ChiChi Rachel Gracheila Uchiha a.k.a Chi Kagayaku

Present

Because Of Bets Chapter II

Rated: T

Disclaimer: Sampai Chi mati sekalipun, Naruto akan selalu menjadi miliknya Masashi Kishimoto.

Warning: AU, OOC, Typo(s), dan kekurangan lainnya.

Genre: Drama/Romance

Bila ada yang mencintaimu dengan sepenuh hati, janganlah kamu permainkan cintanya. Karena, mencari cinta sejati yang menerima kelebihan dan kekuranganmu, tidaklah semudah membalikan telapak tangan!

oOo

Naruto memutar matanya sambil terus duduk menunggu Shion. Bosan? Tentu saja! Siapa coba yang tidak bosan menunggu seorang gadis berbelanja? Ditambah perasaan risih karena banyak gadis-gadis centil yang tersenyum genit, mengedipkan mata, bahkan mencoleknya. Menemani seorang gadis yang tak mampu menahan keinginannya untuk belanja sehingga menghabiskan waktu dan uang alias shopaholic tak seasyik yang terlihat. Andai saja Naruto tidak menuruti keinginan sang gadis untuk ditemani pergi ke Mall, pastilah waktunya tidak akan terbuang percuma hanya untuk menunggu seorang gadis pergi berbelanja.

"Naruto-kun!" sapa suara familiar yang sedang menenteng barang belanjaan di tangannya.

"Sudah selesai?" Naruto mengambil sebagian barang belanjaan Shion, untuk membuat beban yang dibawa sang gadis berkurang.

"Belum! Temani aku ke lantai tiga. Di sana ada diskon 50% untuk high heels yang ku dambakan. Ayolah, Naruto-kun, please!"

Naruto ingin sekali menolak. Tapi, rasanya tak tega melihat wajah memelas sang sepupu, mau tidak mau, terpaksa Naruto menemani.

"Baiklah. Tapi, ada satu syarat!"

"Apa itu?"

"Jangan terlalu lama! Kau tidak tahu betapa risihnya aku digoda oleh perempuan-perempuan centil itu!"

Menunjuk ke belakang, tepat ke kerumunan gadis-gadis yang dari tadi mengedipkan mata padanya.

Shion membalikan wajahnya, menelusuri tangan Naruto yang menunjuk entah ke mana. Dan tawa cerianya pecah saat melihat salah seorang gadis yang sedang melambai dengan gaya centil, "Oke, oke. Let's go!"

Naruto hanya bisa menuruti saja ke mana sepupunya itu membawanya berjalan. Tak menghiraukan gerutuan para gadis yang dari tadi sibuk mencoba menggodanya.

oOo

Shion tertawa riang sambil membawa sebuah bungkusan besar di tangannya. Akhirnya high heels yang didambakannya selama ini terbeli. Sebenarnya sudah sejak lama dia ingin membeli high heels itu, hanya saja saat itu harganya terbilang mahal.

"Sudah membeli high heels idamanmu itu?" Naruto berjalan mendekati Shion yang senyum-senyum senang sambil mengangkat bungkusan besar di tangannya.

"Kau bisa lihat kan?"

"Ya. Aku tidak buta, Shion."

Perdebatan kecil terdengar di sela canda tawa mereka berdua. Sesekali Naruto menggerutu tentang gadis-gadis yang entah kenapa suka sekali berbelanja, dan disambut dengan jitakan pelan dari Shion.

oOo

"Ah! Kenapa aku baru ingat kalau Hanabi hari ini ulang tahun? Ini semua gara-gara laki-laki itu!" Hinata berjalan sambil menggerutu, tak sama sekali melihat dengan teliti apa yang ada di depannya. Hingga—

BRUK!

—dia menabrak seseorang yang entah siapa, sehingga membuat belanjaan orang yang ditabraknya jatuh berantakan.

"Gomen, aku buru-buru."

Hinata menunduk, untuk mengambil barang belanjaan orang yang terjatuh karena tidak sengaja bertabrakan dengan dirinya.

"Ini belanjaanya. Maaf tadi saya menabrak—"

Kata-katanya terhenti di tenggorokan. Matanya membulat dengan sempurna saat melihat orang yang berdiri di depannya.

"S-Shion-senpai?"

"Hey Hinata-chan! Kebetulan sekali kita bertemu di sini!"

Shion tersenyum ceria sambil mengambil barang belanjaannya yang berada di tangan Hinata.

Sedangkan Hinata hanya bisa membatu. Ugh! Kenapa dia harus bertemu dengan gadis yang di sekolah tadi sedang berduaan dengan Naruto? Rasanya hatinya remuk hingga tak berbekas saat mengingat hal itu.

'Hinata! Lupakan laki-laki itu! Lupakan!'

"Ah… A-Aku harus pergi sekarang senpai!"

Hinata segera berbalik, bermaksud untuk pergi sekarang juga. "Hinata-chan! Apa kau mengenal Naruto-kun?"

Kenapa? Kenapa dia harus mendengar nama laki-laki itu lagi?

"A-Aku t-tidak mengenalnya Shion-senpai…"

Kakinya berjalan melangkah, membawa dirinya keluar dari suasana yang menyesakan sekaligus membuat hatinya remuk. Air mata yang menggenang di pelupuk matanya tak dihiarukannya.

Tanpa disadarinya, seorang laki-laki bermata sapphire memperhatikannya, sekaligus mendengar percakapannya.

oOo

"Naruto-kun! Bukannya kau mencintai gadis itu? Tapi kenapa kau malah diam mambatu di sana?"

"A-Aku hanya belum siap."

Kenapa hatinya terasa sakit saat mendengar Hinata yang mengatakan kalau gadis itu tak mengenal dirinya? Apa sebenci itukah gadis itu padanya?

"Sudahlah… Ini! Bawa belanjaanku! Berat tahu!"

Shion menyodorkan sebagian belanjaannya kepada Naruto, yang langsung diambil dengan sigap oleh sang lelaki.

"Sekarang kita pulang! Mood-ku teras buruk sekarang!"

Shion hanya bisa berjalan, mengikuti langkah sang sepupu yang kelihatan terburu-buru.

oOo

Naruto menyetir dalam diam, sama sekali tak menghiraukan ocehan sepupunya yang berada di sebelahnya. Pikirannya sama sekali tidak fokus, otaknya sedang terbayang akan taruhannya dengan Sasuke.

Flashback

Saat itu langit sedang cerah, dan saat itu juga semuanya dimulai.

"Naruto, bagaimana kalau kita mengadakan sebuah taruhan?"

Naruto hanya tersenyum mengejek, "Taruhan apa?"

"Kau tahu 'kan seorang puteri tertua di keluarga Hyuuga?" ujar Sasuke sambil menyeringai.

Naruto mengangkat sebelah alisnya bingung. "Ya. Memangnya ada apa dengan dia?"

"Kau harus bisa mendapatkan cintanya. Dan kau harus berpacaran minimal satu bulan dengan gadis Hyuuga itu. Bagaiman?"

"Apa imbalannya jika aku berhasil?Aku tidak ingin taruhan yang tidak menghasilkan apa-apa, Uchiha!"

Sasuke tertawa angkuh, "Seorang Uchiha Sasuke tidak akan membuat taruhan yang tidak berguna! Kalau kau berhasil, perusahaan dari keluargaku akan menginvestasikan sahamnya pada perusahaan keluargamu. Tapi jika kau kalah, kau harus menjadi budak-ku selama seminggu. Bagaimana?"

Sasuke mengulurkan tangannya, "Deal?"

"Deal!" Naruto menyambut uluran tangan Sasuke.

"Aku tunggu, Naruto!"

Flashback End

oOo

Hinata menghela nafas lega, sambil menenteng sebuah gaun lengan pendek dengan warna dasar merah muda yang bermotif bunga, hadiah untuk adiknya, Hanabi. "Akhirnya ketemu juga hadiah yang cocok. Tinggal membungkusnya menjadi kado," guman Hinata.

Dia menyerahkan hadiah itu kepada kasir. Yang langsung diambil dengan cekatan oleh kasir itu.

"Tolong di bungkus dengan kertas kado ya…"

Sang kasir mengangguk, dan dengan cekatan membungkus gaun yang tadi diserahkan Hinata dengan kertas kado.

Hinata menyerahkan sejumlah uang sambil tersenyum sopan.

"Ini belanjaannya. Terima kasih sudah berbelanja di sini. Semoga memuaskan." penjaga kasir memberikan sejumalah uang kembalian serta gaun yang sudah dibungkus rapi dengan kertas kado berwarna putih dan pita berwarna merah.

Hinata mengangguk, lalu melesat pergi meninggalkan Mall.

Sambil terus berjalan, pikiran Hinata melayang ke masa di mana Naruto menyatakan cinta padanya, cinta palsu yang diberikannya.

Flashback

"Hinata, aku ingin mengatakn sesuatu padamu."

"Ya, apa yang ingin kau katakan Naruto-kun?"

"Sebenarnya… Sudah sejak lama aku mencintaimu. Maukah kau menjadi seseorang yang mengisi lubang menganga di hatiku?"

Naruto menyodorkan setangkai bunga plastik berwarna merah sambil berlutut, seperti orang menyatakan cinta kebanyakan.

Hinata dapat merasakan pipinya memanas. Dan dia mengangguk, sambil tersenyum kepada Naruto. "A-Aku mau, Naruto-kun..."

Naruto menghela nafas lega, 'Syukurlah gadis ini menerimaku.'

"N-Naruto-kun, ada yang i-ingin aku t-tanyakan padamu."

"Menanyakan apa, Hinata-chan?"

"Kenapa kau memakai setangkai bunga plastik?"

"Aku memakai bunga plastik karena bunga asli bisa mati, sedangkan bunga plastik akan bertahan selamanya. Bunga plastik itu melambangkan cintaku padamu, cinta yang abadi."

"Betul juga." Hinata hanya mengangguk-angguk paham. Tapi, Hinata merasakan kalau apa yang dikatakan Naruto padanya adalah palsu. Tetapi ditepisnya semua prasangka buruk yang membayangi pikirannya.

"Hinata-chan, mau berjalan-jalan?"

"Boleh," Naruto dan Hinata beranjak pergi dari kursi taman yang tadi di duduki.

"Tak kusangka kau berhasil, Naruto."

Sepasang mata onyx memperhatikan gerak-gerik kedua pasangan itu sambil menyeringai puas.

Flashback End

oOo

"Kenapa aku mesti mengingat kejadian bersama laki-laki itu lagi? Aku harus mencoba melupakannya!" Hinata menghapus air matanya. Jika mengingat kenangan itu, air matanya selalu jatuh dan menggenang di pipinya.

TIIT!

Bunyi klakson mobil mengagetkan Hinata. Hinata melihat plat mobil, dan dia langsung mengenalinya, itu adalah mobil keluarga Hyuuga. Tanpa banya bicara, Hinata segera melangkah dan memasuki mobil.

oOo

"Shion,"

"Ya?"

"Menurutmu laki-laki mempermainkan cinta seorang gadis yang begitu mencintainya dengan sepenuh hati apakah pantas untuk dimaafkan?"

"Menurutku, laki-laki itu tidak bisa dimaafkan! Cinta itu bukan hal yang patut untuk dipermainkan! Dan mempermainkan hati seseorang bukanlah perkara yang bisa dimaafkan dengan gamblang! Memangnya kenapa?"

Kata-kata Shion tersebut seakan menusuk hatinya. Mengakar dan tertanam di relung sanubarinya.

"Oh, terima kasih atas pendapatmu, Shion."

Shion tersenyum lembut dan matanya kembali fokus ke jalanan. Tapi—

"NARUTO! AWAS DIDEPANMU!

CKIIIT! BUUUM! BAAAAM...!

oOo

Suara musik pesta perayaan ulang tahun Hanabi yang ke-12 itu cukup ramai, hingga membuat Hinata menjauh dari keramaian pesta. Hinata tidak suka sesuatu yang berisik. Karena itu dia selalu menjauh dari keramaian.

Didekatkannya gelas minuman yang ada di tangannya ke bibirnya. Namun—

Gelas itu tiba-tiba jatuh, meluncur dari tangannya dan bertabrakan dengan lantai. Hingga akhirnya pecah menjadi ribuan keping kaca yang pecah.

"Na-Naruto-kun..." entah apa yang dipikirkannya, tapi nama itu tiba-tiba meluncur dari bibirnya tanpa dipikirkan terlebih dahulu.

DEG!

Kenangan demi kenangan bermunculan di pikirannya. Membuat air mata kembali meleleh di matanya yang berwarna lavender. Kenapa harus teringat dengan laki-laki itu lagi? Kenapa?

"Hinata-chan, kau di cari oleh Oji-sama. Eh? Kenapa kau menangis?"

Hinata menghapus air mata yang menggenang di pelupuk matanya, "Tidak ada apa-apa, Neji-nii. Mataku hanya kelilipan debu."

Neji memincingkan mata dengan curiga, "Benarkah? Tapi aku kurang yakin, Hinata-chan."

"Aku benar-benar tidak apa-apa Neji-nii. Tou-sama mencariku? Ada apa?"

"Aku juga tidak tahu. Lebih baik kau segera ke sana, Hinata-chan."

"Baik! Terima kasih, Neji-nii."

Hinata melangkahkan kakinya ke dalam, untuk menemui ayahnya. Sedangkan Neji sama sekali tidak beranjak. Matanya tertuju pada pecahan kaca yang ada di sana.

"Sebenarnya—" mata Neji memincing, tubuhnya berlutut ke bawah, "ada apa?"

Neji tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia akan mencari tahu!

To Be Continued

OoO

Author's Note: Hiyaaa! Maaf lama! Nih fic maleeees banget Chi ketik, padahal, 2 jam doang sebenarnya jadi XD

Untuk Tsuki, makasih mau direpotin!

Tsuki: Direpotin kapan aja aku mau!

Tsuki's Note: Saya lho yang maksa Chi-san buat ngetik chap 2-nya ngebut. Dan saya mencoba me-ngedit-kan nih fic buat Chi-san. Maaf kalau jelek ya Chi-san! Dan semoga para readers bisa menerima!

Ok, mungkin di chap ini jelek, abal, OOC, typo(s), dsb. Tapi, ya, namanya author kelewat PeDe gini deh. Sebenarnya, nemenin selama tiga jam di Mall itu pengalaman Chi. Chap ketiga akan dilanjutkan oleh Asa-chan.

Ok, jangan lupa!

R

E

V

I

E

W

-ChiChi Rachel Gracheila Uchiha log out-