena kecerobohannya sendiri, ia jatuh terlungkup yang menurutnya itu sama sekali bukan posisi yang elit. Sehun terlihat terkejut dan khawatir lalu segera melesat menghampiri luhan.
"Kau tidak apa-apa?"raut wajah sehun terlihat begitu khawatir, ia membantu luhan bangun dari posisinya. Lalu sibuk melihat tubuh luhan, dan membersihkan tangannya yang kotor dan sedikit tergores.
"Kau gila?! Kau harusnya berhati-hati!"bentak sehun, ia mendongak dan mendapati luhan dengan mata berkaca-kaca yang siap menangis.
"Hiks sakit hiks tanganku sakit, kakiku juga sakit hueeeee hiks sehunnieeeee"luhan mulai menangis, jika sudah begini sehun tak tahu harus melakukan apa.
"Sini kulihat kakimu" luhan menurut dan segera melonjorkan kakinya.
"Ahh sakit sehunniee"mendengar luhan yang merengek dengan nada sedikit errr erotis itu sungguh membuat sehun kehilangan pikirannya.
"Ahh! Sehun sakit!"luhan menepuk bahu sehun, karena tangan sehun yang menekan kakinya terlalu kuat. Sehun tersentak dan terbangun dari lamunannya.
"Ma-maafkan aku"gugup sehun. "Ahhh dasar kau ini ceroboh, sebaiknya hari ini kau tinggal di klinik sekolah saja"
"Tidak mau! Aku mau bersama sehun!"rengek luhan.
Sehun terkekeh lalu mengelus kepala luhan sayang "aku akan meminta izin hari ini, dan menemanimu, ayo naik"sehun menawarkan punggungnya pada luhan.
Luhan tersenyum lalu segera menaiki punggung sehun. Jantung sehun tiba-tiba kembali berdetak kencang, kulitnya dan kulit luhan kini sedang bersentuhan, terutama bagian bawah luhan yang kini menekan punggungnya. Detik-detik ini benar-benar membuatnya menelan ludah. Ini pertama kali baginya untuk mempunyai nafsu seperti ini. Ia menginginkan luhan, ia ingin mengecap kulit seputih susu itu, ia ingin menghisap bibir mungil itu dan menjilatnya. Ia ingin merasakan luhan, segalanya, segala sesuatu yang ada pada diri luhan.
.
.
.
Sehun membaringkan luhan di atas tempat tidur klinik sekolah.
"Sepertinya dokter klinik belum datang sepagi ini, kau istirahatlah disini, aku akan pergi meminta izin kepada wali kelas kita terlebih dahulu"sehun melangkah pergi, namun kakinya terhenti ketika ia merasakan jemari-jemari mungil tengah menggenggam pergelangan tangannya saat ini.
Ia menoleh dan mendapati luhan tengah mengerucutkan bibirnya "jangan kemana-kemana disini saja, kau bisa minta izin nanti. Bel sekolah masih lama, lagipula aku tidak yakin wali kelas akan datang sepagi ini"gerutu luhan setengah memohon.
Sehun terkekeh lalu menganggukkan kepalanya. Ia duduk di kursi samping tempat tidur sambil menatap luhan. Luhan balas menatapnya sambil tersenyum hangat, keduanya hanyut dalam pesona masing-masing. Mereka jatuh dan terjatuh lagi berulang kali.
Jemari luhan terangkat merasakan seberapa sempurnanya wajah sehun itu. Mulai dari pipi, dagu, mata, dan hidung. Ia meraba segala sesuatu yang ada di wajah sehun, dan sehun hanya diam menatap luhan mencoba menahan sesuatu. Namun, bibir itu benar-benar menggodanya, di tambah sekarang ini luhan sedang menjamahi wajahnya. Sentuhan kulit pria mungil itu benar-benar membuatnya terbangun.
Sehun mendekatkan wajahnya dengan wajah luhan dan menatapnya intens. Lama ia terdiam, kemudian tangannya yang kekar itu mendarat di pipi luhan, dan bibirnya ikut mendarat di bibir luhan dalam hitungan detik.
Keduanya terdiam dalam hening, luhan menatap sehun sedikit terkejut namun sangat menyukai apa yang baru saja terjadi. Sehun kembali menempelkan bibirnya pada bibir luhan dan mulai memagutnya, melumatnya lembut dan penuh cinta.
Tapi lama-kelamaan, rasa lapar yang di tahannya selama ini mulai menguap. Ia mulai melumat bibir luhan dengan kasar dan penuh tuntutan. Lidahnya mulai menelusup ke dalam mulut luhan dan mulai beradu pada lidah luhan. Luhan mengikuti alur pemainan sehun, mereka saling bertukar saliva dan saling melenguh satu sama lain.
Sehun masih sibuk menjilati isi mulut luhan dan tangannya mulai menelusup kedalam seragam luhan. Dengan nakalnya ia mencubit nipple luhan dan bermain-main disana. Entah dapat keberanian dari mana, sehun hanya mengikuti bagaimana instingnya bekerja.
"Eumhh"luhan melenguh, ada rasa nikmat yang menjalar dan menggetarkan hatinya ketika kasarnya kulit tangan sehun menjamahi putingnya.
Cklek. Mendengar pintu di buka, sontak keduanya menarik diri masing-masing, beruntung tempat tidur luhan ditutupi tirai. Keduanya saling menatap dengan nafas terengah, lalu tertawa kecil. Sehun tersenyum lalu mengacak rambut luhan lembut, dan keluar menemui dokter klinik.
Tak lama sehun keluar, dokter klinik membuka tirai dan mendapati luhan yang tengah memerah seperti tomat. "Mengapa kau begitu merah? Kau sedang demam?"dokter klinik menjamah kening luhan, dan suhu tubuhnya terasa baik-baik saja.
"Aku tidak apa-apa"jawab luhan sambil tersenyum, lalu melirik sehun yang sepertinya keluar klinik untuk pergi meminta izin bolos pelajaran.
"Aah"ringis luhan ketika dokter itu memeriksa kakinya. "Sepertinya hanya terkilir ringan, kau hanya perlu istirahat jika sakitnya bertambah pergilah ke rumah sakit" dokter tersebut lalu menutup tirai dan pergi meninggalkan luhan.
Luhan terdiam, suasana tiba-tiba menjadi hening. Ia dapat mendengar suara detak jantungnya yang berdetak kencang di dalam sana. Hatinya masih bergetar, dan perutnya penuh akan kupu-kupu yang menggelitik. Wajahnya kembali merona mengingat ciuman tadi yang terus terputar dalam otaknya.
Cklek. Pintu terdengar terbuka kembali. "Sehun?"panggil luhan, tirai terbuka dengan perlahan membuat luhan tak sabaran melihat siapa yang datang. Alih-alih ingin melihat wajah tampan sehun, yang di lihatnya hanya senyum lebar chanyeol yang bodoh namun terlihat manis.
Luhan menghembuskan nafasnya kecewa "ya! Haruskah kau memperlihatkannya sejelas itu?! Setidaknya senang sedikit bertemu denganku! Ketampanan ku jauh lebih tinggi dari dari sehun!"gerutu chanyeol, ia kemudian masuk dan duduk di samping tempat tidur, di belakangnya baekhyun dan kyungsoo sedang terkekeh melihat tingkah chanyeol.
"Luhan-ahh! Ya ampun lihat kakimu!"teriak baekhyun heboh sambil menepuk kaki luhan yang terkilir.
"Aaaa! Appo!"rintih luhan
"Upps hehe"baekhyun nyengir tak jelas karena tak sengaja menepuk kaki luhan. Baekhyun, lelaki imut itu memang terkenal konyol dan heboh, namun jangan meremehkan kehebatannya menyanyi, suaranya begitu merdu dan mampu membuat hatimu bergetar, larut dalam nada dan lirik yang dinyanyikannya.
"Hey hey kalian apakan luhan?"sehun bergegas masuk ketika mendengar ringisan dari luhan.
"Yaaa kami tidak membunuhnya tau, kau tidak perlu sekhawatir itu"gerutu chanyeol. Pria bertangan kekar itu memang suka menggerutu, namun senyuman bodoh yang manis itu serta permainan drum-nya yang terdengar seperti profesional itu cukup membuat beberapa gadis sekolah mengidolakannya.
"Kau ini seharusnya tidak ceroboh xi luhan, lihat betapa kaki mungilmu ini kini berwarna biru"celoteh kyungsoo khawatir, keyboardis satu itu memang keibuan, ia senang merawat dan memerhatikan satu-persatu anggota band, walaupun begitu namun terkadang celotehan darinya benar-benar mengganggu.
Sehun terkekeh melihat kebersamaan itu, bagaimana semua karakter yang berbeda dapat bersatu dan berteman seperti ini, ternyata manusia juga menakjubkan.
Semuanya menatap sehun yang sibuk tertawa sedari tadi.
"Ya! Kau tidak boleh tersenyum seperti itu!"teriak chanyeol.
Sehun menatap chanyeol sambil mengerutkan keningnya. "Jika kau tersenyum seperti itu, nanti fans-fans wanitaku malah beralih padamu!"gerutu chanyeol.
"Ya! Park chanyeol! Jadi kau suka wanita-wanita itu mengikutimu?! Kau menikmatinya huh?!"kali ini si pendek baekhyun yang heboh, ia memukuli tubuh chanyeol penuh rasa cemburu. Memang benar, keduanya adalah sepasang kekasih.
"Aww awww, bukan seperti itu baekhyun sayang awww!"rintih chanyeol.
"Ya ya ya"suara dokter klinik terdengar sedikit kesal. "Jika kalian ingin bolos pelajaran, silahkan saja. Tapi jangan membuat keributan"nada dokter terdengar malas, dokter yang satu itu benar-benar tidak peduli atas apa yang dilakukan siswa, toh ia hanya bertugas dalam hal kesehatan.
Semuanya terkikik dari balik tirai mencoba untuk tidak membuat keberisikan sebisa mungkin.
"Ayo kita pesan jajangmyeon saja"usul baekhyun berbisik.
"Kau yakin? Kalau ketahuan bagaimana? Lagipula darimana kita bisa mengambil pesanannya?"bisik luhan.
Baekhyun, dan chanyeol saling menatap dan tersenyum, sementara kyungsoo hanya memutar bola matanya.
.
.
.
"Jjang!"heboh baekhyun sambil menunjukkan bungkusan berisi 5 piring jajangmyeon.
Mata luhan berbinar "woaah, bagaimana bisa?"
Baekhyun tersenyum "tentu saja kami punya pintu rahasia"
semuanya sudah duduk, siap menyantap jajangmyeon mereka.
"Baek sayang, jangan makan seperti itu, bibirmu jadi hitam semua, bisa-bisa aku menciummu disini!"teriak chanyeol protes.
"Awww ya! Berhenti bermesraan disini, kalian membuatku ingin muntah!"protes kyungsoo sedikit sebal sekaligus iri.
"Ya! Kalau kau iri bilang saja, lagipula kenapa tak kau terima cinta dari anak dance berkulit hitam itu, eummm siapa namanya?"baekhyun mengerutkan kening mencoba mengingat sebuah nama.
"Jongin! Kim jongin!"teriak chanyeol.
Kyungsoo tersentak wajahnya tiba-tiba saja merona, "a-aku tidak suka dia!"
"Kyungsoo-a, wajahmu merah sebaiknya kau ke klinik"celetuk luhan dengan polosnya.
"Tidaaaak wajahku tidak meraaaaah!"teriak kyungsoo semakin memerah.
Semuanya terkikik melihat tingkah kyung soo yang malu-malu. Sehun yang sedari tadi diam menonton pecakapan mereka kini ikut tertawa. Ia menyukai saat-saat ini. Beginilah cara manusia berkomunikasi, bercanda dan tertawa bersama. Beginilah manusia hidup.
Atap sekolah yang hanya milik sehun itu kini ramai oleh anggota band. Semuanya menakjubkan, manusia menakjubkan. Sehun mengutuk dirinya, mengapa tidak dari dulu saja ia melakukan ini? Mengapa ia tidak melakukannya sebelum ada luhan? Setidaknya walaupun ayahnya menganggap sampah, ia ingin orang lain memandangnya sebagai manusia, bukan monster.
Disisi lain, luhan merasa bahagia sekaligus takut. Bukan karena bell, bukan karena si monster itu. Tapi karena sesuatu tentang ingatannya. Ia takut akan melupakan semuanya, ia lelah hidup tanpa ingatan.
Kumohon, jangan ambil ingatan ini.
"Ya! Selesai makan, ayo latihan. Kalian tahu kan minggu depan kita ada perjalanan sekolah"chanyeol mengunyah makanan.
"Tentu! Kita harus menampilkan yang terbaik di camp site nanti!"heboh baekhyun bersemangat.
"Apa aku boleh mengusulkan sesuatu?"suara berat itu terdengar, semuanya terdiam dan terpaku pada satu pandangan.
Oh sehun.
"K-ku pikir lagu kalian sangat membosankan untuk sebuah band. Lebih baik membawakan lagu yang lebih ceria."
"Tapi kita tak ada waktu untuk membuat lagu baru"kali ini kyungsoo yang bersuara.
Sehun berdehem menahan malu "s-sebenarnya aku punya lagu yang aku ciptakan semalam"
Anggota band terdiam menatap sehun yang memalingkan wajahnya, hanya ada suara kunyahan chanyeol yang sibuk memakan jajangmyeonnya.
.
.
.
Suasana sekolah yonsei pagi itu terlihat ramai. Para murid sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam bagasi sedangkan luhan sibuk mencari sehun, dia tidak perlu pusing-pusing memikirkan barang-barangnya toh dia punya pelayan yang akan mengurusnya.
"Apa yang kau lakukan? Ayo masuk bis, aku akan mengantarmu"suara kyungsoo terdengar, luhan tersenyum lalu mengangguk. Keduanya menuju bis secara bersamaan. Luhan melangkah masuk ke dalam bis sesekali menghembuskan nafasnya kecewa, sedari tadi sehun tidak kelihatan batang hidungnya.
"Luhan, itu sehun"tunjuk kyungsoo pada seorang pria yang duduk di salah satu kursi bis dengan earphone yang terpasang rapi di kedua telinganya.
Luhan menatap sehun dari belakang lalu tersenyum sumringah "seh-"belum sempat luhan meneriakkan nama sehun, para gadis berhamburan dari pintu depan berebut kursi di samping sehun, dan sepertinya seorang gadis beruntung dapat memiliki kursi tersebut.
Luhan menatap gadis itu tajam, aura kegelapannya tiba-tiba saja menguar. Ia lalu menatap kyungsoo tajam, membuat kyungsoo terdiam dan sedikit begetar.
"Hikss kyungsooo"rengek luhan dengan mata berkaca-kaca, sambil menunjuk-nunjuk sehun yang terlihat santai duduk bersama gadis itu.
Kyungsoo terdiam tak tahu harus apa, ia menepuk-nepuk punggung luhan mencoba menenangkannya, lalu mendudukannya di salah satu kursi dekat jendela. Kyungsoo tersenyum hangat "duduk tenanglah disini, nanti juga kau akan bisa menghabiskan waktu seharian dengannya, ok?"
Luhan mengangguk sedikit tak rela, kyungsoo tersenyum lalu mengacak lembut kepala luhan. Ia lalu berlalu pergi, karena kelasnya berada di bis lain. Luhan menatap sehun tak rela, terlebih lagi gadis itu sepertinya sangat bersenang-senang duduk di samping sehun.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, bis mulai berangkat. sehun berdiri dan memutar matanya mencari luhan di setiap sudut. Ia menemukan rusa manis itu di salah satu kursi sedang terkantuk-kantuk, dan kepalanya beberapa kali mendarat di kaca bis. Sehun terkekeh pelan melihat tingkah imut rusa kecil itu. Namun senyum di wajahnya tidak bertahan lama ketika kepala luhan beralih dan terjatuh pada bahu seorang pria yang duduk di sampingnya.
"Sialan"desis sehun, ia mengepal tangannya, lalu bergegas menghampiri luhan, tak memperdulikan gadis di sampingnya yang terlihat kecewa.
Pria di samping luhan yang sedari tadi tersenyum senyum terkejut mendapati tatapan tajam penuh aura kegelapan dari sehun yang tengah berdiri di hadapannya. Sehun menggerakkan kepalanya, tanda menyuruh pria itu untuk pindah. Pria itu menurut, sama sekali tak mengambil waktu lama karena tatapan sehun mampu membuatnya hampir mengompol.
Sehun menahan kepala luhan yang hampir terjatuh dengan tangannya. Ia duduk di samping luhan, lalu meletakkan kepala luhan di bahunya dan tersenyum senang. Melihat luhan yang tertidur pulas dari jarak sedekat ini benar-benar membuatnya gemas untuk menciumi setiap bagian dari wajah imut itu.
.
.
.
Luhan terbangun dari tidurnya, ia mengerjap-ngerjapkan matanya dan menemukan dirinya tinggal sendirian di bis, dan yang lainnya sudah turun sibuk mengurusi barang-barang mereka masing-masing. Luhan menggerutu pada dirinya sendiri, dan juga memarahi sehun dalam hatinya. Apa dia tidak sepeduli itu pada dirinya sampai-sampai pria itu tidak membangunkan luhan.
Luhan menguap sambil mengucak matanya, dan turun dari bis, menemukan sehun yang sibuk mengurusi barang-barang luhan di bagasi. Luhan tersenyum, ternyata sehun masih peduli padanya.
Luhan sibuk memerhatikan sehun, sampai akhirnya lamunannya terpecah ketika merasakan sesuatu yang lembut menggelitiki kakinya."kelinci!"teriak luhan sumringah.
Kelinci itu melesat pergi karena terkejut dengan suara luhan. Ia segera berlari mengikuti kelinci putih tersebut. Sementara siswa lainnya sudah sibuk berbaris dan melakukan absen. Sehun kembali ke dalam bis dan tak menemukan luhan disana, ia lalu kembali ke barisan dan memutar matanya mencari luhan di setiap barisan, namun ia tak menemukan luhan disana.
"Xi luhan!"seorang guru yang bertugas mengabsen memanggil nama luhan, namun tak ada yang menjawab.
"Luhan!"
"Luhan?"
"Saem!"teriak sehun, "luhan menghilang!"sehun terlihat panik dan khawatir.
.
.
.
Luhan terdiam di tengah padang rumput yang gelap dan sunyi. Ia kehilangan jejak kelinci dan kini menyadari ia sedang tersesat. Nafasnya mulai terdengar tak tenang, jantungnya berdetak kencang mencoba mengingat jalan yang tadi ia lewati.
"Baiklah luhan, kau jenius, pakai kejeniusanmu, tadi jalan mana yang kau pakai?"ia berkata pada dirinya sendiri, raut wajahnya mulai terlihat cemas.
Telinganya mulai mendengar suara-suara aneh di balik rerumputan. Tubuhnya mulai bergetar, ia sontak berjongkok dan menutup telinganya. Ia menutup matanya, dan mulai menangis. Detak jantungnya semakin cepat, ia bahkan tak mampu mengontrolnya lagi. Air mata terus mengaliri pipinya.
"Sehun... sehun"bibirnya terus memanggil nama sehun, namun suara aneh itu semakin mendekat.
dan tiba-tiba...
Hening.
Luhan menatap kelinci yang melompat dari rerumputan itu. Wajahnya datar, matanya yang bercahaya kini meredup.
Bell, ia bangkit.
Bell bangkit dari posisi jongkoknya dan menemukan dirinya di tengah padang rumput di temani seekor kelinci. Ia menghembuskan nafasnya malas, ia sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa luhan sedang tersesat. "mengapa kau selalu memanggilku saat kau kesusahan xi luhan? Akui saja kau membutuhkanku kan?"bell beralih menatap kelinci yang sepertinya tengah memandangnya.
Lama ia terdiam, lalu kakinya tergerak menenandang kelinci malang tersebut. Ia menginjak-nginjak kelinci itu dengan kejam dan tampangnya yang datar, sampai kelinci itu mengeluarkan darah dari dari mulutnya dan kehilangan nyawanya. "Ahh menyegarkan"bell menyeringai, lalu meninggalkan si kelinci yang sudah terkapar tak bernyawa.
Tak butuh waktu lama bagi bell untuk menemukan camp site. Sebenarnya jarak luhan tidak sejauh itu dari camp site, hanya saja luhan terlalu panik dan tidak bisa berpikir jernih. Bell memutar bola matanya malas "selamat datang di dunia yang membosankan ini, bell"ujarnya pada diri sendiri.
Bell melangkah ketika sebuah suara memanggilnya "luhan!"suara itu, suara yang tak asing seperti saat hari itu.
Bell menoleh dan mendapati sehun berada di ujung sana, dengan mata yang tajam. Jantung bell bergetar dan berdetak secara otomatis, bell menelan ludahnya. Ada rasa tak biasa ketika bell menatap pria tinggi itu. Ada perasaan tenang dan... senang?
Sehun melesat berlari menghampiri bell lalu menariknya dalam dekapannya dan menciumi kepalanya. Sehun memeluknya erat tanpa berkata-kata. Jantung bell bergetar, rasanya nyaman dan tenang, juga rasanya menyenangkan.
Sebelumnya bell benci skinship dan segala sesuatu yang berhubungan dengan sentuhan. Namun dengan sehun ia menyukainya, ini menyenangkan.
Bell diam-diam tertawa kecil, matanya berubah kembali menjadi mata kegelapan. Ada keserakahan atas tubuh luhan yang terselip di balik bola mata itu.
Ada keserakahan atas diri sehun.
TBC