Uwaaaah.... Akhirnya... Akhir tahun yang... **** (biiiiip).

Okay! Slanjutnya...

APA????!!! Uda lupa bagian awalnya??!!

Baca lagi dari awal sana!!!


Aku Datang Untukmu

Chapt III

Sakura menghidupkan showernya dan membiarkan air hangat membasahi kepalanya, kemudian dia menjangkau shamponya, menuangkannya di telapak tangannya lalu mengusapkannya di kepalanya sambil menggertakkan gigi dan memejamkan matanya rapat-rapat. Dadanya terasa nyeri lagi, lebih sakit dari biasanya. Itachi di luar yang menghadap ke jendela hanya menutup matanya, mencoba mengusir wajah Sakura yang menahan sakit yang terlihat di kepalanya. Waktunya tidak banyak dan bukan ini yang diinginkannya. Walau bagaimanapun dia sudah melakukan satu hal yang benar. Yang terbaik yang bisa dilakukannya setidaknya. Saat dimana dia mampu menyentuh Sakura adalah saat tubuhnya sepenuhnya berubah menjadi manusia, dan dia bukan lagi seorang dewa kematian yang hidup dalam keabadian. Itulah bayaran yang diterimanya saat dia memutuskan untuk bersama Sakura di saat-saat terakhirnya.

Pintu kamar mandi terbuka dan Sakura muncul sambil mengusap kepalanya dengan handuk menatap Itachi yang berdiri di depan jendela, perlahan Itachi memalingkan wajahnya dan menatap Sakura membuat wajah Sakura merah padam dan otomatis menahan nafasnya.

"Lalu, apa yang mau kau lakukan hari ini?", Itachi mengatakannya dengan ringan pada Sakura seakan dia hanyalah seorang teman yang datang berkunjung. Sakura akhirnya mampu mengendalikan tubuhnya dan sudah mulai bernafas dengan benar. Dia hanya berjalan ke kursinya dan duduk tanpa menatap Itachi sedikitpun.

"A..Apa maksudmu?", jawab Sakura sambil menarik nampan berisi sarapannya yang tadi dibawa perawat saat Sakura mandi.

"Yah! Karena hidupmu tidak lama lagi, kupikir kau mau menemui orang-orang… manusia biasanya melakukannya", Itachi mengatakannya dengan nada secuek mungkin sambil bersandar di samping jendela. Sakura hanya menatap mangkuk berisi buburnya sambil memegang sendok dengan diam. Memangnya siapa yang ingin ditemuinya? Itachi menghela nafasnya membuat Sakura akhirnya menatapnya. Itachi masih bersandar di samping jendela dan memasukkan kedua tangannya di dalam sakunya sambil menutup matanya, saat Itachi membuka matanya menatap Sakura, Sakura cepat-cepat mengalihkan matanya kembali ke mangkuk buburnya dan mulai memakannya.

"Ini bukan pertama kalinya aku menemui manusia seumuranmu, tetapi kau satu-satunya yang tidak mempersoalkan kemunculanku", Sakura berhenti makan dan menatap tajam Itachi seolah mengatakan 'memangnya siapa yang tidak mempersoalkan??!!'.

"Kebanyakan manusia yang kutemui akan merasa takut, tetapi aku sama sekali tidak merasakan apa-apa darimu", lanjut Itachi tanpa menghiraukan interupsi Sakura.

"Apa aku harus merasa takut padamu? Manusia memang akan mati suatu saat nanti. Dan aku… kurasa tidak ada lagi yang ingin kulakukan", Itachi hanya menatap Sakura yang berbicara tanpa sedikitpun menatapnya. Kenapa sekarang gadis ini begitu menginginkan kematian? Apa kedatangannya benar-benar sudah menyurutkan keinginannya untuk hidup? Tugasnya adalah mencabut nyawanya, ini akan lebih mudah kalau Sakura memang sudah tidak memiliki keinginan untuk hidup.

"Tch! Apa kau memang segitu inginnya mati?"

"Hmm? Apa itu kata-kata yang patut diucapkan dewa kematian?!", Itachi kembali menatap Sakura yang tersenyum mengejeknya. Kenapa? Ada apa dengannya? Kenapa sekarang dia malah begitu ingin membuatnya merasa ingin terus hidup?! Itachi membuang wajahnya dan mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Apa yang sekarang harus dilakukannya?

Sakura menghabiskan sarapannya dalam diam sambil sesekali melirik Itachi yang berdiri di samping jendelanya sambil menatap keluar, juga hanya diam. Bohong kalau Sakura tidak merasa takut menghadapi kematian. Dia juga belum rela hidupnya berakhir begitu saja. Dia belum sempat mengalami yang namanya hidup seorang wanita, cita-citanya menjadi seorang arsitek belum tercapai, hah… sebenarnya, dia hanya berpikir mungkin menjadi arsitek cukup menyenangkan. Sebenarnya dia juga ingin menjadi dokter, melihat Tsunade yang sibuk mengurus orang-orang yang berharap padanya sepertinya cukup menyenangkan, lalu menjadi koki seperti ibunya dulu, rasanya senang sekali melihat orang-orang puas dengan pekerjaan kita. Lagi pula, Sakura masih belum merasakan seru-serunya masa SMU yang sering dilihatnya di tv seperti mengejar-ngejar orang yang disukai. Tidak ada, anak-anak laki-laki di sekolahnya tidak ada yang menarik baginya. Sakura sudah terlanjur jatuh hati pada cucu rekan bisnis ayahnya saat Sakura masih SD. Seorang anak berambut hitam dan mata hitam yang tidak pernah hilang dari ingatan Sakura, walau dia sudah meninggal delapan tahun lalu dalam kecelakaan yang sama yang merenggut orang tua Sakura setelah dengan polos mengatakan akan kembali lagi menemui Sakura.

Sekarang, kalau diingat-ingat lagi, anak itu memiliki bentuk wajah yang hampir sama dengan Itachi ini, pikir Sakura yang tanpa sadar mulai berkonsentrasi penuh menatap Itachi.

"haaaaah…..", dan tanpa sadar dia juga menghela nafas, membuat Itachi menatapnya dengan wajah bertanya.

"Kenapa kau tiba-tiba menghela nafas begitu?"

"Tidak. Apa yang bisa kutanyakan padamu selain tanda-tanda aku akan segera mati?", Sakura menanyakannya dengan ringan justru membuat Itachi bingung dengan jawaban yang bisa dia berikan.

"Kalian dewa kematian, bagaimana memilih korban kalian?"

"Korban? Bukan kami yang membunuh kalian, sudah ada yang menentukan kematian kalian. Kami hanya di dekat kalian saat ajal kalian sudah dekat. Kami hanya membimbing jiwa kalian.", Sakura tersenyum mendengar jawaban Itachi.

"Kenapa?"

"Tidak. Hanya saja, itu artinya bukan kau yang akan membunuhku kan?!"

"Tch! Tetap saja kau akan mati kan?! Memangnya ada bedanya?!", Itachi malah merasa emosi dan membuang wajahnya melihat Sakura yang tersenyum senang. Apa bedanya sih dengan kenyataan kalau dia tetap akan segera mati?!

"yah, setidaknya akan ada yang menemaniku sampai aku mati nanti. Kau akan tetap di sini kan?!", Itachi berbalik menatap Sakura yang masih tersenyum. Kali ini senyumannya terlihat tulus. Dia benar, Itachi memang akan terus menemaninya. Dia akan membuat Sakura tidak menyesal pernah hidup, dan mengenalnya.