Untukmu, Pengguna Waktu yang baru.
Namaku Uchiha Sasuke dan aku adalah manipulator waktu sepertimu. Jangan bertanya berapa usiaku karena aku sendiri pun ragu. Maksudku, ketika tahun-tahun berlalu dengan lambat dan membosankan, aku juga kehilangan minat untuk menghitung dengan pasti berapa usiaku. Tapi aku berjanji akan menceritakan padamu apa saja yang kulalui dalam perjalanan panjangku.
Aku mengenalnya ketika garis waktuku menunjuk angka dua belas. Namanya Uchiha Itachi, kakak laki-lakiku yang selama ini hidup di negeri seberang—itu yang kutahu sebelum akhirnya aku menemukan autensitas. Itachi kakak yang baik, sosok sempurna yang kemudian kujadikan sebagai sebuah batas. Semuanya berjalan baik-baik saja, sampai suatu ketika ia ditemukan sudah tewas.
Tak ada luka, tak ada racun, tak ada sebab kematian yang pasti. Tapi dia mati. Mati dengan mendekap sejumput misteri. Yang membuatku tak habis pikir, hari sebelum ia mati, Itachi memberiku sebuah teka-teki. Sebuah teka-teki yang akhirnya mengantarkanku pada selarik kertas serupa surat ini.
Aku hidup untuknya. Untuk meneruskan tugasnya, melanjutkan cita-citanya. Ia bukanlah kakak seperti yang selama ini kukira. Ia adalah seorang manipulator waktu yang merasa sudah terlalu tua dan merasa sudah saatnya kembali menghadap Sang Pencipta.
Itulah hari pertamaku ketika aku menerima kemampuan ini. Mulanya aku bingung, mengapa waktu bisa kugunakan sekehendak hati? Lalu bagaimana caranya memegang kendali? Bagaimana mungkin seorang remaja tujuh belas tahun sepertiku tiba-tiba dikaruniai keistimewaan yang begitu tinggi?
"Kepalamu cukup kuat untuk memainkan permainan ini. Bersahabatlah dengan waktu. Karena setiap detik yang berlalu sangatlah berharga."
Itu yang dikatakan Itachi sehari sebelum ia mati. Aku membencinya ... membenci bagaimana ia seenaknya melarikan diri setelah menyeretku ke dalam sebuah ambivalensi. Di sisi lain aku merasa senang ketika dalam suratnya Itachi mengatakan bahwa aku punya kesempatan untuk hidup abadi. Karena sang waktu telah bersamaku, larut dalam setiap denyutan nadi.
"Kau akan menyaksikan begitu banyak sejarah. Bahkan mungkin sejarah yang terus berepetisi hingga lintas dinasti. Kau akan menyukai beberapa sejarah. Sang waktu yang tahu hal itu dan membuat polanya sendiri agar sejarah terus berepetisi. Akan ada banyak variasi, tetapi kau akan selalu merasa bahwa sejarah harus mengikuti pola dari sang waktu. Jika kau bertanya kapan sejarah yang menarik itu akan berakhir, maka kaulah yang harus mengakhirinya sendiri."
Mulanya aku tak percaya. Sampai aku sendiri membuktikannya...
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning : AU, typos, possibly OOC, random timeline, taken from Sasuke PoV
Yelena Milanova = Hyuuga Hinata
Dmitri Milanov = Hyuuga Neji
Happy reading minna ^^
.
.
"Jadi motif utamamu membobol bank hanya karena desakan ekonomi?" Aku mengulangi pertanyaan yang sudah berkali-kali diajukan oleh rekanku yang lain.
"Ya." Pemuda berambut cokelat tua itu menjawab dengan penuh keyakinan.
Enam jam diintrogasi bahkan terkadang diintimidasi nyatanya tak sanggup membuat jawaban pemuda ini berganti. Ada beberapa probabilitas yang terjadi. Aku lebih memilih untuk percaya bahwa metode konvensional seperti introgasi tak cocok untuk pemuda ini. Lebih jauh lagi, aku berani bertaruh bahwa pemuda ini sudah merancang segalanya dengan sedemikian presisi. Seolah ada tujuan lain di balik kasus kejahatannya yang (katanya) hanya bermotif ekonomi.
Dmitri Milanov, pemuda sembilan belas tahun yang berhasil meng-crack sistem keamanan sebuah bank hingga sistem utamanya bancuh. Lucunya jumlah uang yang diambilnya hanya beberapa belas ribu euro, takkan sampai membuat bank yang dirampoknya lumpuh.
Jelas ini sebuah anomali. Jika motifnya benar-benar hanya ekonomi, akan jauh lebih mudah jika Dmitri mendatangi toko-toko perhiasan, menodongkan senjata dan kemudian menguras habis isi tokonya, dan terakhir menjual barang-barang curiannya di pasar gelap atau bahkan menjualnya pada toko yang lain untuk mendapatkan harga yang sesuai. Strateginya akan lebih sederhana bahkan terlalu mudah untuk ukuran pemuda seperti Dmitri.
Aku benci mengakuinya, tapi pemuda ini benar-benar cerdas. Perampokan seperti ini mungkin hanya ajang pamer dan menguji diri tentang sehebat apa sistem yang sudah bisa ia retas. Ketimbang nominal uang yang didapat, kekacauan yang timbul dengan puluhan profesional IT yang kocar-kacir menambal kebocoran lebih dari cukup untuk memberinya rasa puas.
Aku tak tahan lagi. Kulangkahkan kaki untuk menutup handycam yang sedianya akan merekam pembicaraan kami. Kuharap aku bisa mendapatkan apa yang ingin kugali.
"Senang bertemu dengan Anda, Sasuke-sama."
Oh, sekarang semuanya menjadi lebih jelas bagiku. Tujuan utamanya memang bukan uang, tetapi aku. Ia tahu nama asliku bukanlah Friedrich Hoffman seperti yang kusebutkan ketika di awal bertemu.
Sangat mudah bagiku untuk mengenali, Dmitri adalah bagian dari aktor yang memainkan drama sejarah yang kusukai.
"Kau salah satu ksatria yang baru itu, huh? Kuakui kau cukup hebat sampai bisa menemukanku," ujarku, "dan kau pasti tahu, sia-sia saja membujukku masuk ke dalam aliansi kalian. Dalam hal ini aku netral."
"Aku justru ingin mempertanyakan kapasitasmu sebagai wasit dari drama konyol ini. Dari apa yang kuketahui, kau takkan bergerak kecuali situasi yang menuntutnya demikian. Jadi, apa seorang ksatria yang di-brainwash juga menjadi bagian dari toleransi?"
Oh, akan kucatat bahwa pemuda ini memiliki lidah yang tajam. Begitu tajam, hingga cukup untuk membuatku bungkam.
"Kembalilah ke Rusia dan lihatlah sendiri."
Dmitri meletakkan sebuah kepingan kecil di atas meja. MicroSD, mungkin sebuah pembuka dari serangkaian enigma. Selanjutnya, pemuda bermata pucat itu tak lagi bicara apa-apa. Bahkan sampai ketika rekanku yang lain tiba. Sial, jika dia memang benar-benar seorang ksatria, sepertinya akulah yang harus mengajukan plea atau bahkan membayar bail agar pemuda itu bisa terlepas dari kasus hukum yang menjeratnya.
Sungguh merepotkan dan sialnya tetap harus kulakukan.
Tujuh hari setelah Dmitri dibebaskan, ia kembali ke Rusia. Kami membuat sebuah kesepakatan, komunikasi antara kami akan berlangsung dengan sangat rahasia. Internet dan enkripsi data adalah dua hal yang kami pilih sebagai media utama. Dalam sekejap Dmitri berubah menjadi sepasang mata. Ya, sepasang mata yang kupinjam untuk mengawasi apa saja yang terjadi selama aku tak ada.
Terkadang aku datang sendiri. Menyelinap menjadi satu noktah kecil untuk melihat sendiri apa yang terjadi. Dan lagi, aku juga ingin tahu bagaimana cara Dmitri mendeteksi keberadaanku yang jelas-jelas sangat tersembunyi. Toh, dengan kemampuanku menggunakan—lebih seperti memanipulasi— waktu membuat jarak Jerman-Rusia seakan tak berarti.
Yeah, ruang memang bukan sesuatu yang bisa kukendalikan. Tetapi selama ruang selalu berikatan dengan waktu, maka tak ada hal yang perlu kukhawatirkan.
"Kau mengetahui hal itu dan kau tetap membiarkannya? Aku tak mengerti apa yang kaupikirkan, Dmitri!" Suara keras yang tak kukenali terdengar tengah menghardik Dmitri.
"Aku memikirkannya, Hidan. Aku memikirkannya!" sergah Dmitri, "Kaulah yang harus berpikir. Jika kita bertindak gegabah, alih-alih menarik Gaara ke posisinya sebagai ksatria, yang akan terjadi justru kita yang menabuh genderang perang lebih dulu."
Hidan, nama ksatria lain yang pernah Dmitri sebutkan. Aku juga sudah menyelidiki identitas Hidan. Ia adalah putra dari Nikolai Pavlyuchenov, salah satu ksatria Velikaya Kyazhna Svetlana yang menghilang setelah 'pasukan' Iblis Merah berhasil dikalahkan.
Hidan terlihat sejenak terpaku, sebelum akhirnya mengajukan sebuah tanya, "Lalu, apa yang selanjutnya akan kita lakukan?"
"Aku sudah bertemu dengannya...," Dmitri terdengar menggumam, "tapi aku juga tak suka jika kita hanya menunggu tindak lanjutnya."
"Dengan ... nya. Dmitri, kau benar-benar berhasil melacak keberadaannya?!" Hidan terdengar terkejut bercampur senang, "Jadi ... seperti apa orang itu? Seperti apa manipulator waktu itu? Astaga ... kukira itu hanya dongeng yang sering diucapkan ayahku."
"Tidak jauh berbeda seperti apa yang dikatakan ayahmu. Menyebalkan, tapi dia cukup baik dan bahkan mau membayar bail untuk membebaskanku," kata Dmitri.
Cih, jadi anak-anak itu sedang membicarakan aku? Yah, setidaknya sekarang aku tahu bagaimana Dmitri menemukanku. Nikolai tak pernah tahu di mana keberadaanku, tetapi ceritanya tentang aku sudah cukup bagi pemuda secerdas Dmitri untuk membelu. Dan kurasa sekarang tak ada gunanya menguping pembicaraan mereka, berdiam diri seperti orang bodoh di balik pintu.
"Oh, kau datang rupanya." Itu reaksi Dmitri ketika melihat kedatanganku.
"Kau ... pengguna waktu?" Hidan menunjukku, sedikit merasa tak percaya, "Ternyata benar kata ayahku. Pengguna waktu tak bisa menua."
"Well, aku datang hanya untuk melihat-lihat, bukan untuk terlibat," kataku.
"Tapi Klan Shovkovsky curang. Mereka bahkan sudah lebih dulu mengawasi Gaara sebelum kami sempat memberi edukasi tentang bagaimana menjadi seorang ksatria," protes Hidan, "kau kan pengguna waktu. Ayolah, lakukan sesuatu."
"Maka kau akan semakin terseret pada arus permainan yang mereka ciptakan. Dan itu berarti semakin dekat pada kekalahan," kataku, "aku setuju dengan apa kata Dmitri. Sadari posisi kalian adalah pihak yang harus mempertahankan diri. Bukan urusan kalian untuk menyerang lebih dulu. Perang adalah adu strategi, jadi pikirkan saja strategi macam apa yang akan kalian gunakan. Dmitri, kurasa kau punya kapabilitas untuk itu."
Untuk sejenak, Dmitri seolah tengah berpikir. Ingin mengatakan sesuatu tetapi ragu, seolah takut usulnya akan diapkir. Atau mungkin ia memang benar-benar sedang berpikir keras dengan mempertimbangkan setiap anasir. Untuk keadaan semacam ini rasanya memang sulit membuat strategi diredusir.
"Sebenarnya aku punya ide. Hanya saja usulku ini tergolong riskan dan kurasa ini juga teknik yang sedikit kotor," kata Dmitri, "Hidan, pendidikan macam apa yang kaujalani?"
"Kedokteran," jawab Hidan mantap, "kau sendiri yang bilang Velikaya Kyazhna bercita-cita menjadi seorang dokter. Jika nanti aku satu profesi dengannya, kupikir akan lebih mudah bagiku untuk menjaganya."
"Aku akan memastikan Hinata-sama mengambil fakultas yang sama denganmu," kata Dmitri, "kau dan Hinata-sama, jadilah bagian dari organisasi mereka."
"Dmitri, kau gila!" tuding Hidan refleks.
"Ekstrim," komentarku, "dengan menyusup di sana, kalian akan tahu bagaimana sistem kerja mereka, kapan mereka akan menyerang, dan apa saja yang menjadi kelemahan mereka. Bersembunyi di sarang musuh, jika kautahu caranya malah akan memberimu banyak keuntungan."
"Sasuke-sama sudah menjelaskan alasanku," imbuh Dmitri.
"Pikiranmu terbaca semudah aku membaca buku dongeng anak-anak, Dmitri," kataku setengah menggodanya. Tapi sepertinya, Dmitri terlalu dingin untuk membalasku dengan ejekan yang serupa, "Biar kurinci lagi agar putra Nikolai ini mengerti. Menyusuplah di sana, sampai saatnya tiba, posisimu adalah sebagai mata-mata. Lupakan kenyataan bahwa kau seorang ksatria. Kau adalah bagian dari mereka. Akan sangat melelahkan memang, tapi kerja kerasmu diperlukan."
"Dengan kata lain, Anda mau saya berpura-pura tak tahu siapa Velikaya Kyazhna?" tanya Hidan konklusif.
"Singkatnya begitu. Dan ... Dmitri ... aku juga menginginkan kondisi yang sama untuk Velikaya Kyazhna. Oh maksudku, kuharap dia belum tahu kalau Hidan juga ksatrianya. Akan lebih bagus jika dia tidak tahu siapa saja yang menjadi ksatrianya."
Karena dengan begitu, akan ada banyak kejutan yang menanti di depan. Perang konvensional membuatku mulai bosan. Pasti akan seru kalau para ksatria ini muncul bergantian. Dan Dmitri juga tak perlu tahu kalau aku juga menghendaki adisi hiburan.
.
.
.
Sabaku Gaara.
Entah sudah berapa lama aku menatap biodatanya. Menelusuri silsilah keluarganya rasanya sama seperti menyusuri rekam jejak genetika. Rasanya aku ingin tertawa. Alluka, jika ia masih hidup mungkin kami akan tertawa bersama menyaksikan generasi keempat kami memiliki ciri fisik yang sangat berbeda.
Alluka Alstreim, wanita yang kucintai namun terpaksa kutinggalkan karena keadaan. Sama seperti yang dilakukan Itachi, karena keistimewaan kami yang tak bisa menua akan menimbulkan banyak pertanyaan. Jika kami ketahuan, dikhawatirkan akan memicu berbagai ketegangan. Para penguasa bisa saja memburuku, hendak memanfaatkan kelebihanku menjadi senjata yang mematikan. Karena itu, aku merancang skema seolah-olah aku mengalami sebuah kecelakaan yang membawaku pada kematian.
Aku tak memungkiri, aku merindukan Alluka terutama di malam-malam yang sepi. Sesekali aku pergi ke masa lalu, mengunjunginya atau terkadang sekadar mengamati. Aku selalu mencatat garis keturunan kami. Dan salah satu nama berakhir pada salah satu ksatria Velikaya Kyazhna ini.
Matanya hijau seperti butiran zaitun, rambutnya merah seperti gincu para wanita. Alisnya bahkan tidak ada. Entah sengaja dicukur habis, entah memang tidak pernah tumbuh di atas tulang matanya. Alluka ... kau pasti juga tidak akan menyangka salah satu cicit kita bisa menjadi pemuda senyentrik Sabaku Gaara.
"Ada yang aneh di wajahku?" tanya Gaara sedikit ketus.
"Tidak apa-apa. Kau hanya jarang melihat manusia tanpa alis. Di Indonesia sana, ada sebuah mitos yang mengatakan kalau kau mencukur habis alismu, kaubisa melihat sosok tuyul," jawabku.
"Tuyul?" Gaara mengerutkan pelipisnya.
"Iya, tuyul. Semacam hantu anak-anak. Seringnya hanya memakai popok dan gemar mencuri uang. Masyarakat di sana biasanya menyiapkan kepiting sungai untuk menangkal...,"
"Kau lebih cocok jadi paranormal ketimbang profiler, Uchiha," potong Gaara.
"Aku suka hal-hal unik semacam itu. Sejarah salah satunya. Kuharap aku bisa bertanya banyak hal tentang sejarah Rusia padamu," pancingku. Jika dugaan Dmitri benar, maka saat ini Gaara sudah menjadi pribadi yang sangat anti sejarah Rusia.
Dmitri mati. Dibunuh pengikut Klan Shovkovsky. Kutaksir pelakunya adalah Orochimaru.
Begitulah bunyi surat elektronik yang pernah kuterima dari Hidan. Itu pula yang menjadi sebab utamaku datang ke Rusia untuk memperketat pengawasan. Orochimaru ... dia pasti sengaja membunuh salah satu ksatria agar aku keluar dari persembunyian.
Orochimaru ... pria obsesif yang menukar setengah nyawanya pada setan hanya agar bisa memburuku, meneliti kemampuanku, bahkan bertarung denganku. Lelaki gila yang terobsesi ingin menjadi yang pertama menuliskan segala hal tentang pengguna waktu, aku. Itulah alasannya bergabung dengan Klan Shovkovsky yang memburu Velikaya Kyazhna sejak dulu.
"Sejarah Rusia? Cih, siapa yang sudi membaca buku setebal dosa dengan materi yang membuat mataku berat," Gaara mendecih, membuktikan presumsi Dmitri terkait kelicikan Klan Shovkovsky.
Semenjak Hidan menjadi separuh abdi Klan Shovkovsky, lebih mudah lagi bagiku untuk melakukan supervisi. Alexei Shovkovsky, memiliki peran yang sama seperti Dmitri. Setelah mengetahui Dmitri terbunuh, ia seperti kehilangan minat untuk terjun langsung dalam drama ini.
Tak kalah ekstrim dengan rencana Dmitri, ia pun merancang kematiannya sendiri. Mewariskan segala tanggung jawab dan mimpinya di pundak Katyusha Shovkovskaya, putri tunggal yang sejak lahir telah ditanami parasit yang akan sanggup memegang kendali. Parasit yang akan aktif sepenuhnya jika otak Alexei dikonsumsi sang putri.
Ekstrim, rumit, dan butuh nyali yang tinggi.
"Padahal sejarah itu menarik, lho," gumamku.
"Gah, Nintendo dan Xbox-ku jauh lebih menarik. Apa sih enaknya belajar tentang masa lalu?" tukas Gaara.
"Ooo ... jadi kau salah satu gamers. Yeah, seharusnya aku sudah bisa menebaknya dari mata pandamu itu," komentarku.
"Pand ... ssshh ... kaubilang apa?"
Aku mengerjapkan mata sejenak melihatnya menggeretakkan gerahamnya. Bila sedang kesal begini, dia sedikit mirip dengan Alluka. Dan itu berarti, Gaara adalah mainan yang menarik dan wajib digoda. Jadi, kata macam apa yang akan kugunakan untuk mengejeknya?
"Kubilang panda, Kepala Tomat. Lingkaran hitam di bawah matamu, lalu rambut merahmu. Astaga ... kau cocok juga jadi maskot Rusia. Negeri Beruang Merah, beruang merahnya ya kau itu."
"Jangan mengataiku panda, buntut ayam sialan," balas Gaara sengit.
Dan itulah awal persaingan kami. Agak aneh memang, kami menggunakan pertengkaran yang tak jarang dihiasi kata-kata kotor sebagai media komunikasi. Tapi setiap interaksi—maksudku pertengkaran—kami selalu kunikmati. Gaara adalah badut yang selalu bisa menghiburku di sela-sela kesibukanku mencari tahu tentang strategi Sir Shovkovsky. Mungkin aku perlu sedikit memberi agitasi jika ia tak punya ide yang bagus untuk membuat berbagai variasi.
.
.
.
Sebelum memiliki kemampuan ini, aku berpikir hidup abadi akan terasa menyenangkan. Ada begitu banyak hal yang bisa kulakukan. Ada begitu banyak waktu yang bisa kuhabiskan.
Aku tak perlu takut mati walau kelaparan. Tak perlu takut tajamnya pedang yang merobek jantungku akan membawaku pada kematian. Akan ada begitu banyak harta yang kudapatkan. Tahta dan kedudukan juga bukan hal yang sulit kudapatkan jika memang itu yang aku inginkan. Dan akan ada banyak wanita yang bisa membuat hasratku terpuaskan.
Tapi segala hal itu tak lagi terasa menyenangkan. Aku tak ubahnya mayat hidup yang tak tahu arah dan tujuan.
Hampir seratus tahun yang lalu aku bertemu dengannya. Alluka Alstreim, gadis manis berambut gelap yang membuatku menyapa kembali apa yang disebut cinta.
"Ah, kau pasti kedinginan. Di luar saljunya lebat sekali. Kau ini bodoh atau apa sih, sudah tau sedang hujan salju malah berdiam diri di luar."
Itu kata-katanya ketika kami pertama kali kami bertemu. Aku memang sedang berdiri di luar, menikmati curahan kristal air yang membeku. Dan kemudian Alluka datang dari kedai kopi, mengajakku masuk seraya mengomeli kebodohanku. Hal yang wajar, karena ia tak tahu dan tak pernah tahu bahwa aku adalah seorang pengguna waktu.
"Sasuke-jiisan?" Suara Yelena mengagetkanku dari lamunan. Wanita yang sedang mengandung generasi kelimaku ini meletakkan secangkir teh darjeeling di depanku. Ia menarik sebuah kursi, duduk, lalu menatapku, "Sepertinya Sasuke-jiisan sedang memikirkan sesuatu."
"Istriku," kataku tak berdusta.
Yelena tersenyum penuh arti. Ia memahami risiko yang harus kutanggung sebagai pengguna waktu adalah berkawan dengan sepi. Sosok Alluka tak pernah hilang dari hati meski tahun demi tahun terus berganti. Hanya saja, ada realita yang tak dapat kuingkari. Bahwa Alluka tetap bukanlah sosok yang bisa hidup abadi.
"Dia pasti wanita yang hebat, sampai bisa membuat Sasuke-jii begini," komentar Yelena.
"Ya, dia wanita yang hebat. Sangat hebat," aku menggumam lirih.
Yelena tertawa ringan, "Kupikir aku harus setuju dengan Gaara. Sasuke-jii memang punya sisi yang manis."
"Cih, lama-lama kau juga ikut menyebalkan seperti suamimu. Ngomong-ngomong, di mana dia?" komentarku sembari menyeruput teh hangat yang disajikan Yelena.
"Merindukanku, Kakek Tua?" Tiba-tiba Gaara muncul dari pintu depan. Ia merengkuh istrinya, mengecup pelipis istrinya perlahan.
Hal yang sama yang dulu kerap kulakukan pada Alluka.
"Hormati kakek buyutmu, Bodoh. Kau mau kukutuk jadi batu?" sergahku.
"Baiklah, baiklah," Gaara mengalah, "Kakek buyutku TERSAYANG, sudah ingat di mana kau meletakkan minyak angin dan balsamnya? Oh, Yelena ... lain kali beri kakek kita ini bubur saja. Cookies cokelat akan menyakiti rahangnya."
"Cicit kurang ajar!" Aku hanya bisa memaki dalam hati. Istrinya hanya tersenyum-senyum sendiri. Sudah sangat terbiasa dengan psy-war kami.
Tiga tahun yang lalu drama Velikaya Kyazhna vs Klan Shovkovsky berakhir. Setahun kemudian Yelena memutuskan untuk menikahi ksatrianya yang pernah melakukan desertir. Aku ingat bagaimana menggelikannya Gaara ketika berkali-kali upaya permintaan maaf berikut cintanya diapkir. Juga reaksinya ketika mengetahui bahwa cicitku yang dimaksud Yelena adalah dirinya, ia terpana bak orang-orang pandir.
"Makin kuperhatikan, tingkahmu memang makin mirip kakek-kakek," tukas Gaara.
"Oh, kau memerhatikanku tenyata. Cicitku ... kau benar-benar membuatku tersentuh," balasku.
Gaara menyeringai, setengah mengejek, "Habis akhir-akhir ini kau sering melamun. Otakmu yang kosong itu memikirkan apa sih?"
"Nenek buyutmu, Gaara-kun," kali ini Yelena yang menyahut.
Semula aku mengira Gaara akan mengejekku habis-habisan. Aku juga sudah menyiapkan balasan. Tapi ternyata yang kulihat ia justru mendesah pelan, menyeruput isi cangkirnya dan membiarkan kesempatan untuk mengejekku terlewatkan.
"Kupikir nenek buyutku tidak kalah hebat darimu, Hinata," ucap Gaara.
Kupikir Gaara benar juga. Alluka untukku sama seperti Yelena untuknya. Jika menilik repetisi sejarah yang kusukai, kebahagiaan mereka juga takkan bertahan lama. Takkan lebih dari dua dekade lagi, ketika sang waktu membuat segalanya berepetisi, Gaara dan Yelena akan kehilangan eksistensinya. Dan mau tak mau, putri mereka akan menjadi Velikaya Kyazhna yang akan kembali dikejar-kejar pemburu Yantarnaya Komnata.
"Jadi Yelena, kapan generasi kelimaku akan lahir?" tanyaku.
"Ah, itu," Yelena mengusap perutnya yang membuncit, "sekitar seminggu lagi. Akhir-akhir ini kontraksinya juga sudah semakin intens."
"Kuharap semuanya sesuai jadwal. Naruto juga sudah setuju untuk memberiku cuti beberapa hari," sahut Gaara.
"Kuharap dia lebih mirip dengan Yelena daripada kau," tukasku, "setidaknya rambutnya. Biar warnanya tidak jauh berbeda dengan milikku."
"Dia anakku, tentu saja akan lebih mirip aku," tukas Gaara sengit.
"Baiklah. Tidak apa-apa kalau fisiknya mirip kau. Akan lebih merepotkan lagi kalau sifatnya yang mirip dirimu. Kasihan Yelena, harus mengurus panda dungu dan panda junior," kataku, "aku sih hanya berharap dia sempat melihatku."
"Memangnya kau mau ke mana? Pulang ke suaka margasatwa?" timpal Gaara.
"Hampir tepat, Panda. Aku ingin pulang, menemui Alluka," jawabku.
Pulang.
Akhirnya kuucapkan juga keinginanku yang telah terbesit sejak lama.
.
.
.
Pagi ini generasi kelimaku terlahir.
Aku duduk tenang sambil menikmati secangkir teh sambil melihat Gaara yang mondar-mandir dari ranjang Yelena ke box bayi. Persis seperti ayah baru yang masih kebingungan membagi atensi. Yang jelas ia tampak begitu bahagia, meski putra pertamanya lebih mewarisi ciri fisik sang istri.
Puluhan tahun lalu, aku juga sama seperti Gaara. Sulit rasanya menemukan kata-kata yang sepadan dengan apa yang kurasa. Aku begitu bahagia, melihat bayi mungil—putriku—dalam dekapan Alluka. Aku tak pernah bosan memandangi, bagaimana putriku belajar menggerakkan jari-jari mungilnya, bagaimana ia membuka kelopak matanya yang masih sangat rapuh, bahkan ketika ia menangis dan tertawa.
"Nostalgia?" tanya Gaara.
Ia mendapatiku terdiam begitu lama sambil mengamati putranya. Menatap bayi merah yang berselimut biru muda. Sesekali menggeliat, seolah ingin menolak lembaran kain yang membebat tubuh rapuhnya.
"Bagaimana ... bagaimana rasanya menjadi seorang ayah?" tanyaku.
"Pertanyaan bodoh macam apa itu? Tentu saja aku bahagia," sahut Gaara. Ia terdiam sejenak sebelum meneruskan, "Aku merasa menjadi laki-laki yang sempurna."
"Ayah, ibu, dan anak. Komposisi keluarga kecil yang indah. Kautahu, terkadang aku juga merindukannya," ucapku.
"Hey, Kakek Jabrik, apa kau benar-benar ingin pulang?" tanya Gaara.
"Takut kehilangan aku?" tukasku setengah menggodanya.
"Cih, siapa yang sudi," sergah Gaara, "udara akan jauh lebih bersih dan segar tanpa kau di sini."
Aku hanya tertawa ringan sembari menepuk bahunya dengan sedikit keras, "Bersabarlah sedikit. Aku sedang menunggu waktu yang tepat untuk pulang."
"Jadi kau benar-benar akan pulang, ya," gumam Gaara lirih, "ada begitu banyak hal yang ingin kutanyakan padamu. Meski tahun sudah berganti, aku belum sepenuhnya mengerti. Katamu, sejarah bisa berepetisi. Apakah itu berarti...,"
"Tidak. Ini yang terakhir. Aku berjanji padamu," kataku.
"Lalu Orochimaru?"
"Tujuannya adalah aku, bukan kalian."
"Klan Shovkovsky?"
"Alexei sudah mati. Putrinya juga. Parasitnya lenyap. Dan ingatan anak buahnya tentang Yantarnaya Komnata sudah kuhapus."
"Aku mengerti," ucap Gaara, "tapi Pak Tua jabrik, dengan segala upaya dan langkahmu itu, aku merasa kau seperti ingin memastikan semuanya baik-baik saja saat kau pergi nanti. Aku senang sih, tapi jika melihat kepribadianmu, kurasa itu sedikit berlebihan. Katakan padaku, apa yang sebenarnya kaurencanakan?"
"Tidak ada," jawabku sekenanya.
"Pak Tua pembohong," cibir Gaara.
Aku hanya mengibaskan tangan, tak berminat memberinya klu yang lebih afirmatif. Bukan tabiatku untuk terlalu mengumbar segala sesuatu secara ekspansif. Toh, Gaara juga sudah cukup peka untuk menilai bahwa segala hal yang kulakukan ini tergolong eksesif.
Malam ini, ketika orang-orang terlelap dibuai mimpi, kulangkahkan kakiku menuju pangkin. Di sana, bayi itu menggeliat pelan, tak nyaman dengan embusan hawa dingin. Ketika kurapatkan selimutnya, bayi itu malah mendusin.
Matanya persis milik ayahnya, berwarna hijau. Tak sepenuhnya membuka, tapi ia menatapku.
Mungkin ia hendak bertanya aku ini siapa. Jika ia sedikit lebih besar, mungkin ia akan mengomeliku yang telah mengusik tidurnya. Atau mungkin ia hendak berterima kasih karena aku telah membenahi selimutnya. Aku tak tahu pasti, aku bukan ibunya.
Kusentuh pipinya, kuelus perlahan. Ia menggeliat, bereaksi atas sentuhan jemariku yang sudah tentu tak sehalus linen yang membuatnya nyaman. Jemariku bergerak menyentuh helai-helai indigo yang mengintip dari balik topi mungil yang memastikan kepalanya tetap mendapat kehangatan.
Dia masih menatapku.
Kemudian ia menangis.
"Oa ... oa ... oa..."
Aku tidak tahu pasti, ia menangis karena naluri seorang bayi atau memang punya firasat tentang apa yang hendak kulakukan. Kuusap-usap tubuhnya, kucoba memberi pengertian lewat tatapan. Tidak, jangan sampai Yelena dan Gaara yang terlelap beberapa langkah dari box ini terbangun dan membuat segalanya berantakan.
Dan bayi itu pun berhenti menangis.
Kulirik sebentar ke arah kedua orang tuanya. Yelena sedikit menggeliat, mungkin hendak terjaga. Aku mendentikkan jari, membuat waktu terhenti seketika. Saat ini adalah saat-saat berharga. Aku tak ingin diinterupsi, sekalipun oleh Yelena.
Kali ini kusentuh kening sang bayi. Aku memusatkan konsentrasi demi mengucap keinginanku dalam hati. Repetisi sejarah ini harus diakhiri. Aku tak ingin malapetaka akan menyertai kehidupan keturunanku yang seharusnya menjaga kelangsungan dinasti.
Terdengar egois, tetapi bukankah itu memang sifat dasar manusia?
Hey, Waktu, sambutlah sahabatmu yang baru.
Semburat cahaya hijau keluar dari ujung jemari. Persis seperti yang pernah kuterima dari Itachi sehari sebelum ia mati. Tepat ketika aliran cahaya hijau itu terhenti, kulihat lengkungan tipis tercipta dari bibir sang bayi.
Hey, bolehkah aku menganggapnya sedang tersenyum padaku?
Ada sedikit rasa nyeri yang memukul dada kiri. Sesuai prediksi, detak jantungku memang akan melambat lalu akan terhenti sama sekali. Tapi sungguh, keputusan ini adalah keputusan terbaik yang pernah kubuat selama ini.
"Sasuke. Kau pulang?"
Aku tahu itu hanya ilusiku semata. Tapi kuanggap itu memang benar-benar suara Alluka yang telah lama menanti kepulanganku di sana. Aku harus pulang, ke pelukan Alluka. Aku harus kembali ke tempat di mana hatiku berada.
"Aku menunggumu, Sasuke. Pulanglah. Ini sudah terlalu lama."
Suara Alluka terdengar semakin dekat ... sangat dekat. Kupejamkan mataku rapat-rapat. Kucoba menjawab seruannya meski aku tahu mungkin hanyalah ilusi sesaat.
"Aku akan segera pulang ... Alluka."
.
Owari
.
Langit terlihat lebih bersahabat hari ini. Jalan-jalan yang sejak kemarin lengang kini mulai terisi. Sebagian orang akan memilih untuk memanfaatkannya untuk berbelanja dan membeli kebutuhan sehari-hari. Tapi tidak dengan pria berusia di akhir dua puluhan ini. Ia masih terpaku, menatap pusara kerabatnya yang meninggal tadi pagi.
Ia meletakkan setangkai bunga matahari di atas pusara. Bunga matahari, bukan jenis bunga yang mudah didapatkan di saat bunga-bunga yang lain pun masih terlelap akibat dinginnya temperatur udara. Entah kebetulan atau bagaimana, tapi bunga inilah yang diperoleh Gaara, persis seperti keinginan Yelena.
Uchiha Sasuke.
Itu nama yang tertera pada batu nisan.
Pagi ini Gaara terbangun oleh pekikan Yelena yang mendapati Sasuke terbaring tanpa nyawa di atas sofa. Bukan karena kedinginan, ruangan tempatnya berada bahkan tak begitu jauh dari perapian yang masih menyala. Bahkan Yelena dan teman-temannya pun tak tahu pasti apa sebab kematiannya. Serangan jantung, hanya itu praduga yang muncul di kepala.
Uchiha Sasuke ... lelaki misterius yang beberapa tahun terakhir menjadi bagian dari hidupnya. Rekan kerja, rival, partner in crime, dan terakhir, kakek buyutnya. Gaara ingat betapa ahlinya Sasuke dalam berkata-kata. Hampir selalu menjengkelkan, tapi juga hampir selalu benar dan memotivasi Gaara.
Ia akan merindukan Sasuke.
"Beristirahatlah dengan tenang, Lord Sasuke."
Ketika menoleh ke samping, Gaara melihat sosok Hidan yang baru datang. Tangan kirinya menelusup ke dalam saku, sementara tangan kanannya membawa seikat kembang. Tanpa banyak bertanya pun Gaara tahu, Hidan juga ingin memberi penghormatan terakhir pada sosok nyentrik yang semasa hidupnya kerap membuatnya berang.
"Bayi yang baru terlahir ke dunia akan menangis keras-keras, tetapi orang-orang yang melihatnya akan tersenyum bahagia. Sebaliknya, ketika seorang manusia berpulang, orang-orang akan bersedih bahkan menangis karena kehilangan," Hidan menepuk bahunya, "kurasa bukan hal yang mudah mengalami dua hal itu dalam waktu yang nyaris bersamaan."
"Terima kasih," sahut Gaara.
Hidan benar. Gaara ingat ketika ia merengkuh Yelena yang berulang kali menyeka lelehan air mata, mencoba untuk terlihat tegar. Dalam hati, ingin rasanya Gaara memaki betapa selama ini ia tidak peka untuk menerka sebuah asrar. Pulang, kata bermakna klandestin yang dipilih Sasuke untuk mengindikasikan keterkaitannya dengan dunia ini akan benar-benar abtar.
Gaara membuka pintu, mendapati istrinya tengah menyusui putra mereka. Ia mendekat, hendak merengkuh dua orang paling berharga di hidupnya. Menatap wajah putranya, Gaara ingat, Sasuke pernah berharap putranya sempat melihat lelaki itu sebelum ia pulang menemui istrinya.
Dan harapan itu benar-benar dikabulkan, terlepas dari memang itulah yang telah Sasuke rencanakan.
"Bagaimana?" tanya Yelena dengan suara lirih.
"Pak Tua itu sudah bisa tidur nyenyak sekarang. Kuharap ia bisa segera bertemu dengan istrinya," jawab Gaara, "yah, semuanya memang serba tiba-tiba. Jujur saja, kukira Pak Tua itu masih akan bersama dengan kita sampai anak kita tumbuh dewasa. Hey, sudah. Pak Tua itu takkan senang jika kita menangisinya."
Gaara melingkarkan lengannya di sekeliling Yelena. Ia tahu, ada untaian kata yang hendak diucap Yelena. Namun agaknya kata-kata itu terlampau berat untuk hati seorang wanita. Perlu waktu untuk memegang kendali diri sebelum seorang wanita siap berbicara.
"Semalam aku sempat melihatnya ... ia berdiri sangat lama di dekat box anak kita. Aku tak tahu apa yang ia rencanakan, ingin memanggilnya tapi aku tak bisa. Karena tak terjadi apa-apa setelah itu, aku tak langsung bertanya. Kupikir ... aku masih bisa menanyakannya pagi ini. Tapi ... tapi...,"
"Sudah," Gaara mengusap bahunya, "ingat dia pernah bilang kalau seorang manipulator waktu akan mati jika kemampuannya diwariskan pada orang lain? Kurasa ia telah memberikannya untuk anak kita."
"A-apa?" Yelena sedikit terperanjat, "Ku-kupikir ia memberikannya padamu."
"Tidak," jawab Gaara, "ingat bagaimana ia mengaitkanmu dengan istrinya? Kurasa ia tidak ingin kita juga mengalaminya. Maksudku, ia menghormatimu sebagai Velikaya Kyazhna. Tentunya ia tidak ingin aku, ksatriamu, cicitnya ini kesepian ketika usiamu termakan waktu."
"Tapi ... anak kita masih bayi," gumam Yelena.
"Dan tugas kita adalah menemukan 'manual book' tentang bagaimana cara pengendaliannya. Pak Tua itu ... sampai mati pun masih suka memberi teka-teki," Gaara sedikit mendesah.
"Kita akan merindukannya...," gumam Yelena lirih.
Uchiha Sasuke, Si Jabrik dengan tindak eksentriknya. Ia mungkin bukanlah kakek buyut terbaik, tapi ia pasti tahu mana yang terbaik untuk mereka. Ia bukanlah rekan, teman, dan panutan yang baik, tapi ia selalu bisa dipercaya. Tak ada alasan yang bagus untuk melupakannya begitu saja.
"Ya, Hinata. Kita akan merindukannya."
.
.
FIN
.
Thank's to : Hitaiyo Mangetsu, Freeya Lawliet, Aden L kazt, adeanawinchester *fufufu~ saya belum punya niat buat hiatus kok. Ada sih project buat bikin fic setipe ini, tapi dengan pairing yang berbeda ^^*, Ryucena Sapphire, Thi3x Noir, thelittlething, Hyuu Hikari, Bocah namikaze miroku umezaki *Yup, semacam itu. Saya terinspirasi dari berita (sekitar tahun 2011 kalo nggak salah) pemerintah Rusia memang punya proyek untuk 'membuat' tentara setengah zombie. Pake salah satu jenis narkotika terbaru. Soal benar/tidak, dilanjutkan/tidak, saya juga belum menelusuri lebih jauh. Yang jelas berita itu menginspirasi saya tentang Katyusha.*, Yamanaka Emo, Ritard. S. Quint, Phylaphy, Daiyaki Aoi, Schein Mond, ck mendokusei, RitsuHaru, pratiwirahim, Michelle Aoki, kaname *sudah saya lanjutkan ^^*, r *gomen kalo r-san kurang berkenan. Ada kalanya dalam menulis saya kehilangan kendali dan tidak memeriksa rima apa saja yang sudah saya pakai. Soal bahasa Rusia, bisa di-googling kok. Ketik saja Russian Phrase di google, nanti juga banyak pilihan.* Saqee-chan, IFA 2012, Nyata Dalam Maya *sudah saya buat. Semoga berkenan ^^*, dan Nara Kazuki.
Yang login, balasnya via PM, ya ^^
Warning : A/N sangat panjang, skip saja jika kurang berkenan.
Chapter tambahan, semoga berkenan untuk membacanya. Secara keseluruhan, ini memang side story dari X. Masih berkaitan, tapi saya pikir ini masih bisa dibaca sebagai chapter yang berdiri sendiri. Di sini sengaja saya buat dengan bahasa yang standar, supaya lebih mudah dinikmati ^^
Singkatnya begini, repetisi sejarah yang menyeret Gaara dan Hinata sebagian merupakan kesalahan Sasuke juga. Sebagai manusia yang berumur sangat panjang, dengan kemampuan manipulasi waktu, dia bisa memilih drama sejarah apa yang ia sukai. Dan Sang Waktu akan dengan senang hati mengulanginya, lagi dan lagi (samalah seperti kita yang ingin berbuat sesuatu untuk menyenangkan teman kita. Di sini, sahabat sejatinya Sasuke ya Sang Waktu). Sampai kemudian repetisi sejarah itu melibatkan keturunannya sendiri, di saat yang sama Sasuke juga sudah bosan menjalani hidup yang terlalu panjang. Jadi, dia memutuskan repetisi sejarah ini adalah yang terakhir.
Menjawab pertanyaan Thie-chan, rencana Sir Shovkovsky tentu saja berkaitan dengan Katyusha. Sama seperti Neji (Dmitri), Sir Shovkovsky juga hanya 'bertugas' membuat strategi. Semula ia memang hanya berniat mem-brainwash Gaara agar Gaara jadi pengkhianat. Ketika Dmitri dibunuh Orochimaru, ia menganggap segalanya akan jauh lebih mudah. Tapi nyatanya identitas Velikaya Kyazhna masih kabur. Ia membuat lukisan wajah Velikaya Kyazhna hanya berdasar ciri-ciri fisik yang digambarkan Orochimaru (yang kemudian menjadi kurang relevan karena Yelena mengubah warna rambut dan identitasnya. Saya lupa menuliskannya, yang mencuri lukisan itu adalah Hidan). Kemudian ia berganti rencana, pokoknya Velikaya Kyazhna harus ditangkap walaupun ia juga harus menukarnya dengan nyawa (Sir Shovkovsky mati, Gaara akan menyelidiki. Kemunculan Gaara ini adalah umpan agar Yelena keluar dari persembunyian. Jangan bertanya 'Gimana kalo bukan Gaara yang menyelidiki?' karena Sir Shovkovsky pasti sudah membaca kredibilitas Gaara dan tentunya bisa memprediksi kasus kematiannya pasti akan diserahkan pada profiler sehebat Gaara). Setelah dia mati, tinggal urusan anak buahnya untuk menjalankan rencana yang sudah dibuatnya, termasuk Katyusha. Soal parasit di tubuh Katyusha, sudah Sasuke singgung di atas kan?
Gaara berambut merah sementara Sasuke berambut gelap? Apa itu terdengar aneh? Kalau iya, di sini saya jelaskan deh. (Serius, saya bengong lho baca pertanyaan ini). Gaara kan keturunan keempat. Saya kan juga tidak pernah bilang kalau seluruh keturunan Sasuke berambut gelap (karena saya pikir, masalah warna rambut ini juga bukan masalah besar). Katakan Sasuke dan istri berambut gelap, anaknya juga berambut gelap. Kan bisa saja suami anaknya (kakek Gaara) yang berambut merah. Kalau bukan kakeknya, kan masih bisa ayah/ibu Gaara yang rambutnya merah. Itu Kankuro yang rambutnya cokelat saja tidak pernah ditanya itu anak siapa (karena seingat saya kazekage keempat rambutnya merah dan istrinya berambut pirang).
Terkait scene reaksi Gaara jika tahu cicit yang dimaksud Hinata adalah dirinya, gomenasai~~ saya juga pingin banget nulis tentang itu. Tapi tapi, mau sepanjang apa chapter tambahannya kalau scene ini muncul. Lagi pula kalau saya tulis, saya yakin genre-nya jadi lebih mengarah ke humor.
Dan~~ saya mau mengucapkan banyak terima kasih kepada siapa saja yang sudah mendukung fic ini di IFA. Saya sangat senang fic ini bisa diapresiasi dan menjadi Best Western for Multichapter. Memang agak di luar jalur yang saya pilih untuk fic ini, tapi sungguh, saya merasa sangat senang ^^ #ketjup panita dan voter satu2 #plakk
Sudah, ya. Ini sudah terlalu panjang. Terima kasih atas segala bentuk dukungannya. Review chapter terakhir masih saya nanti lho ^^
спасибо