Rated: T
Pairing: NaruHina
Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto
Warning: AU, OOC, Typo(s)
Hinata menghela nafas pelan, melihat sang kekasih di kerubungi oleh banyak gadis. Dia tak bisa marah, toh Naruto kelihatan senang-senang saja didekati oleh banyak gadis.
Berjalan dengan gontai, Hinata sama sekali tak memperhatikan arah berjalannya. Bahkan Hinata hanya menundukkan kepalanya, supaya tidak melihat Naruto, sang kekasih di kerubungi banyak gadis.
"Kalau jalan jangan menunduk begitu," kata sebuah suara familiar yang intonasinya sangat datar.
Hinata mengangkat kepalanya, hanya untuk melihat sepasang onyx memperhatikannya dengan pandangan datar.
Hinata menundukkan kepalanya dalam-dalam, "Gomen, Sasuke-san."
"Sudahlah. Oh ya, kau pacarnya Naruto kan?"
Hinata hanya mengangguk pelan sambil tetap menunduk, menatap lantai keramik yang seakan sangat menarik untuk dipandang.
"Oh... Yasudahlah, tidak penting."
Sasuke berjalan hingga melewati tubuh Hinata yang masih diam di tempatnya berdiri, dan membisikkan sesuatu. Kata itu sangat sederhana, hanya tiga kata. Tapi... Kenapa? Kenapa tubuh Hinata terasa membatu...?
"Dia tidak mencintaimu."
Kata yang sangat sederhana, tapi mampu membuat Hinata menangis. Hinata tak berani menyangkal apa yang dikatakan Sasuke. Karena... Hinata sadar, Naruto memang sering tidak menghiraukannya. Mereka berdua bahkan tidak terlihat seperti sepasang kekasih saat berjalan berdua.
"Hinata-chan!" teriak sebuah suara familiar yang terdengar ceria. Tapi kenapa...? Kenapa Hinata sama sekali merasa tak senang...?
Suara langkah kaki itu makin jelas terdengar dengan lantai keramik yang dipijak. Yang mana membuat kulit pucat Hinata mengeluarkan keringat dingin. "Hinata-chan...?"
lidah Hinata terasa kelu untuk menjawab. Air mata yang keluar dari pelupuk matanya sama sekali tak bisa berhenti, bahkan saat tangan itu menepuk pundak kanannya dengan khawatir. "Kau tidak apa-apa Hinata-chan?"
Hinata membuka mulutnya untuk menjawab, "Ya, aku tidak apa-apa Naruto-kun," walau suaranya terdengar bergetar.
Naruto menarik tangan Hinata dengan pelan, "Hei, jangan berbicara dengan membelakangi lawan bicaramu Hina-"
Perkataannya terpotong saat melihat mata kekasihnya yang merah dan dipenuhi air mata. Entah kenapa, Naruto merasakan perasaan sakit saat melihatnya.
"Hinata-chan...? Siapa yang membuatmu menangis?"
Bertanya-tanya dalam hati siapa kiranya yang membuat sang kekasih menangis.
Tapi, kata yang diucapakn oleh sang gadis berambut indigo itu mampu membuatnya membatu beberapa saat. Padahal itu hanya kata sederhana.
"Kau..."
"Maksudmu apa Hinata-chan? Aku... Sama sekali tidak mengerti..."
"Aku membencimu, Naruto-kun," kata itu terucap dari bibir yang masih bergetar menahan tangis yang kali ini akan keluar lagi. "Akhiri saja hubungan ini kalau kau tidak serius..."
"Hinata-chan... Maksudmu...?" tanya tidak mengerti yang membuat Hinata makin terbakar emosi.
"Kau tidak mengerti, Naruto-kun? Aku ingin mengakhiri hubungan kita berdua..."
Naruto merasakan tubuhnya menegang beberapa saat, tapi dia langsung tersenyum lebar yang makin membuat hati Hinata sakit.
"Jadi... Kau sudah tahu?"
Hinata tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Naruto, dan dia memandang Naruto dengan kedua bola mata lavendernya, "Apa maksudmu, Naruto-kun?"
"Aku bertanya, apa kau sudah tahu kalau aku menyatakan cinta padamu hanya karena untuk sebuah taruhan?"
Air mata sudah mencapai pelupuk mata dan mengancam akan keluar, tapi langsung ditahannya air mata itu untuk keluar, "Jadi...?"
Naruto menyeringai, "Aku tidak benar-benar mencintaimu, Hinata-chan," dan dia tertawa, "aku hanya mempermainkanmu."
Hati itu hancur berkeping-keping dengan berlarinya sang gadis dari sana. Hancur sudah hatinya yang selalu mencintai sang pemuda. Cintanya bertepuk sebelah tangan, dan hatinya dipermainkan.
Ironis kan...? Hinata hanya tersenyum pahit sambil terus berlari. Lalu untuk apa dia hidup di dunia ini kalau begitu? Apa hanya untuk dipermainkan dan dibuat hancur?
Pertanyaan demi pertanyaan menghantam pikiran Hinata dan mulai berkecamuk. Dan gadis itu terus berlari tanpa memperdulikan air mata yang terus meleleh di pipinya.
.
"Jahat sekali kau Naruto."
Naruto hanya tertawa garing, "Lebih jahat mana dengaan kau yang membuat taruhan ini?"
Sasuke tertawa pelan, "Kasihan sekali gadis Hyuuga itu. Mungkin dia akan menangis semalam karena kau."
"Biarkan saja, aku tidak peduli,"
Entah perasaan apa yang kini menyusup ke hatinya. Perasaan ini sangatlah aneh. Dia merasakan sebuah getaran aneh menyusup ke hatinya saat mengingat sang gadis Hyuuga. Apakah... dia sudah mulai mencintai sang gadis Hyuuga?
Naruto menggelengkan kepalanya pelan, "Tidak mungkin..."
"Apa yang tidak mungkin?" tanya Sasuke sambil menyeringai.
"Tidak, tidak ada apa-apa."
.
"Sudahlah, Hinata-chan... Jangan pikirkan laki-laki brengsek itu," hibur TenTen sambil menepuk-nepuk pundak gadis yang daritadi terus saja menangis, "mungkin Naruto memang bukan yang terbaik untukmu."
"Tapi..."
"Jangan menangis terus. Lupakan saja dia, dia bukan yang terbaik untukmu..."
Hinata ingin mengiyakan pernyataan itu. Tapi entah kenapa hati kecilnya tak bisa menerima, apa ini akibatnya kalau terlalu mencintai seseorang...?
"Hinata-chan! TenTen-chan!" teriak sebuah suara. Seorang gadis berambut merah muda melambai-lambaikan tangannya. TenTen balas melambai dan gadis tadi berlari ke tempat TenTen dan Hinata duduk.
"Kalian tahu tidak gosip yang baru beredar?"
TenTen memutar kedua bola matanya bosan. "Ayolah, Sakura. Kau baru saja datang dan sudah menyebarkkan gosip. Kau tidak tahu apa kalau Hinata Sedang sedih?"
Sakura mengerucutkan bibirnya dan berteriak, "Tapi ini penting, TenTen. Kalian harus tahu!"
"Memangnya hal apa yang ingin kau beritahu kan kepada kami?" tanya TenTen sambil menyilangkan tangannya di depan dada, "awas kalau hal itu tidak mutu!"
"Sasuke katanya berpacaran dengan Yakumo!"
TenTen menggelengkan kepalanya tidak percaya, "Jadi kau ke sini hanya untuk memberitahukan hal tidak penting seperti ini?"
Sakura hanya nyengir dan membuat tangannya berbentuk huruf V, "Peace!"
Hinata hanya tersenyum memaksa, "Aku pergi dulu ya ke perpustakaan."
.
Di perpustakaan Hinata hanya melamun, sedangkan buku di tangannya sama sekali tak terbaca.
"Sendirian saja?" tanya sebuah suara yang sama sekali tak terasa familiar di telinga Hinata.
Hinata memandang ke atas kepalanya, dan menemukan seorang gadis sedang tersenyum padanya. "Iya."
"Aku baru pertama kali bertemu denganmu. Kau kelas berapa?" tanya gadis itu, masih tetap tersenyum.
"Aku baru kelas 10." kata Hinata datar.
"Pantas saja kita belum pernah bertemu," gadis itu tertawa riang, "kau ternyata adik kelasku ya."
Hinata hanya mengangguk, lalu berpura-pura membaca buku yang berada di tangannya.
"Siapa namamu?"
"Hinata Hyuuga."
"Namamu bagus. Namaku Shion..." gadis itu tersenyum. Hinata membalas senyum itu, walau dengan senyum paksa.
Gadis itu memperhatikan jam yang berada di tangan kanannya. "Ah! Gawat! Aku pergi dulu ya..." gadis itu melambai dan berlari hingga akhirnya menghilang di balik pintu perpustakaan.
Hinata hanya tersenyum sambil menutup bukunya dan mengembalikannya ke rak yang seharusnya.
.
"Shion, kau lama sekali!" protes seorang lelaki berambut jabrik sambil tersenyum. "Aku menyesal karena menuruti keinginan Kaa-san. Kau adalah sepupu yang sangat susah diatur."
"Maaf ya, Naruto-kun. Tadi aku lama karena sedang berbicara dengan seorang gadis di perpustakaan." Shion tersenyum, lalu menarik tangan Naruto.
"Siapa...?"
"Entahlah, aku juga kurang tahu. Kalau tidak salah, namanya Hinata Hyuuga."
Naruto merasa kalau jantungnya berdetak dengan terburu-buru saat mendengar nama gadis itu. Ada apa dengan dirinya...?
"Hei, Naruto-kun! Ayo cepat! Aku tidak mau di marahi sama Oba-san!" teriak Shion yang berada di depannya.
"Ah, iya," Naruto berlari ke arah Shion, dengan perasaan yang masih tidak menentu Di hatinya.
.
Shion merasakan ada yang aneh pada sepupunya itu sejak dia menyebutkan nama gadis yang diajaknya bicara di perpustakaan tadi. Tapi, dia terlalu takut untuk bertanya saat melihat ekspresi Naruto yang sangat tidak biasa.
"Apa yang dikatakannya padamu...?"
Shion memalingkan wajahnya, hanya untuk melihat sepupu laki-lakinya itu memandangnya dengan pandangan tajam menusuk.
"Hanya beramah-tamah saja. Memangnya kenapa Naruto-kun?"
Shion dapat melihatnya, wajah pemuda berkulit kecoklatan itu terlihat memerah. "Apa dia... Menyebutkan namaku?"
Gadis itu tersenyum kecil, "Oh yeah, jangan bilang kalau sepupuku ini sedang jatuh cinta?"
Kulit kecoklatan itu memerah lagi, membuat Shion semakin semangat untuk mengerjai sang sepupu. Shion tertawa kecil, "Aku tidak menyangka kalau sepupuku ini bisa jatuh cinta."
"Sudahlah, lebih baik kita bergegas ke parkiran. Aku tidak mau dibunuh Kaa-san hanya karena terlambat sampai ke rumah."
Shion tersenyum, "Baiklah..."
"Aku ingin bertanya satu hal," kata Naruto, matanya masih menatap lurus ke depan, "rasa cinta itu... Seperti apa?"
"Kau kenapa Naruto-kun? Tidak seperti biasanya. Kau sedang sa-"
Perkataan Shion terpotong oleh suara dingin itu, "Sudahlah, lupakan saja..."
Gadis itu terdiam. "Cinta itu sebuah perasaan yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata,"
Naruto menoleh, terkejut karena sang sepupu bisa bicara serius seperti sekarang.
"Cinta itu hanya bisa dirasakan, tapi tak bisa digambarkan oleh kata-kata. Saat kau memikirkan orang yang kau cintai, kau akan merasakan sebuah getaran di hatimu, yang bahkan tak bisa kau gambarkan dengan kata-kata,"
Naruto diam, tak bisa berkata-kata. Shion memandangnya dengan pandangan tajam, menusuk.
"Cinta itu bukan hal yang patut untuk dipermainkan," dan Shion kembali menghela nafas, "memangnya, untuk apa kau menanyakan soal cinta, hm?"
"Aku hanya ingin tahu saja."
Dan Naruto tahu, perasaan apa yang menyusup ke dalam hatinya saat ini. Perasaan yang ditinggalkan sang gadis Hyuuga kepadanya.
Perasaan yang tak bisa digambarkannya dengan kata-kata...
Perasaan itu adalah...
Cinta...
.
Memangnya apa yang dipirkan Hinata sekarang? Tidak ada yang dipirkannya sekarang.
Semua pikirannya kosong saat melihat Naruto dan gadis yang bicara dengannya di perpustakaan tadi sedang berjalan beriringan di lorong sekolah.
Tidak, dia tidak cemburu. Dia hanya terkejut saja. Memangnya untuk apa dia cemburu? Toh dia dan Naruto sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.
Tapi kenapa? Kenapa cairan hangat ini keluar lagi?
Hinata berbalik, tak mampu lagi melihat adegan-adegan yang ditampilkan di depannya. Memangnya untuk apa dia melihat semua itu kalau hanya membuatnya merasakan sakit yang amat sangat luar biasa di hatinya?
"Bodoh! Untuk apa aku menangis!" dihapusnya air mata yang sudah menggenang di pipinya.
"Tidak ada gunanya aku menangis," di hapusnya air mata yang kembali mengalir ke kedua pipinya yang sudah memerah karena terlalu sering menangis, "aku hanya membuang air mataku hanya untuk menangisi laki-laki itu."
Hinata tak mau lagi menangis, dia harus menjadi kuat!
"Aku tidak akan menangis lagi. Aku akan melupakanmu, Uzumaki!" bahkan menyebut namanya pun Hinata tak sanggup.
Tapi dia sudah bertekad, dan dia tidak akan menghapus tekadnya barang sejengkal pun!
To Be Continued
banyak hal aneh yang terjadi di fic ini... Seperti Shion yang jadi sepupu Naruto, Yakumo yang jadi pacarnya Sasuke, dll, dsb, dst...
Collab pertama saya dan 2 teman saya...
Dan saya (Tsuki Hikari Kagayaku) kebagian yang pertama buat ngerjain nih fic. Chap depan yang bakalan ngerjain adalah Chi-san...
Maaf kalau jelek...
Boleh minta RnR gak?