"Kau tahu? Aku akan membuat tubuhmu terbiasa dengan sentuhanku. Dan secara perlahan, akan kubuat kau berpaling dari Itachi dengan sentuhanku," kata Sasuke tanpa menoleh ke arah Sakura. "Karena kau hanya milikku, Sakura" lanjutnya penuh penekanan lalu melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, meninggalkan gadis itu sendiri di kamarnya.
Tak lama kemudian suara isakan terdengar dari arah kamar yang baru saja Sasuke tinggalkan membuat pemuda berambut hitam legam itu tertawa pelan dengan nada yang sedikit menakutkan.
.
.
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Warnings: Alternative Universe, Sexual Content, NTR, etc.
Don't Like Don't Read
...
Chapter 5: Sebuah Awal Bencana
.
.
Sakura berjalan tergesa-gesa sesekali matanya melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Aku terlambat!"
Ya, hari ini Sakura memutuskan bertemu dengan Ino setelah sebelumnya ia menghubungi gadis pirang itu. Entah kenapa hari ini ia benar-benar membutuhkan seorang teman untuk berbagi cerita dan kali ini Ino adalah orang yang tepat. Berbeda dengan teman Sakura yang lain, Ino adalah satu-satunya teman Sakura yang sudah menikah seperti dirinya. Mungkin Ino akan mengerti masalah yang dialami Sakura.
"Maaf aku terlambat." Sakura meminta maaf pada gadis pirang di depannya, napasnya sedikit terengah-engah. Berjalan dengan tergesa-gesa membuat gadis itu kelelahan.
"Tidak apa-apa." Ino tertawa pelan. "Ayo, di sini panas sekali sebaiknya kita cari tempat yang nyaman." ia mengibas-ngibaskan tangannya menandakan bahwa gadis pirang itu kegerahan kemudian Ino berjalan diikuti Sakura.
Sakura melirik sahabatnya, ia merasa bersalah karena telah membuat Ino menunggu lama. Dan ini semua ulah Sasuke, jika saja adik ipar brengseknya itu pergi lebih awal mungkin Sakura tidak akan terlambat seperti ini.
"Jadi, kenapa kau ingin bertemu denganku?" tanyanya penasaran.
Sakura menoleh ke arah Ino, "Ne, Ino. Apa yang akan kau lakukan jika suamimu tidak menyentuhmu?" gadis berambut merah muda itu kemudian menghentikan langkahnya tiba-tiba diikuti Ino yang tengah terkejut mendengar ucapan Sakura.
Ino mengerjapkan mata beberapa kali mencoba mencerna ucapan dari Sakura, lantas setelah mengerti Ino menyeringai seraya menatap Sakura di depannya.
"Hmm… jadi gara-gara itu kau mengajakku keluar?" Ino tersenyum menggoda membuat Sakura menundukkan kepalanya malu.
Lalu gadis pirang itu terdiam sebentar, ia mengetuk-ngetuk jarinya didagu terlihat sedang berpikir. "Jadi maksudmu akhir-akhir ini Itachi sama sekali tidak menyentuhmu, eh?" tanyanya kemudian.
Sakura menggigiti bibir bawahnya, ia bingung apakah harus berkata jujur atau tidak kepada Ino mengenai masalahnya dengan Itachi. "Bukan, masalahnya…." ucapannya tertahan, Sakura meremas ujung roknya. Ia menjadi ragu untuk menceritakannya.
Ino mengerenyitkan dahi. "Jadi apa masalahnya?" tanyanya penasaran yang dibalas dengan keheningan dari Sakura.
Merasa tidak ada jawaban, Ino menghela napas. "Yah... wajar saja jika Itachi akhir-akhir ini tidak menyentuhmu, bagaimanapun juga dia seorang pemimpin perusahaan besar. Mungkin sekarang Itachi sedang sibuk, kurasa dia lelah untuk melakukannya. Jadi kau harus berpikir positif terhadapnya," Ino mengedipkan mata mencoba menghibur Sakura yang sedari tadi terlihat murung. "Lagipula Sai juga seperti itu jika sedang lelah." lanjutnya meyakinkan.
Sakura memalingkan wajah dari Ino, 'Masalahnya Itachi sama sekali tidak pernah menyentuhku.' ucapnya dalam hati. Ia kemudian menundukkan kepalanya sedih.
Melihat itu, Ino merasa kasihan terhadap Sakura. Bagaimanapun juga Ino tahu bagaimana rasanya tidak disentuh oleh seorang suami untuk beberapa hari, ia juga seorang istri dan Ino pernah mengalami hal itu dulu ketika Sai mengacuhkannya karena terlalu sibuk dengan pekerjaan yang digelutinya.
Ino yakin, berbagai pikiran negatif tentang Itachi pasti sekarang bermunculan dikepala Sakura apalagi Itachi adalah salah satu pria yang menjadi incaran para wanita di Konoha. Tiba-tiba Ino teringat sesuatu.
"Hey Sakura, bagaimana kalau kau ikut aku?" ajak ino dibalas oleh tatapan bingung dari Sakura seolah berkata bahwa kemana mereka akan pergi.
Tanpa menjawab. Ino lantas segera menarik tangan Sakura untuk mengikutinya.
.
...
.
Sakura terkejut melihat bangunan di depannya, sebuah toko dengan label yang bertuliskan 'Adult Park' itu terpampang jelas di pintu masuk.
Meskipun dari luar hanya terlihat tirai yang menutupi bagian dalam toko tapi Sakura cukup pintar untuk mengetahui apa saja yang dijual di dalamnya dan ia tidak menyangka sahabat pirangnya akan membawa Sakura ke tempat seperti ini.
Dengan wajah horror Sakura melirik Ino di sampingnya yang kini tengah tersenyum kaku. "Kau serius mengajakku ke tempat ini?"
"Mau bagaimana lagi, ini satu-satunya tempat yang sering aku kunjungi jika Sai tidak menyentuhku." Ino menggaruk pipinya yang tidak gatal, ia berusaha mengalihkan pandangannya dari mata Sakura. "Tapi aku jamin malam ini Itachi akan menyentuhmu. Kau tahu? Mereka mempunyai alat-alat ajaib yang bisa membuat seorang pria bernafsu." katanya dengan antusias.
Sakura menghela napas, ia tidak punya pilihan lain selain mencoba tawaran dari Ino. Lagipula ia tak mungkin menolaknya. Sahabatnya sudah berusaha membantu Sakura sampai gadis pirang itu rela menunggu Sakura hingga kepanasan dan Sakura tahu Ino tidak menyukai cahaya matahari karena Ino berpikir itu tidak baik untuk kesehatan kulitnya yang selalu ia jaga.
"Aku mengerti." Sakura melangkahkan kakinya ke dalam toko, ia terlihat gugup saat melihat banyak pengunjung yang didominasi pria itu mulai memperhatikan kedatangan mereka berdua. Sakura melirik Ino di sampingnya, sahabat pirangnya itu terlihat tenang berbeda sekali dengan dirinya yang tegang.
Tiba-tiba Ino menghentikan langkahnya. "Errr... Sakura, kurasa aku harus pergi ke toilet. Aku benar-benar tidak tahan, perutku sakit."
Sakura menggelengkan-gelengkan kepala melihat kepergian Ino yang tergesa-gesa kemudian ia alihkan pandangannya menatap ruangan di sekitarnya, wajahnya memerah ketika ia melihat beberapa lingerie seksi terpajang di sudut ruangan.
Sesaat Sakura tertegun melihat banyak wanita bergaya erotis tanpa busana di sebuah ruangan terpisah yang tertutup kaca transparan namun ia menyadari bahwa wanita-wanita tanpa busana itu adalah boneka manusia berukuran besar saat beberapa pria menyentuhnya dan membolak-balikan tubuh boneka manusia itu dengan mudah. Sakura jadi malu sendiri melihatnya.
"Hei, Kau!"
Sakura menoleh saat seseorang memanggilnya. Didapatinya seorang perempuan berkaca mata berlari menghampirinya namun Sakura sama sekali tidak mengenal gadis berkaca mata itu.
"Kau teman Ino?" tanyanya ramah sambil mengulurkan sebelah tangannya kepada Sakura, mengajaknya berkenalan. "Aku Uzumaki Karin, temannya Ino. Pemilik toko ini." lanjutnya.
"Aku—" belum sempat Sakura memperkenalkan diri, perempuan yang bernama Karin itu sudah memotong ucapannya membuat Sakura sedikit tersenyum kaku atas tindakan yang dilakukan gadis berambut merah di depannya.
"Aku dengar dari Ino kau sedang mencari sesuatu untuk memikat suamimu." Sakura terkejut mendengar ucapan Karin, bagaimanapun juga ini sangat memalukan. Si Ino itu! Padahal perutnya sakit, tapi sempat-sempatnya si pirang itu menceritakan hal ini kepada orang yang bahkan Sakura tidak kenal.
"Tak usah khawatir, aku sering melayani pengunjung sepertimu. Jadi kau tak usah malu." kata Karin sedikit tertawa kemudian gadis berkaca mata itu menyuruh Sakura untuk mengikutinya.
Sakura berjalan mengikuti karin, mau tak mau ia harus meneguk ludahnya lebih sering ketika Karin menunjukkan alat-alat berbentuk aneh padanya. Wajahnya berubah merah padam ketika Karin dengan senang hati menjelaskan kegunaan alat-alat berbentuk aneh itu secara jelas membuat Sakura benar-benar malu dibuatnya.
"Jadi siapa namamu, kau belum mengatakannya?" tanya Karin ditengah penjelasannya.
Sakura tersentak kaget. Dalam hati ia sedikit jengkel dengan gadis berambut merah di depannya. Hei, bukankah tadi si rambut merah ini dengan seenak jidat memotong ucapannya saat tadi mereka berdua sedang berkenalan?
"Sakura Uchiha." jawab Sakura kemudian dengan senyum yang dibuat-dibuat.
Karin menghentikan langkahnya, mendadak ia teringat sesuatu ketika mendengar nama Uchiha keluar dari mulut gadis merah muda itu. Sepertinya nama itu tidak asing di telinga Karin. Siapa tadi, Uchiha?
Eh? Uchiha?
"KAU ISTRI UCHIHA?!" Karin memekik tiba-tiba membuat Sakura berjengit menutup mata dan telinga. Sakura tak menyangka selain aneh, gadis merah di depannya ini mempunyai suara yang dapat membuat gendang telinganya pecah!
'Cepatlah kembali Ino!' harapnya dalam hati
Karin tersentak. "Maaf aku hanya terkejut kau istri seorang Uchiha yang terkenal itu." gadis berambut merah itu terkekeh sebelah tangannya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia jadi merasa bersalah karena telah membuat gadis berambut merah muda di depannya terkejut seperti itu.
Sakura tersenyum, "Tak usah khawatir, aku baik-baik saja." ucapnya berdusta, dalam hati ia masih berharap Ino segera kembali. Sakura tak ingin berlama-lama di tempat ini terlebih lagi dengan perempuan yang menurutnya aneh itu, ia ingin segera menyelesaikan urusannya secepat mungkin.
Karin tersenyum ke arah Sakura, "Kau beruntung sekali menikahi salah satu dari mereka."
Mau tak mau Sakura ikut tersenyum mendengar pujian seperti itu. "Terima kasih."
"Hei kau tahu? Akhir-akhir ini ada pemuda Uchiha yang sering mengunjungi toko kami. Jika aku tidak salah pemuda tampan itu bernama Sasuke, dia selalu membawa seorang wanita berambut hitam panjang."
Eh?
Sakura terkejut mendengar penjelasan Karin. Batinnya bertanya-tanya untuk apa pemuda itu datang ke tempat seperti ini? Apakah ada yang ingin dia beli? Tapi apa? Lalu kenapa adik iparnya itu datang ke tempat ini dengan membawa seorang wanita, seingatnya Sasuke tidak memiliki kekasih.
Sakura paham jika Sasuke datang kesini sendirian, mungkin pemuda itu membeli sebuah alat pemuas seks untuk dirinya sendiri. Tapi dia datang bersama seorang wanita, apakah—
Sakura menggeleng-gelengkan kepala. Untuk apa ia memikirkan pemuda brengsek itu, seharusnya ia tidak peduli. Sakura adalah istri Itachi dan tidak seharusnya ia memikirkan pemuda lain di tempat seperti ini, ia harus tetap fokus mencari sesuatu untuk nanti malam bersama Itachi—suaminya.
.
...
.
Sakura mematut dirinya di depan cermin, memastikan penampilannya untuk kesekian kali sebelum Itachi datang. Dipandanginya gaun tidur pilihan Karin yang kini dikenakannya membuat wajah cantik gadis berambut merah muda itu bersemu merah.
Sakura memakai gaun tidur hitam transparan dari bahan yang melambai dengan dada terbuka hingga ke bagian perut. Sementara bagian tengah dadanya hanya ditahan dengan seutas tali tipis berwarna merah membuatnya terlihat semakin menantang. Untuk bagian bawah, Sakura hanya menggunakan celana dalam dengan seutas tali di belakangnya.
Meskipun Sakura terbiasa memakai gaun tidur terbuka, namun gaun tidur seperti ini terlihat sangat berlebihan. Dirinya merasa seperti seorang wanita kesepian penuh hasrat yang sedang butuh hiburan dari seorang pria dewasa dan ia tidak menyangkalnya sama sekali karena itu benar adanya.
"Uh… memalukan!" batinnya menjerit.
Sakura mendengar suara mobil memasuki halaman rumah, ia berjalan ke arah jendela lalu mengintip ke luar dan melihat sebuah mobil berwarna hitam berhenti di dekat garasi. Sejenak kemudian deru mobil berhenti dan pintu pengemudi terbuka menampilkan sesosok pria bertubuh tegap dan berkulit putih yang keluar dari mobil itu.
"Itachi!" mata Sakura melotot menyadari bahwa suaminya lah yang baru saja keluar dari mobil itu.
Dengan tergesa ia berlari ke arah cermin untuk kembali memastikan penampilannya lalu ia menyemprotkan sedikit parfum beraroma cherry ke tubuhnya dan berjalan ke arah tempat tidur, mendudukkan dirinya dengan posisi bersandar di sandaran ranjang dengan kaki yang menjulur.
Ia mengambil sebuah majalah di dekatnya kemudian berpura-pura sedang membaca. Sesuai perkataan Ino, ia harus membuat Itachi bergairah.
Ceklek
Suara pintu kamar terbuka, Sakura melihat Itachi memasuki kamarnya dengan penampilan yang sedikit kacau. Terlihat sekali diwajahnya bahwa Itachi sangat kelelahan.
"Sayang, kau belum tidur?" tanyanya.
Sakura menoleh, "Um, aku belum mengantuk."
Sakura kemudian berdiri setelah sebelumnya menyimpan majalah yang sempat ia pura-pura baca. Dapat Sakura lihat suaminya sedikit tersentak ketika ia berdiri dengan sempurna, mungkin Itachi terkejut melihat ia memakai gaun tidur seperti itu.
Dengan perlahan ia berjalan menghampiri Itachi yang kini tengah berdiri di ujung tempat tidur. Setelah sampai, Sakura memeluk pemuda berambut hitam legam itu, menyesap wangi tubuh Itachi yang ia rindukan.
"Kau sudah sembuh?" Itachi mencium puncak kepala Sakura, sebelah tangannya ia gunakan untuk mengelus rambut merah muda Sakura sementara yang satunya ia gunakan untuk memeluk pinggang istrinya.
Sakura mengangguk, ia melepaskan pelukannya pada Itachi lalu menatap pemuda bermata hitam di depannya. "Kau terlihat sangat kelelahan."
Itachi balas menatap Sakura kemudian ia tersenyum lembut, "Aku baik-baik saja."
Gadis itu menggelengkan kepala tidak setuju, "Jangan begitu, aku selalu memperhatikanmu tahu!" Sakura memukul dada Itachi, ia sedikit berpura-pura marah.
Itachi terkekeh pelan, "Aku ketahuan ya?" katanya tertawa.
Sakura menggeleng-gelengkan kepala, ia tahu Itachi berbohong karena tidak ingin membuatnya khawatir. Tapi bagaimanapun juga Sakura selalu memperhatikan Itachi semenjak laki-laki berambut hitam legam itu menjadi suaminya.
Tanpa menunggu lama, Sakura segera membuka jas hitam suaminya sehingga menyisakan kemeja berwarna putih dengan dasi hitam yang masih menggantung di kerah kemejanya. Sakura menatap Itachi dengan pandangan menggoda lalu ia menghempaskan kemeja Itachi begitu saja.
"Kau... terlihat berbeda." Itachi memperhatikan gadis di depannya, kedua pipinya sedikit memerah ketika pandangannya tidak sengaja melihat belahan dada Sakura. Kemudian ia berdehem untuk sekedar menghilangkan rasa grogi.
Sakura tersenyum melihat itu, saat ini suaminya benar-benar lucu. Dengan gerakan sensual, Sakura mulai membuka satu-persatu kancing kemeja Itachi sambil tetap mempertahankan kontak mata
"Benarkah?" ia tersenyum nakal. Sakura mengendurkan dasi Itachi kemudian melebarkan kemeja laki-laki itu tanpa melepaskannya. Jemari lentiknya dengan gerakan sensual menyentuh otot-otot yang tercetak sempurna di dada Itachi lalu dengan gerakan sedikit berputar ia mengusap perlahan mencoba untuk menggoda sang pemilik tubuh
Itachi menghela napas, "Y-ya." katanya dengan suara berat. Sakura tahu jika suaminya ini tengah menahan hasrat karena dapat ia rasakan jantung Itachi berdetak tidak normal, suhu tubuhnya terasa panas di tangan Sakura.
"Gaun tidurmu terlalu terbuka." suara Itachi semakin berat, jelas sekali ia mati-matian menahan nafsu.
Sakura mengalungkan kedua tangannya di leher suaminya yang masih belum bergerak, ia sedikit berjingkit untuk mencium pipi Itachi dan berbisik tepat di telinga pria itu. "Memangnya kenapa, kau tidak ingin mendapatkan lebih?" bisiknya dengan suara rendah. Dirapatkannya tubuhnya semakin dekat dan intim.
Tubuh Sakura menghangat saat Itachi menyentuh wajah Sakura lalu jemarinya mengusap pipi gadis itu dengan lembut. Jemarinya kembali bergerak turun kemudian terhenti saat menyentuh bibir Sakura. Mereka terdiam, saling menatap dalam pandangan sulit diartikan. Deru napas keduanya tak beraturan, terdengar memburu dan saling menerpa wajah mereka.
Sakura menatap Itachi dengan pandangan sayu seolah meminta lebih. Merasa tak ada penolakan dari pria di depannya, Sakura memberanikan diri menarik dasi Itachi dengan perlahan hingga ia merasakan hangatnya deru napas Itachi yang menerpa wajahnya. Sakura kemudian menutup kedua matanya perlahan saat ujung bibirnya menyentuh bibir Itachi.
"Itachi, aku—"
Ucapan Sakura terhenti ketika tangan Itachi menyentuh kedua bahu gadis itu dan menjauhkannya dari tubuh Itachi sebelum bibirnya benar-benar bersentuhan dengan pria itu. Dapat dirasakannya bahwa suaminya kini tengah menatapnya, namun tak sedikit pun ia berani menatap balik pria di depannya. Gadis itu terlalu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.
"Gomen, aku lelah." tangan Itachi terlepas dari kedua bahu Sakura, pria itu merunduk untuk mengambil jas hitam miliknya di bawah yang sempat Sakura lemparkan. Kemudian ia memakaikannya pada gadis di depannya.
"Pakaian seperti itu akan membuatmu kedinginan," katanya lembut lalu Itachi berjalan meninggalkan Sakura yang masih terdiam di tempatnya. "Aku akan mandi, tidurlah duluan." lanjutnya sebelum menutup kamar mandi yang baru saja ia masuki.
Sakura membeku, mematung dengan tubuh yang gemetar dan mata membelalak setelah mendengar ucapan Itachi. Gadis itu hanya terdiam saat Itachi meninggalkannya begitu saja. Suara air mengalir dari kamar mandi membuat pikirannya kembali sadar, mata hijaunya menatap pintu kamar mandi dengan tatapan kosong.
"Aku... ditolak?" katanya parau. Tanpa sadar air mata mulai menetes dari kedua matanya.
Pelupuk mata Sakura semakin tergenangi air mata hingga mengaburkan pandangannya kemudian gadis itu menunduk bersamaan dengan tetesan air mata yang berjatuhan.
Sakura terisak pelan, ia mencengkram erat dadanya. Penolakan dari Itachi benar-benar membuat dadanya sakit. Padahal Sakura sudah melakukan sejauh ini untuk bisa bercinta dengan Itachi, ia dengan benar melakukan apa yang Ino dan Karin katakan tadi siang. Meskipun memalukan, ia juga rela memakai gaun tidur terbuka seperti ini dan ini semua demi Itachi, demi suaminya!
"Lalu kenapa?"
Sakura berpikir kenapa Itachi menikahinya jika pria itu tidak pernah menyentuhnya sama sekali. Apakah karena sebuah janji konyol itu? Benar, Sakura ingat. Ia memang masih mengingat dengan jelas sebelum Itachi menikahinya pria itu berjanji tidak akan menyentuh Sakura sebelum gadis itu benar-benar menyelesaikan pendidikannya.
Meskipun pada awalnya Sakura menerima janji itu. Namun bagaimanpun juga dia seorang wanita yang setiap malam harus menahan hasrat karena tidur dengan seorang pria di sampingnya! Dan itu sangat menyakitkan ketika pria itu tidak menyentuhnya sama sekali seolah-olah ia hanya menjadi sebuah pajangan. Hal seperti ini benar-benar menyakitkan baginya.
Lalu dengan tindakan yang Sakura lakukan tadi, apakah suaminya tidak menyadari jika Sakura tidak menginginkan janji itu? Apakah Itachi tidak menyadari jika Sakura ingin disentuhnya?
'Itachi hanyalah pria lembut, Sakura. Dia tidak akan berani melakukan ini. Mau sampai kapan kau menunggu untuk disentuhnya?'
Sakura tersentak saat ucapan Sasuke terlintas dibenaknya membuat air mata gadis itu jatuh lebih banyak. Jadi apa yang dikatakan adik ipar brengseknya itu benar? pikirnya.
Sakura jatuh terduduk, kakinya tiba-tiba terasa lemas lalu gadis itu melipat kedua lututnya, membenamkan kepalanya pada sela sela lututnya, dan menyandarkan tubuhnya pada tepian tempat tidur.
Kemudian ia kembali menangis mencoba meluapkan semuanya sebelum Itachi kembali karena setelah ini Sakura akan pura-pura tidur dan tidak ingin Itachi melihatnya menangis seperti sekarang. Sakura tidak ingin membuat suaminya semakin khawatir.
Tanpa Sakura sadari, sedari tadi seseorang telah memperhatikannya di balik pintu yang tidak tertutup sempurna dengan senyuman sinis menghiasi wajah dinginnya.
.
...
.
Sasuke memasuki rumah sambil memutar-mutar sebuah kunci di tangannya, siulan kecil terdengar dari mulutnya. Sasuke menghentikan langkahnya saat tercium bau aroma kopi yang khas dihidung pemuda itu, dengan santai ia berjalan mengikuti arah bau aroma kopi itu yang Sasuke yakini bahwa Itachi lah yang telah membuatnya.
Dan benar saja, Sasuke melihat kakak satu-satunya tengah duduk di sofa ruang keluarga dengan segelas kopi hitam di tangannya. Pemuda bermata onyx itu lantas menghampiri Itachi dan merebahkan dirinya di sofa dekat Itachi tanpa permisi.
"Kau sudah pulang?"
"Hn." Sasuke melirik Itachi sekilas sebelum menutup wajahnya dengan bantal. Ia benar-benar lelah.
"Kau tidak mengajak Sakura pulang bersamamu?"
Sasuke menyingkirkan bantal di wajahnya lalu kembali melirik Itachi yang kini tengah menatapnya dengan pandangan bertanya.
"Tadi aku sempat mengajaknya tapi dia menyuruhku pulang."
"Eh, kenapa?"
"Mungkin dia punya urusan." Sasuke berdusta. Sejujurnya ia sudah memaksa Sakura untuk pulang bersama namun gadis itu tetap menolak ajakannya mentah-mentah dengan meninggalkan Sasuke begitu saja dan berlari di kerumunan orang. Sakura menaiki taksi sebelum Sasuke sempat mengejarnya. Mungkin gadis itu menyadari jika Sasuke akan menyerangnya di dalam mobil, eh?
"Begitu ya..." desah Itachi.
Sasuke kembali menutupi wajahnya dengan bantal. Ia berharap kakaknya itu tidak menggangu istirahatnya. Meskipun Sasuke bisa tidur di kamar miliknya namun pemuda itu memilih merebahkan tubuhnya di sini.
Bagaimanapun juga ia rindu menghabiskan waktu bersama Itachi seperti dulu, ia ingin dekat-dekat dengan Itachi meskipun sekarang kakak satu-satunya itu kini adalah saingan terbesar dalam hidup Sasuke untuk mendapatkan Sakura yang kini telah menjadi istri Itachi.
Suasana ruangan itu mendadak hening, tak ada satu pun diantara mereka berdua untuk memulai pembicaraan, hanya terdengar suara kecapan mulut Itachi yang sedang meminum kopi. Ruangan ber-AC itu sangat sejuk membuat Sasuke mulai sedikit mengantuk.
Sasuke memutuskan untuk tidur namun matanya kembali terbuka sempurna saat mendengar Itachi menyebutkan nama seseorang yang baru saja mereka bicarakan. Dengan segera Sasuke menyingkirkan bantal di wajahnya dan bangun dari rebahannya. Rasa kantuk yang sempat menyerang pemuda itu sirna saat dirinya melihat Sakura berdiri tak jauh dari mereka.
"Sayang, kau mau bergabung? Aku akan membuatkanmu susu coklat kesukaanmu?" tawar Itachi.
Sasuke melihat gadis itu tersenyum kaku, "Aku lelah, mungkin lain kali."
Itachi mendesah kecewa, "Baiklah, kalau begitu kau istirahat saja. Aku akan segera menyusulmu." titahnya.
Gadis itu mengangguk, "Gomen." ia tersenyum lalu meninggalkan ruangan itu. Jelas sekali jika senyuman yang terukir diwajahnya palsu.
"Istrimu kenapa?" Sasuke bertanya setelah Sakura sudah tak terlihat.
Itachi menoleh, "Aku tidak tahu, semenjak kemarin Sakura bertingkah aneh."
"Kau tak usah khawatir, wanita selalu begitu jika sedang datang bulan." Sasuke mencoba menghibur Itachi meskipun ia tahu alasan sebenarnya gadis itu tak mau bergabung dengan mereka berdua dan itu karena dirinya berada di sana.
Itachi sedikit berpikir, mungkin Sasuke benar bahwa istrinya itu sedang datang bulan. Meskipun sejujurnya Itachi tidak tahu apakah Sakura sedang datang bulan atau tidak, ia hanya menebak-nebak saja. "Benar juga." Itachi tersenyum lalu kembali meminum kopinya.
Itachi memang menyukai kopi berbeda sekali dengan Sasuke yang sebisa mungkin menghindari minuman berkafein itu. Menurutnya kopi tidak baik untuk kesehatan, ia sudah sering memperingatkan Itachi namun kakak kandungnya itu tetap saja meminumnya. Sasuke jadi sedikit malas untuk memperingatkannya kembali.
"Kau belum menyentuhnya?"
Itachi sedikit tersedak saat mendengar ucapan dari Sasuke, dari mana adiknya tahu jika Itachi belum menyentuh istrinya sama sekali. Seingatnya ia tidak pernah bercerita tentang hal ini pada Sasuke. Lalu ia menatap Sasuke dengan pandangan bertanya-tanya—meminta sebuah penjelasan.
"Sakura pernah mengatakannya padaku jika kau berjanji tidak akan menyentuhnya." jawab Sasuke. "Memangnya kenapa?"
Itachi menundukkan kepala, ia menggenggam erat gelas kopi di tangannya kemudian memandangi gelas kopi itu dengan tatapan sendu. "Ayah dan ibu melarangku menyentuh Sakura sebelum istriku menyelesaikan pendidikannya. Mereka bilang ini untuk kebaikan Sakura sendiri." Itachi bergumam dengan suara pelan.
'Oh jadi itu alasannya.' Sasuke mendengus menahan tawa. Kakaknya ini benar-benar polos. Berbeda dengan Sasuke, sejak kecil Itachi selalu mendengarkan apa yang ayah dan ibu mereka katakan. Itachi hanyalah anak baik yang tak bisa menentang apa pun kehendak kedua orang tuanya dan itu membuat dirinya selalu dibanggakan oleh ayah mereka, Fugaku.
Meskipun begitu Sasuke tidak pernah merasa iri terhadap Itachi, justru ia kasihan terhadap kakaknya karena kebebasan Itachi harus terenggut oleh kedua orang tua mereka sejak dulu. Namun sekarang Sasuke harus sedikit berterima kasih kepada Fugaku dan Mikoto. Karena berkat mereka berdua, Itachi sampai sekarang belum menyentuh Sakura sama sekali.
"Bagaimana menurutmu?"
Sasuke mengangkat bahu, "Mungkin mereka benar. Kau tahu? Bersekolah di kedokteran tidak segampang yang kau kira jadi jangan membuatnya hamil."
Itachi meletakan gelas kopinya di meja lalu ia menatap Sasuke dengan serius. Pria itu merasa pembicaraan ini tiba-tiba membuatnya tertarik.
"Bagaimana dengan pengaman?"
Sasuke menggelengkan kepala tidak setuju, "Itu tidak menjamin aman. Kau tahu? Banyak terjadi kebocoran."
Itachi terlihat berpikir kemudian ia menundukkan kepala seperti orang lemas, "Kau benar, aku jadi merasa bersalah pada Sakura."
Itachi ingat kejadian semalam, ia tahu Sakura melakukan hal itu agar Itachi menyentuhnya. Ia juga menyadari jika gadis itu menangis setelah Itachi meninggalkannya, terlihat dari wajah putihnya yang memerah dan sembab ketika Itachi memperhatikan wajah Sakura saat istrinya tidur.
Tak bisa Itachi pungkiri, semalam ia benar-benar bergairah melihat Sakura berpenampilan seperti itu. Percayalah pria itu mati-matian menahan nafsunya sendiri. Itachi juga menginginkan lebih sama seperti Sakura namun pada akhirnya ia tidak bisa menyentuh gadis itu, Itachi terlalu takut kepada orang tuanya.
Yang bisa ia lakukan semalam adalah menghindari Sakura dengan berpura-pura ingin mandi, meninggalkan Sakura sendiri dan membuatnya menangis. Itachi jadi merasa bersalah pada istrinya karena tidak bisa memberikan apa yang seharusnya seorang suami berikan setiap malam.
"Kau tidak usah cemas, lagi pula kau hanya harus menunggunya selama satu tahun sebelum dia lulus." Sasuke menepuk bahu Itachi, menyadarkan pria itu dari lamunannya.
Itachi menoleh ke arah Sasuke kemudian ia menghela napas lalu sedikit tersenyum lemah dan mengangguk tanda mengerti.
'Dan itu waktu yang cukup bagiku untuk merebut istrimu.' batin Sasuke melanjutkan, ia tersenyum membalas Itachi.
"Besok ada pertemuan di Suna, aku akan mengajak Sakura."
Senyuman Sasuke menghilang seketika, ia tak suka mendengar hal ini, "Kalian pergi berdua?"
Itachi mengangguk, "Tentu saja."
Cih! Sasuke benar-benar tidak suka mendengarnya.
"Kurasa sebaiknya kau membawa sekertarismu itu." usul Sasuke, matanya menatap serius Itachi yang membalasnya dengan tatapan tidak mengerti.
"Kenapa? Bukankah bagus jika seorang suami-istri pergi berdua?"
Sasuke menghela napas berat, "Kau pikir Sakura akan mengerti ocehan orang-orang seperti kalian di pertemuan itu? Bagiamana jika ada rekanmu yang bertanya pada Sakura tentang perusahaan, setidaknya biarkan sekertarismu menjelaskan." Sasuke mengelak. Kali ini ia benar-benar banyak bicara dan itu sangat menyebalkan baginya.
Pemuda itu tidak terbiasa berbicara panjang lebar namun kali ini Sasuke tidak peduli, ia tidak akan membiarkan Itachi dan Sakura semakin dekat. Terlebih lagi Sasuke tahu bahwa Sakura sudah mulai berani berbuat hal seperti semalam kepada Itachi.
Sasuke sadar, Itachi adalah seorang laki-laki seperti dirinya. Seberapa kuat pun Itachi menahan nafsu, pada akhirnya ia akan kalah oleh nafsu itu jika ada seorang gadis yang setiap malam siap untuk menggodanya.
Dan Sasuke menyadari jika gadisnya mulai bersikap nakal, ia harus bertindak cepat sebelum terlambat. Sasuke harus segera membuat Sakura jatuh cinta padanya bagaimanapun caranya termasuk jika itu akan membuat kakak kandungnya sendiri menderita. Pemuda itu tidak peduli.
"Baiklah," jawab Itachi setelah sebelumnya sempat berpikir. "Tapi jika Shion ikut, kau juga harus ikut untuk menemani Shion agar aku bisa berduaan dengan Sakura, bagaimana?"
Sasuke tersenyum tipis, 'Sesuai rencana.' batinnya senang kemudian ia mengangguk menyetujui.
"Meskipun aku tidak ingin tapi demi kau, aku akan ikut." katanya berbohong, berbeda sekali dengan apa yang sebenarnya pemuda itu pikirkan. Benar-benar licik.
"Kebetulan sekertarisku itu menyukaimu." Itachi terkekeh mengingat Shion sering bertanya tentang Sasuke.
Sasuke tersenyum kecut, ia ingat gadis pirang yang menjadi sekertaris kakaknya itu pernah menyatakan cinta padanya dan berakhir dengan pengusiran Sasuke pada Shion. Cih, rupanya si pirang itu tidak kapok. Mungkin nanti Sasuke akan sedikit bermain-main dengannya dan memanfaatkan Shion. Pikirnya busuk.
"Hei Sasuke. Sudah lama ya kita tidak berbicara seperti ini, mungkin aku terlalu sibuk bekerja hingga melupakan saat-saat seperti ini." Itachi menyandarkan tubuhnya ke sofa. kepalanya mendongak menatap langit-langit ruangan yang bernuansa hijau itu sambil mengingat-ingat masa lalu, kemudian bibirnya menyunggingkan senyuman lembut, "Aku merasa bahagia."
Sasuke tak menjawab.
Itachi menoleh ke arah Sasuke, "Ternyata bercerita denganmu sangat menyenangkan, mungkin lain kali aku akan sering meminta saran darimu." pria itu tertawa lalu pandangannya ia alihkan kembali ke atas dan menutup kedua matanya. "Kau tidak keberatan?"
Sasuke melirik Itachi di sampingnya, kakak kandungnya itu kini tengah tersenyum-senyum sendiri. Kemudian Sasuke menarik bibirnya hingga membentuk seringai. "Tentu saja." katanya tanpa rasa bersalah.
"Terima kasih, Sasuke." Itachi kembali tersenyum, ia terlalu bahagia hingga ia tidak sadar Sasuke kali ini sedikit banyak berbicara dan juga Itachi tidak tahu jika adiknya itu sedang menyeringai ke arahnya.
Pria yang terlihat dewasa itu benar-benar polos, ia juga tidak menyadari bahwa berbicara dengan Sasuke hanyalah awal bencana bagi hidup Itachi.
.
.
Bersambung
...
Errr… Entah kenapa pas ngetik chapter ini ko aku malah kesel sama Sasuke? #diamaterasu
Yess.. Aku update cepet sesuai janji nih. :D Makasih Rere sama Wyda yang ngasih komen terus di fb, berkat kalian berdua jadi semangat buat update fict menyedihkan ini. *Cipok basah*
Terima kasih juga kepada :
Mayu Kuroki, Arisha Kyou, alexaryan55, suket alang alang, , Sara Savanna Brain, okeyoon98, WonderGirl Dolanan PetakUmpet, nadyauchiha23, BaekhyunSaranghaeHeni, hanazono yuri, Cherry583, Achi, The Deathstalker, wowwoh geege, Guest, Kurogawa Daichi, , seoriss sasusaku, Queenshila, ss, indahP, uchiha lizzy, Nameicha chan, cherryhime85, Kirei Apple, Silvi pinky Haruno.
Review kalian sungguh berarti, minna. :D
.
Mind to Review?
Kritik, saran, flame, etc diterima. :D
ども ありがとう ございます。!^^