Penitrale
(Life of Soul)
.
.
Tsuna memiliki seorang teman khayalan yang bernama Yoshi. Dia adalah satu-satunya teman Tsuna, satu-satunya yang peduli terhadap Tsuna. Suatu ketika Tsuna di culik dan menyadari dia memiliki kekuatan yang dia tidak pernah sadari sebelumnya dengan bantuan Yoshi.
Rate : T+/M
Disclaimer : KHR dan Tsuna adalah milik Amano Akira, Writer hanya fans yang terkena block-writer saat menulis cerita lain dan mendapatkan ide untuk menulis cerita ini (dan mau coba style-writing yang agak beda dari biasanya)
Warning : Dark theme (?), Gore di tengah-tengah.
A/N : Somehow, Akhir-akhir ini writer ngerasa agak depresi dengan kehidupan.
.
.
Arc 1 : Red Rose
(-Love, Beautiful, Respect and Brave-)
(-Cinta, Keindahan, Kehormatan dan Keberanian-)
.
.
1.1
When everything begin
.
.
The Loneliest person are the kindest
The saddest people smile the brighter
The most damaged people are the wisest
All because they don't wish anyone else suffer the way they do
-Anonymous
.
Gelap, Kotor dan sempit. Dia berada di jalan buntu. Tidak ada jalan untuk lari dan kabur. Jalan keluar satu-satunya telah mereka tutup. Tsuna hanya bisa menunggu dan menunggu pasrah masa depan pasti yang akan terjadi pada dirinya. Lagipula dari apa dia harus kabur? Dari para monster berselimut manusia itu atau dari dirinya sendiri? Dari para monster yang tertawa atas kemalangannya atau dari dirinya yang tidak berguna dan lemah?
Dia ingin berlari dan berlari. Untuk kabur dari kenyataan dan bersembunyi dari kegelapan. Tapi kemana dia harus berlari? Dia tidak memiliki tempat untuk bersembunyi dan berlindung. Dia tidak memiliki orang untuk memeluknya dan mengatakan semua baik-baik saja. Dia harus menghadapi kenyataan ini sendirian. Dia sendirian di dunia ini.
"Dame-Tsuna~ Kenapa dari tadi di kelas kau menjauhi kami? Apa kau sudah bosan dengan kami?Bukankah kami temanmu?"
Tsuna bergidik saat mendengar namanya di ejek seperti itu. Seluruh tubuhnya tiba-tiba berubah kaku dan tidak bisa di gerakan. Instingnya berteriak untuk berlari namun dia tidak mengikutinya. Kaki dan pergelangan tangannya masih terasa sakit karena 'pendisiplinan' mereka yang terakhir. Dia bosan, Dia muak. Dia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Sepertinya Dame-Tsuna perlu di disiplinkan kembali"
Keringat dingin mengalir dan membasahi punggung kecilnya. Tanpa berpikir panjang Tsuna menggantungkan kepalanya, rambut cokelat tuanya yang lembut menutupi ekspresi ketakutan yang terpampang jelas di wajah dan matanya. Dia tidak mau mereka melihat wajahnya yang ketakutan. Mereka tidak boleh melihatnya lemah.
Bagi mereka ketakutannya adalah pertunjukan
Beberapa detik kemudian Tsuna merasakan tendangan yang menghantam perutnya. Dia menggigit bibirnya dengan keras hingga terluka dan mengeluarkan darah agar tidak ada suara yang keluar dari mulutnya, Dia tidak boleh berteriak, Dia tidak mau berteriak.
Bagi mereka Teriakanya adalah Musik.
Tsuna terpental dan jatuh ke atas dataran semen yang kasar. Dia terseret beberapa sentimeter karena pengaruh gaya gravitasi. Pergelangan tangan, kaki dan tubuhnya segera terluka karena gesekan yang terjadi antara kulit dengan benda keras.
Tsuna terdiam, dia tidak melakukan apapun, dia tidak mencoba berdiri atau berlari. Dia hanya ingin ini semua cepat selesai.
"Dame-Tsuna" Kata mereka kepada Tsuna dengan nada manis yang diiringi dengan tertawaan yang mengejek, "Akhir-akhir ini kami sedang sangaaaaaat kesal... Karena itu mungkin hari ini akan 'sedikit' lebih panjang dari biasanya"
.
.
.
Lagi-lagi seperti ini, Itulah yang Tsuna pikirkan pertama kali saat dia kembali sadar dari alam bawah. Badannya dipenuhi dengan lebam berwarna merah dan biru. Baju sekolah berwarna lambang kepolosan telah ternodai menjadi kecokelatan karena tanah, debu dan warna merah yang menetes dari bibir mungilnya. Tas birunya tergeletak di seberangnya,Salah satu benda yang paling ia sukai sudah tidak berbentuk lagi karena tercabik-cabik oleh pisau saku.
Tsuna menghela nafasnya panjang, Sudah lima tahun dia seperti ini dan tidak ada seorangpun yang berani menolongnya. Tidak, bukan tidak ada yang berani tapi tidak ada yang mau menolongnya.
Dia ingat ada pepatah yang mengatakan bahwa 'Guru terbaik adalah pengalaman', dan Dia belajar dari semua pengalaman terburuknya yang berteriak 'Manusia adalah makhluk yang egois'.
Mereka tidak memperdulikan satu sama lain. Mereka adalah makhluk yang hanya memperdulikan diri mereka sendiri. Mereka akan selalu mengambil apa yang bisa mereka ambil. Mereka adalah makhluk yang tamak dan rakus.
Manusia, Mereka seperti nyamuk yang akan menghisap darah sebanyak-banyaknya hingga makhluk tersebut mati. Lalu ketika tidak ada keuntungan yang mereka dapat, mereka akan pergi tanpa berpikir dua kali.
Banyak orang yang berkata Bullying itu salah. tapi apakah mereka berani berdiri dan melawan 'mereka'? Tidak, mereka tidak akan berani. Mereka terlalu takut untuk keluar dari zona nyaman mereka.
Manusia adalah makhluk yang munafik, pengecut,egois, rakus
Bullying di sekolah Tsuna sudah terlalu kuat. Mereka membentuk suatu piramida yang mengatakan seberapa hebatnya mereka, seberapa berkuasanya mereka dan Tsuna berdiri di piramida paling rendah sendirian.
Tsuna dijadikan bahan candaan, ejekan dan mainan oleh Mereka. Mereka yang tidak pernah menganggapnya sederajat dengan mereka. Bagi mereka Tsuna adalah sampah dan debu di sepatu mereka. Bahkan bagi mereka Tsuna lebih rendah dari hewan peliharaan mereka.
Yang kuat memakan yang lemah
Tidak ada kata-kata yang mencerminkan kehidupan lebih baik dari itu. Yang kuat akan selalu mendapatkan apa yang mereka mau dan yang lemah hanya bisa diam dan menonton mereka. Itulah hukum alam, hukum rimba yang tidak bisa dilawan oleh siapapun.
Tsuna mencoba berdiri perlahan, tangannya yang kecil dan pucat memegang tembok beton dingin yang berada di belakangnya. Hari ini adalah hari sial Tsuna, bukan karena Tsuna tidak terbiasa mendapatkan perlakuan seperti ini tapi hari ini 'mereka' sedang memutuskan untuk bersikap sedikit lebih sadis dari biasanya.
Biasanya mereka mengakhiri 'pendisiplinan' Tsuna hanya dengan beberapa pukulan dan tendangan tapi hari ini berbeda dari biasanya. Hari ini 'Mereka' sedang terkena masalah oleh Seorang guru yang melihat mereka merokok di sekolah.
Tentu saja saat mereka mendapatkan masalah seperti itu, mereka perlu 'Teman' untuk melampiaskan emosi mereka. Dan tentu saja teman itu adalah Tsuna ,Pria terakhir di piramida sekolah, Maka hari ini sedikit lebih berat dari biasanya.
Kenapa Tsuna tidak melawan mereka? Kenapa dia hanya diam saat 'mereka' mengajaknya ke gang sepi di pinggiran jalan? Kenapa dia tidak berteriak minta tolong?
Itu semua sia-sia, Tsuna sudah menjalani itu semua. Dia sudah pernah melawan mereka, dia sudah pernah berteriak minta tolong bahkan dia sudah berusaha lari tapi apa yang terjadi? 'Pendisiplinan' mereka hanya akan semakin lama dan kejam.
Jadi lebih cepat saat dia diam dan tidak berpikir, saat dia membuang semua emosinya dan tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan dirinya, saat dia tidak berteriak minta tolong atau memohon karena kesakitan.
Bagi mereka Tsuna bukan 'manusia', bagi mereka Tsuna adalah boneka.
Boneka mainan yang tidak berharga.
Air mata tidak dapat lagi mengalir di pipi Tsuna, sudah berapa lama dia tidak menangis? 3 tahun? 4 tahun? Dia sudah tidak menangis sejak dia menerima kenyataan. Saat dia sadar bahwa Dunia ini tidak akan pernah adil.
Tsuna mencoba menggerakkan kakinya lalu meringis karena sakit yang ditimbulkan di bagian pergelangan, Rupanya pergelangan kakinya membengkak kembali. Rasanya seluruh badannya lemah sekali, Dia tidak bisa bergerak sedikitpun dari tempatnya, Tenggorokannya terasa sangat sakit dan dia tidak bisa meminta tolong karena tidak memiliki handphone.
Lagi pula untuk apa mempunyai handphone jika tidak memiliki orang untuk di hubungi?
"Tsuna apa kau bisa bergerak?"
Suara itu bagaikan melodi di kuping Tsuna, perlahan Tsuna menengadahkan kepalanya ke arah suara itu. Senyuman kecil terlintas di pipi Tsuna. Dia tahu suara itu milik siapa, suara itu milik Yoshi. Satu-satunya teman Tsuna yang akan selalu membantunya.
"Yoshi.. kakiku sakit" Kata Tsuna perlahan.
Yoshi menurunkan tubuhnya agar matanya sejajar dengan Tsuna dan memperhatikan wajah Tsuna yang sangat mirip dengannya, hanya saja Yoshi memiliki mata oranye yang menyala-nyala seperti api dan tubuh transparant.
Ya ,Transparant.
Tentu saja transparant, Yoshi bukanlah seorang 'manusia'. Dia adalah sebuah bayangan dari imajinasi Tsuna yang berlebihan. Dari pemikiran untuk menemukan seseorang yang akan berada di sampingnya. Dari hati kecil yang menangis karena kesepian,
Walaupun Yoshi bukanlah kenyataan,Tsuna selalu bersyukur dengan kehadiran Yoshi.
Karena walaupun hanya khayalan Tsuna senang dia tidak sendirian di dunia ini.
Yoshi hanya memberikan Tsuna senyuman kecil "Ayo kita pulang, Nana tidak akan ada dirumah untuk beberapa hari"
Tsuna hanya menganggukan kepalanya "Ah, iya benar..Aku lupa"
Yoshi lagi-lagi tersenyum lalu membantu Tsuna berdiri dengan pelan dan lembut. Entah kenapa walaupun bukan kenyataan, Yoshi selalu bisa memberikan Tsuna kekuatan.
.
.
.
Hari ini Nana, Ibu dari Tsunayoshi Sawada, tidak akan ada di rumah selama beberapa hari. Tsuna tahu bahwa di mata Nana dia adalah 'Kegagalan' dan pecundang. Bila bukan karena darah yang mengalir di nadi Tsuna mungkin Nana sudah akan meninggalkan Tsuna entah sejak kapan.
Tapi itu ketika dia masih kecil, sekarang Tsuna sudah berusia 10 tahun, sudah cukup besar untuk mengurusi dirinya sendiri. Karena itu hampir setiap hari Nana pergi entah kemana hanya untuk kabur dari tugasnya mengawasi Tsuna.
Tsuna bukanlah anak yang bodoh, dia bahkan bisa dibilang adalah anak yang cukup pintar dan tajam. Dia tahu apa yang orang lain pikirkan, apa yang Nana pikirkan dan lihat. Rasanya bodoh jika kepintaran seseorang hanya diukur dari nilai di sekolah. satu-satunya hal yang membuat Tsuna tidak mendapatkan nilai yang bagus disekolah hanya karena dia tidak mempunya semangat.
Bagaimana mungkin Tsuna bisa mendapatkan semangat untuk belajar jika semangat untuk hidup saja dia tidak punya? Dia masih ingat saat pertama kali Nana dipanggil untuk menemui guru di Sekolah Dasarnya.
Dia akan selalu ingat saat itu.
Saat dia mencoba melawan 'Mereka' dan berhasil kabur dengan hanya memar kecil di wajahnya. Dia masih ingat dia melakukan hal bodoh itu karena buku cerita anak-anak yang mengatakan bahwa 'kebenaran selalu menang dan kejahatan selalu kalah'. Buku yang sekarang Tsuna sudah bakar saat dia tahu bahwa 'kadang kejahatanlah yang akan menang',
Karena esoknya adalah saat pertama kali Nana menangis di depannya dan berkata bahwa dia kecewa dengannya. Bahwa dia adalah kegagalan. Bahwa dia adalah makhluk kotor yang tidak pantas menjadi anaknya.
Dia tidak percaya dengan kata-kata Tsuna saat Tsuna berusaha menceritakan apa yang terjadi, Dia tidak mau mendegar kata-kata Tsuna dan menutup kedua telinganya dengan kebohongan orang lain. Dia tidak peduli dengan Tsuna, Dia lebih percaya dengan omong kosong orang lain dibandingkan Tsuna, darah dagingnya sendiri, keluarganya sendiri, anaknya sendiri.
Apakah itu yang disebut keluarga? Bukankah keluarga seharusnya membantu satu sama lain? Selalu menjaga dan menyayangi satu sama lain? Lalu kenapa Nana meninggalkannya sendiri di neraka ini?
Lalu untuk ayahnya yang tidak pernah ada di rumah, yang hanya ada untuk beberapa hari dalam satu tahun. Yang selalu melewati hari ulang tahun Tsuna karena alasan sibuk, Yang selalu melewati hari pertemuan orangtua karena sibuk. Yang tidak pernah ada saat Tsuna tumbuh dewasa. Tsuna bahkan tidak tahu apakah dia bisa menganggap orang itu sebagai ayahnya.
Saat pria itu pulang, dia hanya mabuk di depan Nana dan Tsuna sambil menonton televisi, Apakah dia berpikir bahwa waktu membeku saat dia pergi dan hanya berjalan kembali saat dia pulang? Pria itu bahkan masih mengira bahwa Tsuna masih duduk di bangku kelas satu.
Tsuna benci dengan pria itu terutama karena semua hal yang di keluarkan oleh mulut pria itu adalah kebohongan. Dia berbohong akan pekerjaanya, Dia berbohong akan kesibukannya, Dia berbohong dan terus berbohong di setiap perkataannya.
Dan Nana percaya akan semua kebohongan itu.
Di tambah dia memiliki kakak kembar yang meninggal saat berumur 5 tahun. tapi lagi-lagi itu hanyalah kebohongan belaka. Saat itu secara tidak sengaja Tsuna mendengar Nana bertanya kepada Iemitsu tentang kabar kakak kembarnya. Sepertinya kakak kembarnya ,Mitsukuni Sawada, Sekarang tinggal bersama Iemitsu di Italia.
Entah kenapa saat Tsuna mengetahui hal itu dia tidak berteriak dan meminta penjelasan seperti anak seusiannya. Dia hanya terdiam dan menelan kenyataan itu. Dia tidak mau tahu kenapa kedua orangtuanya berbohong kepadanya. Dan karena itu sampai sekarang Tsuna tidak tahu kenapa mereka menyembunyikan keberadaan Mitsukuni kepada Tsuna.
Kadang Tsuna berpikir apakah kedua orangtuanya takut bahwa kakak kembarnya menjadi tidak berguna seperti Tsuna hingga keberadaanya di rahasiakan kepadanya?
Lalu Tsuna juga kadang berpikir,apa yang akan kakaknya katakan ketika dia tahu bahwa dia memiliki adik laki-laki yang tidak berguna dan lemah seperti ini? Apa dia akan memeluknya erat dan mengatakan bahwa dia mencintai Tsuna seperti apa adanya atau dia akan mendorong Tsuna dan mengatakannya bahwa dia tidak berguna seperti lainnya?
Tsuna tersenyum pahit. Kemungkinan dia akan berperilaku seperti yang lain dan mendorongnya lebih besar dari pada menerimanya apa adanya. Manusia memang seperti itu bukan? Mereka saling menggunakan satu sama lain demi kepentingannya sendiri dan ketika tampak seseorang yang tidak berguna untuk dirinya maka mereka akan mengucilkannya dan mengatakannya tidak berguna.
Tapi maaf saja. Tsuna lebih suka menjadi tidak berguna dari pada menjadi domba yang selalu mengikuti kemana sang gembala menuntunnya. Dari pada menjadi boneka tidak berotak dan dimainkan oleh sang puppeteer.
"Tsuna kau tidak apa-apa?"
Suara lembut di sebelahnya membangunkan Tsuna dari lamunannya. Tsuna hanya tersenyum sedih mendengar pertanyaan itu "Tidak apa-apa Yoshi"
Yoshi mencibirkan bibirnya "Tsuna.. walaupun aku tidak bisa membaca pikiranmu tapi aku tahu apa yang kau rasakan.. Apa kau lupa aku adalah dirimu?"
Tsuna menggelengkan kepalanya "Aku benar-benar tidak apa-apa.. Hanya saja aku tadi tenggelam dalam lamunan ingatan masa lalu"
"Apa yang kau lamunkan?" Desak Yoshi
"Keluarga"
Dia tahu bahwa keluarga hanyalah sebuah kata untuknya
.
.
.
"Sensei, kenapa namaku ditulis di papan tulis tanpa persetujuanku?"
Nezu Dohachiro, Wali kelas IV-3 menatap kearah suara itu berasal. Tentu saja suara itu harus berasal kepada anak tidak berguna itu, Sawada Tsunayoshi. Hampir setiap hari Nezu berpikir kenapa anak bodoh dan tidak berguna itu bisa bersekolah di sekolah ini.
Walaupun sekolah Namimori bukan termaksud sekolah favorit tapi nilai untuk masuknya cukup tinggi dan untuk anak yang bahkan mengerjakan pekerjaan dasar saja salah...
Nezu menghela nafas dan menyilangkan tangan di kedua dadanya "Ada masalah Dame-Tsuna?" dalam hati Nezu tersenyum, Dame-Tsuna yang berarti tidak berguna, nama panggilan yang sangat cocok untuk anak anak yang tidak berguna dan bodoh.
"Tapi Minggu lalu aku sudah menjadi komite festival, kenapa namaku ditulis kembali? Dan kenapa tidak ada nama orang lain yang membantuku mengerjakan hal itu?"
Anak ini tidak sebodoh itukan? "Lalu apa gunanya aku menulis nama orang lain tapi kau hanya berkerja sendiri?" Seringai muncul di bibir Nezu, "dan lagipula aku sudah lelah mendengar laporan-laporan bahwa kau hanya ingin berkerja sendiri" perkataannya yang terakhir tentu saja bohong. Dia tidak pernah menerima laporan seperti itu.
"Sa..Saya tidak pernah.. Mereka yang tidak mau membantu saya saat mengerjakan pekerjaan itu!" Bantah Tsuna kesal.
"Teman macam apa kau Sawada? kau jelas-jelas berkata tidak ingin berkerja bersama-sama!" Teriak salah satu murid laki-laki yang dia ingat menjadi satu komite dengan Sawada di festival olahraga.
"Ya benar Dame-Tsuna!"
"Aku tidak menyangka kau seperti itu!"
"Kau kejam Dame-Tsuna!"
"Kenapa kau selalu menyalahkan orang lain?!"
Muka Tsuna berubah pucat saat mendengar perkataan anak-anak sekelasnya. Setelah merasa bahwa Tsuna tidak akan bisa melawannya akhirnya Nezu berpura-pura terbatuk untuk mendapatkan perhatian dari kelas yang dia ajarkan.
"Anak-anak, Bagaimanapun Dame-Tsuna adalah salah satu dari kalian, Jadi bisakah kalian memberikannya kesempatan lagi? Walaupun kemungkinan dia akan mengacaukannya lagi cukup besar," Nezu melirik ke arah Tsuna yang dari tadi menggantung kepalanya," Jadi bagaimana Dame-Tsuna? Kau maukan menjadi komite festival?"
Tsuna tidak menjawab apa-apa, Dia hanya menjatuhkan tubuhnya di kursi dan membuka bukunya kembali. Dia menggigit lidahnya untuk menghentikan dirinya membalas ejekan dan kebohongan mereka.
Karena dia tahu..
Dan selalu tahu..
Dia tahu apapun yang dia lakukan tidak akan mengubah apapun.
.
.
Setelah seharian berusaha untuk tidak menarik perhatian di sekolah terutama mereka yang selalu memanggilnya dirinya dengan kata 'Teman', akhirnya waktu untuk pulang datang. Dengan terburu-buru Tsuna segera membereskan buku-buku yang berserakan di mejanya dan menaruhnya di dalam tas barunya.
Tsuna tahu bahwa bila dia tinggal sedikit lebih lama lagi di sekolah pasti akan banyak anak yang menyuruhnya untuk mengerjakan piket harian. Tsuna berjalan cepat ke arah pintu belakang sekolah. Dia ingin tidak terlihat oleh 'mereka'.
Tiba-tiba cairan dingin dengan bau yang tidak enak menyiram tubuh Tsuna yang diikuti dengan sebuah benda membentur kepala Tsuna dari atas. Benda yang membenturnya adalah ember.
"Whaa?!" Teriak Tsuna kaget walaupun itu bukan pertama kalinya dia terkena lelucon lama seperti ini. Tsuna menengadahkan kepalanya dan melihat segerombolan anak kelas sebelah tertawa kecil melihat ke arahnya.
"Upss! Maaf Dame-Tsuna! Kami tidak melihat ada kau disitu!" Teriak salah satu anak laki-laki yang paling besar lalu diiringi tertawaan kecil yang sama sekali tidak di tutup tutupi.
Tsuna tidak mau menjawabnya. Dia tahu mereka sengaja memperlakukan Tsuna seperti itu jadi Tsuna hanya menatap ke arah mereka dengan tatapan kosong tanpa emosi.
"Hei! Dame-Tsuna! Kenapa kau menatap seperti itu?! Kau mau cari mati hah?!"Tanpa peduli dengan cacian mereka Tsuna berlari lagi ke arah gerbang belakang. Tidak sengaja dia menabrak seorang gadis dengan rambut Strawberry Blonde. Mereka bersama-sama jatuh ke tanah bersamaan dengan buku yang perempuan itu bawa.
"Auch" Kata perempuan itu.
Nama perempuan itu adalah Sasagawa Kyoko. Teman masa kecil sekaligus perempuan yang dulu Tsuna suka dan mungkin hingga sekarang. Perempuan itu memiliki udara innocent di sekitarnya yang mengatakan bahwa dia adalah gadis cantik yang suci dan anggun. Perempuan yang tidak akan tersentuh oleh noda dunia. Perempuan yang cocok duduk di kursi kerajaan menggunakan gaun terindah dengan kain sutra termahal.
Kyoko mengerjapkan matanya dan tersenyum saat mengetahui bahwa laki-laki yang menabraknya adalah Tsuna."Ah.. Tsuna-kun" Katanya ramah,"Maaf aku tidak memperhatikan jalan" Kyoko membetulkan posisi duduknya dan mulai mengambil bukunya yang berjatuhan.
Tsuna menggelengkan kepalanya dengan cepat,"Ti..Tidak Sa..Sagawa-san. Aku yang tidak me.. melihat jalan" Katanya cepat-cepat bangun sambil membantu Kyoko memungut buku yang berjatuhan lalu memberikannya kembali kepada Kyoko.
Senyuman Kyoko bergoyah sedikit saat Tsuna memanggilnya dengan nama keluarganya."Tsuna-kun. Kau tahu kan kau bisa memanggilku dengan nama kecil seperti saat kita kanak-kanak?"
Mereka memang memanggil satu sama lain ketika masih kecil. Ketika mereka belum mulai mem-bully dan melukai Tsuna. Ketika Tsuna masih menjadi pahlawan berkuda putih yang mengusir anak laki-laki yang mengganggu Kyoko. Saat Kyoko masih menganggapnya setara bukan sebagai teman masa kecil yang perlu dikasihani.
Saat 'kejadian' itu belum terjadi. Kejadian yang membuatnya yakin bahwa Kyoko diam-diam membencinya di balik senyuman itu. Kejadian yang membuat keluarga Sasagawa hancur.
Tapi dulu adalah dulu dan sekarang adalah sekarang. Dua hal yang tidak bisa di gabungkan.
Tsuna membungkuk kecil kepada Kyoko dan mulai berlari kembali ke pintu gerbang sekolah. Dia sudah merasa beryukur Kyoko tidak bertanya kenapa dia basah kuyup seperti ini. Dia tidak ingin mereka terlihat di muka umum. Demi kebaikan mereka berdua, Dia lebih memilih tinggal di bayangan.
Sebisa mungkin dia tidak mau menarik perhatian
Dia ingin tinggal dalam bayangan
Apa itu terlalu susah untuk mereka?
Untuk meninggalkannya sendirian dalam dunianya?
Tiba-tiba sekelompok orang berpakaian hitam keluar dari mobil, beberapa orang pertama memegangi kedua tangan Tsuna sedangkan orang kedua yang keluar menempelkan sebuah sarung tangan putih di hidung Tsuna.
Dia mencoba berteriak dan memberontak Tapi seluruh kekuatannya hilang dengan cepat dan tiba-tiba semuanya berubah gelap.
Takdir tidak pernah memihak Tsuna
Bahkan mungkin bisa dibilang Takdir membencinya.
.
.
Kyoko hanya bisa mengawasi punggung Tsuna yang berlari darinya. Dia membenci laki-laki itu. Laki-laki yang telah membuat hidupnya berantakan. Laki-laki yang telah menghancurkan keluarganya tanpa sengaja. Tentu saja dia tahu bahwa 'kejadian' itu bukanlah kesalahan Tsuna ataupun siapapun tapi tetap saja dia membenci laki-laki itu. Laki-laki yang dulu di yakininya sebagai pahlawan.
"Kyoko?" Suara perempuan lain terdengar dari balik gedung. Perempuan dengan rambut hitam yang bergelombang panjang secara alami keluar. Perempuan itu adalah Hana Kurokawa.
"Hana" Sapa Kyoko balik dengan senyuman palsu yang selalu dia gunakan. Senyuman yang biasanya selalu mengelabui mata orang-orang.
Mata Hana berubah tajam saat melihat Kyoko memasang senyuman itu. Karena hanyalah dia yang bisa membedakan senyuman Kyoko. Saat dia melihat sosok Tsuna yang sedang berlari tatapannya kembali melembut dan ia menghela nafas,"Kau tahu kan itu bukan salahnya?"
Senyuman Kyoko menghilang digantikan dengan muka masam yang hanya pernah di lihat oleh orang lain,"Tentu saja aku tahu Hana" Desisnya kesal. "Tapi aku tidak bisa memaafkannya begitu saja, Dia telah menghancurkan keluargaku dan ini adalah hukuman yang pantas untuknya"
Tentu saja Kyoko tidak buta. Dia tahu bahwa Tsuna selalu dijahati serta di bully oleh seluruh sekolah. Dan dia selalu berusaha menyembunyikan senyuman di wajahnya saat dia melihat Tsuna sedang terluka atau berteriak. Dia tidak boleh membiarkan topeng di wajahnya terlepas begitu saja hanya karena dia senang melihat Tsuna mendapatkan hukuman dari atas.
Dia tetap harus tampil suci dan manis seperti boneka barbie di Toko yang siap di ambil kapan saja. Mainan yang membuat semua orang meremehkannya.
Hana hanya menghela nafas melihat tingkah laku Kyoko yang asli. Dia hanya bisa berharap semoga mereka berdua bisa kembali seperti dahulu kala. Sebelum 'Kejadian' itu terjadi.
Review please XD
Coret-coretan atau random think juga gak apa-apa.