Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Warning: AU, typos, OOC, OCs, dan sederet kesalahan lain
Genre: Horror/Mystery/Suspense/ Sci-fi
Hinata Hyuuga = Yelena Milanova
Hyuuga Neji = Dmitri Milanovich
Happy reading minna
.
.
Sankt Peterburg
Suara dering ponsel adalah pangganggu nomor satu dari tidur Gaara yang belum seberapa nyenyak. Pria berusia pertengahan dua puluh itu sedikit menggerutu. Ia jarang mendapat waktu istirahat karena insomnia berkepanjangan. Terkutuklah orang yang menelponnya pagi-pagi buta begini. Demi apa, orang itu sepertinya tak mampu membaca waktu.
Gaara membuka mata dengan enggan. Mencoba mencari tersangka utama teror di pagi buta. Ia nyaris mengumpat kala membaca nama yang tertera di layar ponselnya. Si idiot itu, bagian mana dari kalimat aku-ingin-jatah-liburan yang belum ia mengerti? Sepertinya usul Deidara untuk melemparkan bom C4 ke otaknya memang patut dicoba.
Vibrasi ponselnya yang sempat terhenti kini kembali beraksi, disusul dering yang tak asing. Demi kumis kucing, Gaara menyesal membiarkan Naruto menyimpan nomor ponselnya!
"Hn…" Gaara menyerah pada kegigihan Naruto yang kerap kali menyebalkan.
"Syukurlah… Tuhan masih memberimu hidup." Di seberang sana, Naruto tertawa renyah. "Nyalakan komputermu, Tuan Panda. Ada hal menarik yang harus kau…"
"Berikan pada Sasuke. Sudah kubilang, aku butuh liburan. Dan kupikir kau belum tuli," tukas Gaara. Terselip nada kesal dalam rangkaian verbalnya. Sia-sia tadi sore Gaara bicara tentang rasa jenuhnya menghadapi kasus-kasus monoton yang semestinya tak perlu melibatkan dirinya.
"Ayolah, kau akan menyukainya," bujuk Naruto, "Masih ingat kematian Sir Shovkovsky seminggu lalu?"
"Petinggi partai oposisi itu? Kurasa jasadnya sudah mulai membusuk dan rohnya menunggu kiamat datang," ucap Gaara sekenanya.
"Nyalakan komputermu, baru kupersilakan kau mengoceh sepuasmu!" Suara dingin ini jelas bukan Naruto yang jelas-jelas telah mendapat ratifikasi atas pribadinya yang sehangat mentari. Tanpa melihat wajahnya pun Gaara yakin yang baru saja bicara adalah Uchiha brengsek yang sok hebat.
Gaara menyalakan komputernya dengan masih diliputi rasa enggan. Oh, astaga! Betapa mahalnya hari libur saat pekerjaan minta perhatian. Demi apa, Gaara sudah merencanakan untuk tidur seharian. Mungkin mengencani Nintendo DS-nya juga pilihan yang mengasyikkan.
Hey, hey, itu wajar kan? Lebih dari dua minggu Gaara menuntaskan kasus pelik sendirian. Semua orang pun tahu, memburu buronan yang bersembunyi di Myasnoy Bor -salah satu hutan yang dipenuhi anomali di Novgorod- itu tak lebih mudah dari menamatkan pokemon seharian. Masih untung Gaara bisa membawa pulang kepalanya dengan selamat.
Lagipula ada si Uchiha brengsek di markas kepolisian. Apa sih kerjanya selain mengamati tumbuhkembang vegetasi bernama lengkap Solanum lycopersicum itu?
Layar digital menampilkan data yang baru dikirim Sasuke. Isinya kurang lebih hasil otopsi jasad petinggi oposisi yang mati akibat kegagalan operasi by pass yang dijalaninya. Banyak arteri yang tersumbat dan Sir Shovkovsky tak mampu bertahan lebih lama. Hanya kasus biasa yang mungkin saja terjadi.
Kecuali tiba-tiba tim forensik menemukan jejak triklorometana dalam jaringan tubuh sang oposisi.
Fenomena yang tentunya memiliki daya tarik tersendiri. Tentunya karena korbannya amat dikenal publik. Intuisi Gaara mencoba menelisik. Membongkar konspirasi busuk yang tertata apik. Oh, ya ampun! Gaara, ucapkanlah selamat tinggal pada (rencana) liburanmu yang eksentrik!
.
.
.
Raut wajah Gaara kian mengkerut manakala ia mengetahui partner-nya kali ini adalah Uchiha Sasuke. Pemuda Uchiha -yang sepertinya punya anggaran khusus untuk gel rambut- itu pun tak kalah cemberut. Daripada bertemu pemuda berambut merah -yang mengingatkannya pada icon WWF- Sasuke jelas lebih memilih untuk melakukan penelitian lanjutan tentang berbagai varietas tomat.
Tuhan berbaik hati mengutus seorang Naruto untuk menengahi. Si pirang yang masih melajang di usia 28 yang membayang menunjuk setumpuk file yang menjulang. Sungguh, Gaara dan Sasuke yang malang.
"Aku pergi," ucap Gaara.
"Hey, kepala tomat! Beraninya kau pergi di saat pekerjaan menumpuk begini," ucap Sasuke jengkel.
"Jangan sembarangan memanggilku, jabrik sialan!" sahut Gaara.
Naruto terkekeh melihat psycho war yang memang kerap terjadi kala Sasuke dan Gaara berjumpa. Mendamaikan mereka sama ajaibnya dengan menemukan terik matahari di Rusia utara. Upaya yang sia-sia, meski kinerja mereka boleh dikata tanpa cela.
Hey, jangan tanya Naruto bagaimana cara mereka bekerja. Sungguh, Naruto pun tak tahu jawabannya. Alis berkerut dan muka cemberut memang bukan atmosfer yang baik untuk kerjasama. Jadi, siapa sanggup menerka kalau hasilnya tak membuat kecewa?
Gaara merapatkan syal coklatnya kala udara dingin menerpa. Tubuhnya telah terbiasa dengan iklim Rusia yang dingin tak terkira. Syal dan mantel akan memberi proteksi pertama untuknya.
"Aku ingin bertemu tim dokter yang menangani operasi by pass Sir Alexei Shovkovsky," ucap Gaara seraya menunjukkan lencananya pada receptionnist.
"Sebentar, Tuan." Wanita itu membolak-balik sebuah dokumen. Ia baru akan menekan rangkaian nomor saat mata keemasannya melihat seorang wanita berjas putih. "Ah, itu Dokter Milanova. Beliau ikut serta dalam operasi itu, Tuan."
Manik zamrud Gaara beralih menatap dokter wanita yang dimaksud sang receptionnist. Raut wajah Mongoloid dengan manik mata pucat. Kombinasi yang tak biasa, tapi terlihat cocok untuknya. Menurunkan pandangannya, Gaara jadi berasumsi wanita ini lebih cocok menjadi model pakaian dalam atau sampul majalah playboy daripada kardiolog.
"Dokter Milanova?" tanya Gaara memastikan.
Wanita berparas lembut itu mengangguk. Caranya menundukkan kepala mengingatkan Gaara pada gestur masyarakat Jepang. Ia jadi sedikit ragu dengan nama sang dokter yang terdengar begitu 'Rusia'.
"Gaara, FSB," ucap Gaara.
Dokter Milanova mengerti, ini pasti terkait privasi. Wanita bersurai indigo itu berinisiatif mengajak Gaara ke ruangannya. Ini pula yang diharapkan Gaara. Terlalu riskan membicarakan kematian petinggi negara di tempat terbuka.
Ruangan dokter Milanova tak jauh berbeda dengan ruangan dokter pada umumnya. Berdinding putih bersih dengan beberapa charta yang menempel, satu set meja kerja lengkap dengan kursi-kursi, sebuah lemari berisi buku-buku medis dan tentu saja beberapa peralatan yang mendukung profesinya.
Yelena Milanova.
Itu nama lengkap dokter muda di hadapan Gaara.
"Aku ingin tahu penyebab sesungguhnya kematian Sir Alexei Shovkovsky." Gaara tak ingin membuang waktu.
"Bukankan sudah kami katakan, terlalu banyak sumbatan pada arterinya dan Sir Shovkovsky tak mampu bertahan," jelas Milanova.
"Jika memang itu penyebab utamanya, bisakah Anda menjelaskan jejak triklorometana yang kutemuka dalam jaringan tubuhnya? Kukira kalian takkan menggunakan anestetik yang riskan," sahut Gaara.
"I-itu…" Milanova sedikit gugup.
Gaara masih menanti reaksi Milanova. Kelihatannya dokter muda ini seorang penggugup. Sedikit intimidasi akan sanggup membuatnya bicara. Gaara memberikan tatapan intens padanya. Mengamati tiap kegelisahan yang tercermin dari ekspresi Milanova.
"A-aku tidak tahu," ucap Milanova.
"Kalau begitu, aku meragukan lisensimu sebagai dokter," balas Gaara, "Dengar. Kau bisa ditangkap atas tuduhan malpraktek. Mau kupasangkan borgolmu sekarang?"
Sedikit kejutan untuk Gaara manakala mendapati reaksi lawan bicaranya. Alih-alih bertambah gugup, Milanova justru terlihat tenang sembari mengulas sebuah senyum sarat enigma. Sungguh, sebuah reaksi tak terduga dari sang dokter muda.
"Beri aku waktu untuk berpikir," ucapnya taktis.
Kala itu pemikiran Gaara hanya mencatat satu hal. Yelena Milanova tidaklah sepolos dan segugup dugaan awalnya.
.
.
.
Tap… tap… tap…
Hanya langkah kaki yang mengusik sunyi. Koridor rumah sakit terlihat sepi. Hanya makhluk-makhluk tak logis yang sesekali menunjukkan eksistensi. Bagi Yelena, ini bukanlah anomali. Nyatanya dunia klenik pun masih eksis di dunia ini.
Yang membuatnya terusik justru hipotesis tak mendasarnya yang merasa salah satu makhluk –kau tahu itu apa- bergerak mengikuti. Yelena berhenti melangkah. Ia menajamkan indra pendengarannya. Tak ada apa-apa.
Yelena berbalik cepat ke belakang. Ia tak mendapati satu entitas pun di hadapannya. Baiklah, ia takkan memaksa. Mungkin ini fantasi liarnya sebagai implikasi dari intensitasnya membaca novel Agatha Christie. Lebih baik ia menanti sang polisi yang berjanji akan menemuinya di sini.
"Yelena?" Suara dokter Hidan mengagetkannya, "Kau belum pulang?"
"A-aku… mm… aku menunggu kekasihku datang." Rona kemerahan menjalar di tulang pipi Yelena.
"Sudah punya kekasih, ya? Hn… apa itu berarti kesempatanku sudah habis?" Hidan meminimalisir jaraknya dengan sang dokter bertubuh mungil.
"Do-dokter Hi-Hidan, ka-kau mau apa?" Yelena terbata. Ia tak berani membalas tatapan dari sepasang manik cerah di hadapannya.
"Menyingkirlah dari gadisku, Dokter." Ucapan santai pemuda berambut merah bata sungguh berbanding terbalik dengan kilatan matanya.
"Ga-Gaara?" Yelena terkejut.
Satu impuls menekan alarm tanda bahaya di kepala Hidan. Meski enggan, Yelena terpaksa ia lepaskan. Kelegaan kini terpampang di raut Yelena nan rupawan. Setidaknya bersama seorang profiler FSB lebih aman dibanding bertahan dengan Hidan.
"Jadi ini kekasihmu?" ucap Hidan.
"Ayo, pulang," ajak Gaara tak mengindahkan tatapan sinis Hidan.
Yelena tak menolak manakala sang profiler membimbing jemarinya. Setidaknya ini bisa membuat Hidan percaya, pemuda berambut merah ini memang kekasihnya. Dengan ekor matanya, Yelena masih melihat Hidan yang mengawasi meraka. Ugh, sungguh menyebalkan.
"Terima kasih," ucap Yelena saat merebahkan punggungnya di jok Landrover milik Gaara.
"Kau harus membayarku, Dokter," tukas Gaara sembari menarik tuas kemudi.
"Jadi berapa aku harus membayarmu?" tanya Yelena.
"Jika yang kau tawarkan adalah uang, berapa rubel pun yang kau berikan takkan ada artinya untukku." Gaara melajukan mobilnya menjauhi areal rumah sakit.
Tampaknya Yelena cukup paham. Ia memberikan sebuah alamat pada Gaara sembari mengakui alamat itu sebagai domisilinya. Tak tertarik berdebat, Gaara mengikuti instruksi sang gadis Rusia. Toh, mungkin saja Yelena telah melunak dan mau membagi informasi. Dalam asumsi Gaara, tak mungkin gadis ini menelponnya tengah malam hanya karena butuh tumpangan.
Pondok kecil di tepi kota adalah tujuan mereka. Agak mengherankan sebenarnya jika mengingat profesi Yelena sebagai kardiolog. Gaara yakin wanita ini sanggup membayar sebuah apartemen mewah berlantai tiga. Tak ingin terjadi salah kaprah, Gaara tak begitu memedulikannya. Siapa tahu wanita memang punya perspektif berbeda.
"Masuklah," ucap Yelena setelah membuka pintu rumah.
Gaara tak menolak. Mata elangnya menyapu areal sekitar. Tak ada yang aneh dari hunian yang tampak asri ini. Memang tak banyak vegetasi di sini. Tapi hadirnya beberapa tumbuhan perdu cukup memberi dekorasi. Hawa hangat terasa begitu ia memasuki rumah. Tampaknya Yelena baru saja menghidupkan pemanas ruangan.
"Mau minum?" tawar Yelena.
"Vodka kalau ada," tukas Gaara sekenanaya.
"Aku hanya punya teh Darjeeling," ucap Yelena.
"Apa saja, asal tidak mengandung arsenik atau sianida," jawa Gaara. Ia mengeluarkan kotak rokok dari sakunya. Pria itu baru akan menyulutnya saat Yelena mengambil pemantik dari tangannya.
"Tak ada yang boleh merokok di rumahku," ucapnya.
"Rumahmu membosankan," gerutu Gaara.
Wanita itu tertawa ringan sembari membawa setoples cookies coklat dan dua cangkir Darjeeling. Gaara mengetuk-ngetukkan jemari pada permukaan sofa. Matanya memandangi sebuah foto yang sepertinya foto keluarga. Eh? Pemuda berambut coklat itu, rasanya Gaara pernah melihatnya.
"Dmitri Milanovich, kakakku," ucap Yelena.
Gaara menyeringai tipis. Rupanya wanita ini bisa membaca pikirannya.
"Aku tidak sedang membaca pikiranmu," kata Yelena.
Bagus! Wanita ini menebaknya seolah rangkaian kalimat itu tercetak di kening Gaara.
"Dan tak ada tulisan apa pun di keningmu, kecuali tato di pelipismu."
"Bisakah kau jelaskan tujuanmu mengajakku ke sini? Aku butuh lebih dari sekedar teh Darjeeling dan cookies coklat." Gaara mulai tak sabar. Baginya segala sikap Yelena terasa seperti mengulur waktu. Iris sewarna zaitun itu memutar pertanda sang empunya dilanda bosan. Lebih kesal lagi karena Yelena melarangnya merokok sebagai alternatif untuk membunuh waktu.
"Gaara, kau percaya fenomena supranatural?" tanya Yelena.
"Yeah, Jack O'Lantern mainan favoritku saat Halloween," jawab Gaara.
"Aku tidak sedang bercanda, Tuan Sabaku," ucap Yelena, "Rumah sakit itu sedikit aneh. "
"Sebagai dokter jantung lulusan Universitas Keio, kau juga cukup aneh." Gaara menunjuk replika boneka Katja yang tersimpan di buffet. "Aku tak heran jika fantasi horormu begitu hebat. Sebagai orang Rusia, kau tentu tahu sejarahnya."
"Kau akan mengerti jika kau menempati posisiku," ucap Yelena, "Setiap hari aku ketakutan. Seolah aku dibuntuti…"
"Sudah kubilang, fantasi horormu memang hebat, Nona Milanova. Kenapa kau tidak jadi novelis horor saja?" tukas Gaara mulai merasa jengah.
"Kumohon, dengarkan aku dulu!" Yelena sedikit membentak.
"Baiklah," ujar Gaara masih setia dengan topeng stoic-nya kendati sedikit terkejut melihat reaksi frontal Yelena.
Agaknya gadis itu juga terkejut mendapati dirinya yang galak. Ia tak suka berteriak. Tapi profiler satu ini memang tak mudah ditebak. Alih-alih berbalik menggertak, sikap sarat atensi justru ia beri pasca dibentak.
"Ma-maaf," ucap Yelena merasa sedikit bersalah.
"Berceritalah. Aku mendengarmu," ucap Gaara.
Sang dokter muda mengangguk pelan. Ia mengangat wajahnya, memberanikan diri untuk beradu pandang dengan sang profiler rupawan. Sebuah kisah mengalir tanpa beban. Terselip sebuah asa, sang profiler lah yang kelak ia harapkan.
.
.
.
Gaara menggerakkan jemarinya di atas keyboard. Matanya terfokus pada layar digital di hadapannya. Secangkir espresso di sisi kirinya ia acuhkan begitu saja. Tampaknya ia lebih tertarik untuk menelisik jati diri seorang Yelena Milanova.
Pemikiran logisnya menolak untuk memercayai ucapan Yelena. Bagaimana mungkin seorang dokter sepertinya percaya akan eksistensi makhluk –yang kau tahu itu apa-. Andai makhluk itu memang ada, mungkinkah ia terlibat dalam kasus pembunuhan seorang oposisi?
Menggelikan.
Ajaib rasanya membayangkan sang entitas taksa begitu menguasai trikolometana. Jika memang demikian, kurikulum pendidikan di dunia taksa juga mengajarkan sains kimia. Bagus, banyak hantu yang sudah sarjana rupanya.
Ka-kalau kau tidak percaya, tataplah boneka Katja. Kau akan tahu bagaimana rasanya.
Ya, ya, ya. Jadi Gaara harus mencari boneka berpredikat pembawa malapetaka hanya untuk membuktikan ucapan Yelena? Ugh, wanita itu seharusnya menonton film bergenre drama saja. Horor dan misteri tak bagus untuk kesehatan mentalnya.
Digoda rasa penasaran, Gaara tergerak untuk mencari tahu ihwal boneka Katja. Jemarinya menekan serangkaian keyword. Dalam hitungan detik, visualisasi boneka misteri telah tersaji.
Pupilnya melebar demi mencari detail sang boneka. Tak ada yang aneh meski boneka ini tergolong seram untuk mainan anak-anak. Bentuknya ialah replika bayi perempuan. Pipinya chubby menggemaskan. Hanya saja warna kulitnya tak rata, seperti bekas terbakar. Satu matanya hilang meninggalkan sebuah rongga kosong.
"Ihihihi…"
Brakk!
Gaara terjerembab dari kursinya kala telinganya menangkap suara tawa asing dan satu kedipan dari boneka Katja. Napasnya memburu, sejalan dengan akselerasi aliran darahnya. Logikanya terasa mampat. Yang baru saja itu… apa?
Lelaki bertinggi enam kaki itu berupaya menormalisasi ritmenya berespirasi. Pikirannya mencoba memberi sugesti. Yang baru terjadi hanyalah halusinasi. Itu pasti! Makhluk-yang entah apa itu- tak pernah benar-benar punya eksistensi.
Krreekk… krreekk…
Bisakah dua indra dalam diri manusia berpretensi? Sungguh, mata dan telinga Gaara tak mengalami disfungsi. Ia melihat sekelebat bayangan di sisi kiri, koheren dengan bunyi yang menyertai. Ugh, Gaara benar-benar memerlukan sebuah determinasi.
Demi Vladimir Lenin yang telah mati, Gaara hanya menatap figur boneka Katja dalam layar digital. Kenapa tiba-tiba ia merasa terseret dalam ranah supranatural? Gaara pikir kutukan boneka itu hanya pekerjaan para pembual. Nyatanya kini Gaara merasaka sebuah realita abnormal.
Satu menit lewat…
Dua menit lewat…
Tiga menit lewat…
Baiklah, segalanya kembali normal. Gaara kembali menajamkan akal. Namun sekali lagi, atensinya direbut figur sentral. Kali ini Gaara mendecih kesal mendapati entitas sang rival.
"Pulanglah," ucap Sasuke setengah mengusir.
"Aku masih punya urusan," tukas Gaara.
"Jika yang kau maksud dengan urusan adalah memburu informasi tentang kardialog cantik itu, sebaiknya kau pulang dan menyapa ranjangmu," ucap Sasuke, "Akui saja, dalam hal ini aku lebih unggul darimu."
"Itu hanya membuktikan kalau kau tak makan gaji buta," ucap Gaara sarkastik, "Berikan datanya padaku."
"Dan kalimatmu membuktikan, tak ada hasil yang kau dapatkan selama investigasi. Jangan-jangan kau ke rumah sakit hanya untuk merayu kardialog cantik itu," balas Sasuke.
Tanpa bertanya lebih lanjut pun Gaara paham apa yang tersirat dalam diksi sang Uchiha. Meraih mantel dan mafelanya, Gaara pergi dari tempatnya berada. Pemilik raut tampan tak beralis itu menoleh pada Sasuke, "Kau percaya fenomena supranatural?"
"Tak kusangka Hollywood sudah meracuni otakmu," tukas Sasuke tanpa minat.
"Kuharap begitu…" gumam Gaara sedikit ragu.
"Kau bicara sesuatu, kepala tomat?" tanya sasuke.
"Kubilang, aku mau pulang, jabrik sialan," sahut Gaara.
Sasuke tak menanggapi. Ia mengambil alih sistem digital yang semula diakses Gaara. Melanjutkan kinerjanya yang terkendala. Menyelidiki profil Yelena Milanova dan tim dokter yang bertanggung jawab atas kematian Sir Alexei Shovkovsky. Baru disadarinya sebuah anomali yang terjadi.
"Tak biasanya kepala tomat itu pamit pulang."
.
.
.
Gaara mengatupkan matanya dengan enggan. Dalam benaknya bertumpuk berbagai pikiran. Semua petunjuk telah coba ia rangkaikan. Sebuah ujian makala tak satu pun memberi jawaban. Tampaknya kasus ini memang akan sedikit merepotkan.
Alexei Shovkovsky, sang pemimpin partai oposisi. Kariernya di panggung politik cukup mendapat dukungan. Lawan-lawan politiknya pun cukup segan. Jika ini pembunuhan yang direncanakan, Gaara butuh lebih banyak keberuntungan.
Terlebih jika dikaitkan dengan kesaksian Yelena. Baiklah, anggap ucapannya bukanlah dusta. Sulit bagi Gaara untuk mencari titik temu antara sang oposisi dengan boneka Katja. Mencari probabilitas lain pun terasa sia-sia. Terlalu banyak asumsi yang justru akan menghambat kinerja.
Lagipula kata kuncinya hanya triklorometana dan operasi by pass. Itu berarti ruang lingkup investigasi hanya akan terfokus pada dua elemen berharga. Pihak rumah sakit dan tim dokter lah yang patut mendapat sorotan utama.
Co-coba tu-tup semua indra. Bi-biarkan hati yang melihat dan akal yang membimbing.
Ka-kau akan menemukan sesuatu yang tak biasa.
Alih–alih berpikir jernih, Gaara justru terngiang ucapan sang kardiolog. Ia tak sepenuhnya bisa menginterpretasikan kata-kata si gadis. Gaara bahkan tak mengetahui, sejauh apa keterlibatan Yelena dalam kasus ini.
Gaara men-dial rangkaian nomor yang familiar. Tentu ia butuh bantuan untuk mengulik sisi lain yang boleh jadi takkan ia dapatkan dari kepolisian. Butuh beberapa detik sampai seseorang mengangkatnya di seberang. Gaara baru saja akan bicara ketika ia merasakan sebuah anomali tak jauh darinya.
"Ihihihi…"
Tut… tut… tut…
Sambungan tiba-tiba terputus. Napas Gaara tiba-tiba tercekat. Suara itu lagi… apa yang sebenarnya terjadi?
Manik zamrudnya memindai area sekitar. Berharap mendapati entitas yang familiar. Ugh, kali ini hidungnya mencium aroma bedak bayi yang menguar. Sungguh, Gaara benar-benar dibuat gusar. Ponsel di saku celananya bergetar. Menampilkan nama Yelena Milanova di layar. Menekan satu tombol untuk membaca pesan, mata Gaara dibuat melebar.
Dia telah memilihmu, Sabaku Gaara
.
.
TBC
.
.
Special fic untuk YamanakaemO yang pernah request GaaHina horror mystery. Maaf baru terealisasi sekarang. Terus terang horror dan mystery adalah kombinasi yang cukup sulit untuk saya meski seharusnya dua genre ini bisa berjalan di arah yang sama.
Horror kedua yang saya buat. Maaf kalau nuansa horrornya kurang mengena. Tapi selera horror saya memang lebih terarah ke horror-horror yang cliffhanger begini. Boneka Katja yang saya sebut di sini memang benar-benar ada. Konon, boneka itu dibuat oleh salah satu selir Tsar Rusia sekitar tahun 1730 dengan campuran abu jenazah putrinya yang dibakar hidup-hidup. Legendanya, dilarang menatap mata boneka itu lebih dari 20 detik kalo nggak mau terjadi hal yang buruk. (Dikatakan kalau dilanggar dan bonekanya berkedip, udah deh. Siap-siap aja diteror.)
Anyway, nama Hinata dan Neji memang sengaja saya ubah untuk kepentingan cerita. Alasannya ada di chapter-chapter depan.
Gomen kalau diksinya kurang mengena. Saya sedang malas membuka KBBI untuk sekedar memperkaya diksi. Gomen juga kalau ada kesalahan informasi dalam fic ini. Dunia medis, sains dan ilmu sosial bukanlah background saya.
Silakan sampaikan kesan-kesan kalian setelah membaca chapter awal fic ini. Tabokan dan konstruksi sangat saya nantikan.
Molto gra… ehm спасибо ^^