Disclaimer : I DO NOT OWN NARUTO.. Kishimoto owns Naruto..(T_T)

Don't like don't read!

Warning: Perhatian cerita ini mengandung unsur seksualitas, umpatan, dan kekerasan. Untuk pembaca usia 18+.

Slave of Your Love

AU, OOC, Miss Typo, Gaje

Rate : M

Genre : Angst/Hurt/Comfort

Summary:

Aku tidak pernah bermimpi untuk menjalani hidup seperti ini. Menjadi jaminan atas hutang ayahku dan hidup layaknya seperti seorang wanita penghibur. Bahkan hidup seorang wanita penghibur lebih baik dari apa yang kurasakan. Aku hanyalah seorang budak dan aku tidak bisa lari dari nasib hina yang mengikat hidupku ini. Bisakah aku keluar dari kehinaan ini? Ataukah takdirku yang sudah harus begini?

Chapter 1. The Night When My Destiny Began.

NORMAL POV

"SAKURA!" teriak seorang pria terhuyung memasuki sebuah rumah. Ia berjalan dengan gontai menuju sebuah kamar yang terletak di ujung kanan rumah itu sambil membawa sebotol minuman keras yang sesekali diteguknya.

"SAKURA! DIMANA KAU? CEPAT KEMARI!" teriak pria itu sekali lagi.

Pintu kamar di ujung kanan rumah itu terbuka. Sosok gadis berambut pink keluar dan dengan tergesa-gesa menghampiri pria itu.

"Ayah, maafkan aku. Aku sudah tertidur dari tadi. Ayah, dari mana saja?" tanya gadis yang bernama Sakura khawatir ketika ia menghampiri pria itu.

Sakura mengulurkan tangan kanannya untuk membantu ayahnya agar tidak terjatuh ke lantai. Namun sebelum tangan Sakura memegang lengan ayahnya, secepat kilat ayahnya menyambar tangan Sakura dan menarik tubuhnya ke depan tubuh pria itu. Wajah Sakura hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah ayahnya, sehingga Sakura dapat mencium bau alkohol dari nafas ayahnya.

"SUDAH BERAPA KALI KU BILANG KALAU JANGAN SEKALI-KALI MENGACUHKAN PANGGILANKU!" .

"Maa-af ay-ah," jawab sakura ketakutan. Cengkraman tangan ayahnya semakin mengeras menimbulkan bercak merah di lengan Sakura.

"DASAR ANAK TIDAK BERGUNA!" teriak ayahnya sambil mengayunkan botol minuman dengan keras ke tangan kiri Sakura.

"AAHHH!" Sakura berteriak kesakitan ketika botol itu menghantam tangan kirinya. Pecahan kaca akibat benturan botol dengan tubuhnya mengiris lengan kirinya. Darah segar keluar bercucuran ke pergelangan tangannya dan menetes ke lantai. Tidak puas dengan memukulnya dengan botol, ayahnya kemudian menarik rambut panjangnya kasar kemudian mengayunkan tangan kirinya ke wajah Sakura.

'PLAK!' bunyi tamparan keras menggema di rumah itu. Sakura tersungkur ke lantai akibat kerasnya tamparan di pipi kanannya.

"BERANI-BERANINYA KAU MELAWAN PERINTAHKU. DASAR PELACUR! WANITA MURAHAN! ANAK SIALAN!" umpat ayahnya dengan terus melayangkan pukulan dan tendangan ke tubuh Sakura, yang tergeletak lemah di lantai sambil meneriakkan kata-kata kasar kepadanya.

"A-yah. Hen-ti-kan. S-aa-ki-iit," ucap Sakura memohon.

Ayahnya terus memukulinya tanpa memperdulikan rintihan kesakitan Sakura. Wajah, dada, perut, dan kaki Sakura tidak luput dari pukulan dan tendangan keras ayahnya. Sakura hanya bisa pasrah tanpa melawan. Air mata terus mengalir membasahi pipinya. Pukulan-pukulan keras terus menghujam di tubuhnya. Sakura menggigit bibir bawahnya sampai berdarah sambil menahan rasa sakit yang ia rasakan. Kedua tangannya berusaha melindungi wajahnya, mencoba mencegah wajahnya semakin hancur oleh pukulan ayahnya.

'Oh Kami-sama, biarkan ini cepat berlalu,' seru Sakura berdoa dalam hati.

Bagi Sakura, ini bukan pertama kalinya ia dipukuli ayahnya tanpa ampun. Padahal sebelumya, ayah Sakura adalah pria yang baik dan penyayang. Namun, setelah kematian ibunya, ayahnya berubah menjadi pria yang kasar dan suka memukuli anaknya. Ayahnya juga suka minum-minum, berjudi dan bahkan bermain perempuan. Hampir setiap hari ayahnya pulang dengan bau alkohol dan parfum wanita yang menusuk hidung. Apabila ayahnya kalah dalam berjudi, ia akan melampiaskan kekesalannya dengan memukuli sakura sampai babak belur, ketika ia sampai di rumah. Lebih parahnya lagi, ayahnya pernah memukuli Sakura sampai pingsan, membuat Sakura harus absen dari tempat kerjanya karena terbaring lemah di tempat tidurnya.

Sakura berusaha menahan rasa mual yang mulai melandanya. Namun hal itu sia-sia. Tak berapa lama, darah keluar dari mulutnya. Sakura terbatuk-batuk setelah ia memuntahkan darah dari dalam mulutnya. Tubuhnya semakin tidak mampu menahan rasa sakit yang terus menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia merasa tubuhnya mulai mati rasa. Dirinya berada antara sadar dan tidak sadar.

Tiba-tiba, terdengar bunyi ketukan dari arah pintu depan. Ayah Sakura kemudian berhenti memukulinya dan berjalan terhuyung-huyung menghampiri pintu depan. "Siapa malam-malam begini berta-," kata-katanya terhenti ketika ia melihat dua sosok manusia yang bertubuh tinggi berdiri di depan pintu rumahnya. Ia mundur ketakutan, kemudian tersungkur beberapa meter dari pintu rumahnya.

Kedua sosok manusia itu kemudian masuk. Cahaya lampu yang berasal dari ruangan itu memperlihatkan dua pria muda, berbadan tinggi, dan tegap. Keduanya mengenakan jaket hitam tebal yang menutupi tubuh mereka hingga ke lutut kaki mereka. Udara malam bulan November yang dingin, menyeruak masuk dan menyebar ke seluruh ruang tamu di mana keempat orang itu berada.

"Selamat malam, Shouji Haruno," kata pria dengan rambut blonde berantakan dan bermata biru sapphire.

"Kami datang kesini untuk menagih hutangmu yang menunggak," ujar pria lainnya yang berambut cokelat dan bermata putih itu dingin.

"Uzumaki-san. Hyuuga-san. Maaf. Tapi saya belum memiliki uang. Tunggu beberapa bulan lagi, pasti saya akan melunasinya," Shouji tersungkur dan memohon di depan kedua pria itu.

"Sampai kapan? Sudah enam bulan lamanya kamu belum membayar hutang dan bunga yang sudah tertunggak," sindir pria yang bernama Neji Hyuuga.

"A-aku pasti mem-ba-bayarnya. AKU MOHON!"

Pria yang bernama Naruto Uzumaki berjalan menghampiri ayah Sakura, memegang kedua kerah kemejanya dan mengepalkan tangan kanannya kemudian diayunkan ke pipi Shouji dengan keras.

'BUGHH' Darah mengalir dari sudut kanan bibir Shoji.

"AHH! ITU ALASAN YANG SUDAH BERULANG-ULANG KAMI DENGAR SETIAP KALI KAMI MENAGIHMU!" bentak Naruto marah sambil mempererat cengkramannya di kedua kerah kemeja Shouji.

"Aku tidak punya uang sebanyak itu. Aku hanyalah karyawan biasa di kantor Tuan Uchiha. Kasihanilah aku," Shouji terisak. Airmatanya tidak membuat kedua pria lainnya kasihan.

"Kau hanya karyawan biasa dan berani meminjam uang dengan jumlah yang banyak! Kau bilang uang itu akan digunakan untuk membangun usaha yang ingin kau rintis. Ternyata hanya digunakan untuk bermain judi dan menyewa pelacur. Mana buktinya usahamu sekarang! Nol Besar! Kau hanya sampah masyarakat!" ucap Neji tajam.

"BAYAR HUTANGMU SEKARANG JUGA! KALAU TIDAK KAMI TAK AKAN SEGAN-SEGAN MEMBUNUHMU" bentak Naruto marah.

"Aa-kuu Mo-mo-hon. Jaa-ngan buu-nuuh aku. Aku tidak punya apa-apa lagi!" Shouji makin terisak ketakutan.

Neji melihat sekeliling rumah itu. Benar kata orang itu. Tidak ada barang berharga yang bisa dijual untuk melunasi hutang orang ini. Isi rumahnya hanya barang-barang tua yang tidak ada nilainya. Bahkan rumahnya saja kecil dan tidak terawat. Bangunannya terlihat seperti akan bobrok. Catnya sudah mengelupas di sana-sini. Tak akan ada orang yang berminat membelinya. Kalau pun ada yang berminat, tidak akan ada orang yang akan membeli dengan harga tinggi dan hasil penjualannya pun tidak akan bisa melunasi hutang orang ini yang membengkak. Matanya akhirnya tertuju pada gadis muda yang tergeletak tidak jauh dari tempat ia berdiri. Gadis itu terlihat setengah sadar dan terbaring tidak berdaya. Gaun tidur yang ia pakai terkoyak menampakkan sedikit kulit mulus gadis itu. Dari luka-luka yang nampak di tubuhnya, Neji tahu bahwa gadis itu baru saja dipukuli habis-habisan. Dia memperhatikan wajah gadis itu. Luka lebam di sekujur wajahnya tidak mampu menyamarkan kecantikan gadis itu.

"Siapa dia?" tanya Neji sambil menunjuk ke arah Sakura.

"Dia Sakura. Putriku," jawab Shouji takut.

'Dasar Pria tak tahu diri! Putrinya sendiri dipukuli hingga hampir pingsan,' pikir Neji jijik.

Neji berjalan ke arah Sakura kemudian membopong Sakura ke dadanya yang bidang.

"Kami bawa putrimu sebagai jaminan. Sebelum kau melunasi hutangmu, putrimu tidak akan kami kembalikan," kata Neji dingin.

"Bawa saja putriku sebagai pengganti hutang-hutangku,"

"KAU MEMANG AYAH TAK BERGUNA. CUUIIH!" Naruto membanting Shouji dari cengkeramannya dan kemudian meludahi wajahnya.

"Satu lagi Shouji. Jangan pikir dengan memberikan putrimu berarti hutang-hutangmu telah lunas. Kami akan terus mengawasimu. Jangan kira kau bisa lari dari kami. Dan kuperingatkan, jangan berpikir untuk meninggalkan Konoha," ujar Neji ketus.

"Ayo Naruto, kita pergi." ajak Neji kemudian.

Mereka segera meninggalkan rumah itu.


SAKURA POV

Tubuhku terasa seperti melayang. Di sekitarku terasa sangat hangat dan nyaman. Apa aku sudah mati? Jika aku sudah mati kenapa kepalaku pusing sekali? Kucoba membuka mataku yang terasa berat. Samar-samar kulihat seorang pria berambut cokelat sebahu di sebelahku. Mataku akhirnya terbelalak lebar. Aku berada dalam dekapan seorang pria yang tidak kukenal, dan pria itu sangat tampan.

'Oh Kami. Apakah aku sudah berada di surga?' pikirku.

"Kau belum mati," jawab pria itu dingin. Aku merasakan pipiku mulai memanas. Baru aku sadari bahwa aku sudah mengucapkan apa yang tadi ada dalam pikiranku. Aku hanya terdiam.

"Sebentar lagi kita akan sampai," kata pria itu kemudian.

Keheningan kemudian mengisi sekitarku. Hanya terdengar suara mesin mobil yang melaju di jalanan. Aku melihat ke arah sekelingku. Aku tidak lagi berada d irumahku melainkan di dalam sebuah mobil bersama dua pria yang tidak ku kenal.

'Apa mau orang-orang ini padaku. Kemana mereka akan membawaku?' pikirku dalam hati. Perasaan was-was mulai muncul dibenakku.

'Apa yang akan terjadi padaku?'


NORMAL POV

Suara desahan dan erangan kenikmatan memenuhi ruangan itu. Dua manusia terlihat sedang bergulat satu sama lain di atas tempat tidur. Seorang pria menindih wanita-terbaring terlentang dibawahnya- di atas tempat tidur berukuran king-size yang terus-terusan mendesah kenikmatan tanpa henti. Tangan pria itu dengan lihai membelai dan meremas seluruh bagian-bagian sensitif wanita itu. Tangan dan kaki wanita itu semakin erat memeluk pasangannya. Permainan mereka semakin lama semakin menggelora. Pria itu mempercepat temponya membuat sang wanita berteriak kenikmatan. Suara-suara indah dari mulut wanita itu semakin memacu gerakan sang pria. Ciuman dan gigitan lembut pasangannya membanjiri leher jenjang dan dada montok wanita itu, meninggalkan bekas kissmark. Hawa di sekitar mereka semakin panas. Suara erangan, desahan, dan gerakan pinggul mereka terus membahana di kamar itu. Tidak lama lagi mereka akan sampai pada puncaknya. Tangan kanan pria itu yang awalnya meremas pelan dada kanan pasangannya, beralih ke tempat di mana mereka menyatu. Dibelainya dengan kencang milik wanita itu. Tak lama kemudian, sang wanita berteriak kepuasan menandakan dirinya sudah berada di puncaknya. Sang pria kemudian mengikutinya. Setelah nafas keduanya teratur, sang pria menarik tubuhnya dari dalam wanita dan berbaring santai di samping pasangannya.

"Kau benar-benar hebat sayang," kata wanita itu manja.

Sang pria hanya tersenyum angkuh kemudian mengambil cerutu yang terletak di samping tempat tidur, menyulutkan apinya dan mengisap cerutu itu dalam-dalam.

Bunyi ketukan pintu terdengar dari balik pintu kamar itu.

"Ada apa!" seru pria itu kesal karena merasa terganggu.

"Maafkan saya telah mengganggu anda, Tuan. Tapi, ada tamu penting yang ingin segera bertemu dengan anda," kata seorang pria dari balik pintu itu.

"Aku akan segera kesana. Suruh mereka menunggu di ruang kerjaku," jawabnya kemudian.

"Baik. Permisi Tuan."

"Hari ini cukup sampai sini. Sebaiknya kau pergi. Aku akan menyuruh orangku mengantarmu pulang," ujar pria itu beranjak dari tempat tidur menuju ke sebuah sofa dan mengenakan jubah tidurnya yang terletak di sofa itu.

"Kau tidak mau aku menunggumu untuk melanjutkan permainan kita tadi?" wanita itu merayu sambil memeluk pinggang pria itu dari belakang. Wanita itu berharap bisa mengubah pikiran pria itu.

"Aku sedang tidak berminat. Cepat pakai pakaianmu dan pulanglah," jawab pria itu melepaskan pelukan wanita itu dan berjalan menuju ke luar kamarnya. Ia segera beranjak ke pintu membukanya dan memanggil pelayannya, "Genma!"

Seorang pelayan yang tadi mengetuk pintu kamar majikannya datang menghampiri majikannya. "Iya, Tuan."

"Panggilkan seseorang dan siapkan mobil untuk mengantarkan Nona Ami pulang ke rumahnya," perintah pria itu kemudian meninggalkan kamarnya tanpa menoleh sedikit pun ke arah wanita yang ia tiduri tadi.

"Baik, Tuan," jawab Genma kemudian bergegas meninggalkan kamar itu dan melakukan apa yang diperintahkan majikannya

Dengan kecewa, wanita itu mengenakan kembali kimono putih dengan corak bunga-bunga mawar merah besar di belakangnya-yang ia pakai sebelumnya- kemudian segera meninggalkan kamar itu menuju mobil yang sudah disiapkan Genma di pintu depan rumah tersebut.


Pria itu berjalan melawati koridor rumahnya yang luas dan menuju ruang kerjanya. Ia memasuki ruang kerjanya untuk menemui orang yang berani-beraninya mengganggu malam istirahatnya. Ketika ia melihat 'tamu penting' yang datang, wajahnya langsung mengernyit kesal. Ia segera menghampiri meja kerjanya dan duduk bersandar pada kursi yang terletak di belakang meja kerjanya. Dengan memandang marah kepada ketiga sosok yang berada di depannya, ia berkata,

"Berikan alasan yang jelas apa maksud kalian menggangguku malam-malam begini. Kalau tidak, aku akan menembak kepala kalian berdua, Naruto, Neji!"

Pria itu benar-benar marah.

.

.

-TBC-

.

.


Hai semuanya! ini cerita keduaku. Maaf bila belum meng-update True Love Never Dies. Tapi cerita ini berputar-putar dalam otakku. Jadinya ingin ku publish saja. Mohon maaf apabila masih ada Miss Typo. Ini cerita Lemon pertamaku. Mohon Maklum..

Author akan berusaha untuk memperbaikinya.

Mohon tanggapan reader semuanya ya.. Author tidak menerima segala bentuk flame..

Please R&R

Niwa Sakura